Kegagalan Gerakan Reformasi

Kegagalan Gerakan Reformasi
Daniel Mohammad Rosyid

Oleh: Daniel Mohammad Rosyid @Rosyid College of Arts

Tokoh-tokokh gerakan Reformasi 1998 seperti Ray Rangkuti dan Abraham Samad sudah mengakui kemerosotan demokrasi, dan kegagalan pemberantasan korupsi, namun masih membangga-banggakan Pilpres dan Pilkada langsung. Keduanya hanya menyalahkan Jokowi. Padahal Jokowisme sebagai paham memburu kekuasaan bukan memburu kebajikan adalah anak kandung UUD2002 yang mereka ciptakan untuk mengganti UUD1945. Kaum reformis lalu berharap dengan reformasi jilid 2.

Hemat saya, walaupun diakui oleh Ray Rangkuti bahwa sebagian besar kawan-kawan reformis mereka telah mengidap Jokowisme, mereka gagal menyadari bahwa Pilpres langsung yang mereka bangga-banggakan itu justru telah melahirkan Jokowi dan korporatokrasi perusak demokrasi yang justru mereka pernah perjuangkan. Logika para reformis itupun kini bengkok sebengkok Pilpres.

Mereka kini masih mencoba medeligitimasi kepresidenan Prabowo yang harus memanfaatkan pengaruh Jokowi untuk memenangkan Pilpres 2024. Pemilu ala UUD2002 adalah pemilu yang paling rumit di permukaan planet ini, dengan kelemahan sistemik yg nyata, namun masih dipuja sebagai pencapaian paling ikonik gerakan reformasi. Di samping makin mahal, Pilpres langsung tidak pernah menghasilkan kepresidenan dengan legitimasi yg meyakinkan. Hasil Pilpres nyaris selalu disengketakan di MK.

Pilpres langsung ala UUD2002 ini melibatkan 160 juta pemilih di 800 ribuan TPS yang tersebar di sebuah bentang alam kepulauan seluas Eropa dengan kesenjangan sosial dan spasial yg menganga besar. Yang terjadi bukanlah pemilihan presiden yg penuh pertimbangan, tapi adalah sebuah proses asal pilih massal yang bisa digambarkan sebagai Olsonian mass random voting yang manipulasinya akan mahal sekali, karena cenderung akan menguntungkan paslon yg berada di tengah untuk pilpres dengan 3 paslon. Makin besar jumlah pemilihnya, efek Olson ini akan makin berpengaruh. Sudah bisa diramalkan secara statistik, bahwa paslon Prabowo-Gibran yg terundi di nomor 2 akan memenangkan Pilpres 2024. Kemenangan satu putaran justru disebabkan blunder oleh paslon 03 Ganjar-Mahfud yg memilih menyerang Jokowi yg sedang amat populer.

Karena validitas data pemilih, independensi KPU dan MK yang meragukan, dan biaya logistik yang tinggi disebut Prabowo sebagai pIlpres yang brutal, dan mahal. Pilpres langsung ini adalah pilpres asal coblos yg mengarah pada asal pilih karena kompleksitas memilih paslon presiden bagi kebanyakan pemilih yang tidak punya waktu banyak untuk meneliti dan tidak tahu cara melakukan pairwise comparison. Bahkan, paslon ini hasil jual beli partai politik, sehingga yg terpilih hanya petugas partai.

Memilih capres dan cawapres melalui musyawarah oleh anggota MPR yg terpilih jauh lebih bijaksana, murah, transparan dan akuntabel. Presiden terpilih adalah mandataris MPR dengan tugas menjalankan GBHN yg dirumuskan oleh MPR. UUD2002 menggusur MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sementara kriteria pemilihan bergeser dari keterwakilan menjadi keterpilihan yg mahal sekali. Akibatnya, jagad politik dikuasai oleh para bandit, badut, dan bandar politik yang berperilaku sebagai glembuk, gendham dan copet suara selama Pemilu yang nyaris selalu memilukan publik pemilih. Saya heran fakta ini lolos dari pengamatan Ray Rangkuti dkk yg tampak masih membanggakan keberhasilan mereka menjatuhkan Soeharto, tapi telah melahirkan Jokowi.

Gunung Anyar, Surabaya. 26 Mei 2025

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K