Oleh: Letjen TNI (Purn.) Marinir Suharto, PNKN
(Disampaikan saat Audiensi PNKN dengan Pimpinan DPD RI, Maret 2022)
Saat saya masih di ABRI, setiap tahun kita selalu memperbaiki apa yang kita sebut dengan Kontigensi Nasional, yaitu kontingensi tentang ancaman dari luar. Khusus ancaman yang terkuat yang selalu kita waspadai itu ancaman dari utara.
Sehingga kita membuat laut Natuna, Kepulauan Riau, dan Kalimantan adalah leading war commander atau komandan perang kita terdepan untuk menghadapi ancaman dari utara.
Dengan demikian pada saat ibu kota negara (IKN) akan dipindahkan ke Kalimantan (Kalimatan Timur, Kaltim), justru ini menjadi pertanyaan yang paling besar. Apakah betul IKN ini harus kita masukkan kepada Theatre of War, harus kita masukan kepada garis depan pertahanan kita.
Saya terbuka disini, dan selalu melihat ancaman dari utara, ancaman dari China, ancaman dari Komunis.Yang sampai sekarang masih menjiwai kami dari ABRI untuk bertahan supaya republik ini tidak jatuh ke dalam genggaman Komunis.
Sehingga apabila Kaltim termasuk dari bagian Theatre of War, maka adalah tidak bijak kalau IKN kita pindahkan ke Kaltim, karena ini sudah masuk garis depan. Kita masih ingat bagaimana Belanda menguasai Indonesia? Untuk menguasai Indonesia kuasai seluruh Jawa. Untuk menguasai pulau jawa, kuasailah Batavia, itulah konsep yang dipakai.
Tapi itu bukan tanpa perhitungan. Oleh karenanya saya juga sangat heran apabila ini kita majukan ke dalam mandala perang ibu kota. Ibu kota ini adalah sebetulnya markas komando untuk melawan ancaman dari luar. Dan di abad informatika/IT ini, markas komando negara dimanapun bisa yang penting aman. Ditempatkan di Papua pun tidak masalah, karena semua prasarana untuk mendukung itu ada.
Oleh karenanya dengan rasa hormat saya kepada negara, adalah tidak bijak kita memindahkan IKN Baru ke Kaltim. Hal yang paling menyakitkan atau hal yang paling mendalam, saya tidak tahu mekanisme yang dipakai pemerintah, dan tiba-tiba Jokowi memerintahkan kita pindah kesana. Tidak bisa begitu!!
Kalau kita menganut Pancasila dan UUD 1945 yang asli, Presiden itu adalah mandataris daripada MPR. Sehingga apapun yang dia kerjakan atas perintah MPR, karena disitulah sebetulnya kedaulatan bangsa ini, kedaulatan rakyat disini.
Tapi apa lacur kita lihat sekarang empat kali amandemen, justru MPR dimandulkan, dibancikan sebanci-bancinya. Oleh karenanya saya datang ke kantor bapak Ketua DPD. Mari bersama-sama kita bangkitkan, kita fungsikan kembali MPR ini.
Agar supaya kedepan suara rakyat itulah suara yang dijalankan, itulah suara yang harus kita junjung. Bukan kita ikuti suara seorang kepala negara. Dia hanya mandataris dari pada MPR.
Khusus untuk pindah IKN ke garis depan, sulit bagi kami terima dan itu tidak bijak, sangat tidak bijak. Saya kira cukup pidato saya ini, terima kasih.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 2): Guncangan di Ruang Reformasi dan Bayang-Bayang Operasi Garis Dalam

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 1) : Walkout, Ketegangan, dan Polemik Komisi Reformasi Polri

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri



live camsJanuary 18, 2025 at 5:42 am
… [Trackback]
[…] There you will find 54589 additional Info to that Topic: zonasatunews.com/nasional/ikn-baru-mengumpan-nkri-siap-dimangsa-china/ […]