Oleh: Jilal Mardhani
Kemarin, rombongan kepimpinanan KPU tahun ini, divonis ‘Peringatan Keras untuk Terakhir Kalinya’, gara-gara menabrak prosedur pencalonan Gibran dengan cara seenak udel mereka.
Tapi mungkin tak banyak yang ingat — atau malah sudah melupakan — sosok Hasyim Asy’ari, Ketua KPU yang di-‘peringatkan-dengan-keras-untuk-terakhir-kalinya’ kemarin itu, tak sampai setahun lalu, juga sudah divonis serupa. Sama-sama ‘keras’ dan sama-sama ‘terakhir kalinya’.
April 2023 lalu, setelah gonjang-ganjing pelecehan seksual — walau kemudian Hasnaini Moeis, sang ‘Wanita Emas’ yang mengaku sebagai korban Hasyim, mencabut laporannya, DKPP tetap berkesimpulan bahwa Ketua KPU itu melanggar etika berat sehingga divonis ‘Peringatan Keras Untuk Terakhir Kalinya’.
(“Memutuskan mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi ‘peringatan keras terakhir’ kepada Teradu Hasyim Asy’ari selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis Heddy Lugito dalam sidang DKPP, Senin (3/4/2023), news.detik.com-RED)
Rupanya begitu banyak yang mudah melupakan peristiwa ‘menjijikkan’ itu, meski belum sampai setahun yang lalu. Bahkan mungkin hakim-hakim yang menjatuhkan putusan kemarin, lupa kalau Hasyim Asy’ari pernah divonis serupa.
Atau ‘hukum acara’ DKPP membeda-bedakan atas kasusnya?
Seolah kasus ‘pelecehan dan kepantasan jabatan’ terpisah dari ‘pelanggaran prosedur dalam menerima pencalonan Gibran.
Begitulah hari ini.
Mungkin, banjir dan mudahnya informasi menyebar, mengikis struktur ingatan dan empati kita terhadap hal-hal yang penting dan perlu ditegakkan. Yakni moral dan etika. Hal yang sejatinya ‘luar biasa’ jadi ‘biasa-biasa’ saja.
* * *
Beberapa tahun lalu saya mendapatkan souvenir berupa kumpulan kartu bergambar korban-korban pembunuhan politik yang dirancang Komunitas Rumah Kahanan bersama Galeri Foto Jurnalistik Antara.
Malam tadi saya menyalin 6 di antaranya. Bergambar mereka yang hilang maupun dihilangkan ‘pertikaian politik’ Indonesia.
Mungkin anda lupa.
Mungkin tak tahu karena bagian dari kalangan milenial dan generasi Z.
Tapi saya yakin Anda yang memiliki hati nurani dan berempati pada nilai-nila peradaban dan kemanusiaan, akan peduli jika mengetahuinya.
Maka bila gunakan kemewahan teknologi informasi yang ada di genggaman anda. Cobalah ‘google’ mereka.
Semoga akal sehat dan nurani kita semua bisa terpelihara menghadapi keburukan politik kekuasaan yang sedang dipertontonkan kini.
BACA JUGA:
- Guru Besar Universitas Brawijaya: Indonesia akan chaos jika Prabowo-Gibran menang
- Politikus PDIP dapat informasi valid Megawati akan ditangkap
EDITOR: REYNA
Related Posts

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Dusta Yang Ingin Dimediasi

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%



No Responses