Kisah Tasripin, Konglomerat Asli Indonesia Yang Setara Ratu Belanda di Era Kolonial

Kisah Tasripin, Konglomerat Asli Indonesia Yang Setara Ratu Belanda di Era Kolonial
Rumah Tasripin

ZONASATUNEWS.COM – Pada masa kolonial Hindia-Belanda, di Semarang pernah hidup seorang tuan tanah asli Indonesia yang dikenal juga sebagai pengusaha kerajinan kulit kaya raya yang bernama Tasripin.

Tasripin lahir pada tahun 1834, empat tahun usai perang Jawa selesai. Ia hidup satu zaman bersama sang raja gula Semarang, Oei Tiang Ham. Melansir dari Good News From Indonesia berikut kisahnya.

Tanah kepunyaan Tasripin diketahui pernah membentang di daerah Semarang timur. Ia punya banyak aset tanah dan bangunan dari sepanjang jalan Bojong, sekarang Jalan Pemuda, kampung-kampung Jalan Mataram, dan masih banyak.

Peninggalan milik Tasripin masih dapat banyak ditemui di sekitar Kampung Kulitan. Mayoritas rumah di Kulitan masih milik Tasripin.

Masih terdapat rumah dengan corak Melayunya yang merupakan campuran arsitektur masa kolonial.

“Tasripin membeli sejumlah tanah dari orang-orang Belanda untuk mengembangkan bisnisnya. Ia mempunyai rumah di daerah Jeruk Kingkit, Kampung Kulitan, Pederesan, Wot Prau, Gendingan, dan lainnya,” ujar Sri Buntoro, penggiat sejarah Semarang.

“Sebagian tanahnya juga digunakan untuk tempat tinggal para pekerjanya yang berasal dari pinggiran Semarang,” tambahnya.

Rekam Sejarah Sosok Tasripin

Melalui buku Sang Pemula, jurnalis Indonesia Tirto Adhi Surjo pernah melaporkan Tasripin sebagai pengusaha kulit yang sukses.

Menurut laporan dalam koran De Locomotief (10/5/1902), Tasripin mempunyai izin menyembelih ternak pada lokasi penjagalannya di Kampung Beduk.

Selain itu pemanfaatan kulit dari hewan ternak tersebut ialah dalam pengembangan wayang kulit.

S.Haryanto pada tulisan Pratiwimba Adiluhung: Sejarah dan Perkembangan Wayang, menjelaskan kalau Tasripin membuat wayang bergaya Yogyakarta yang dicampur gaya pesisiran.

Selain bisnis kulit hewan ternak, Tasripin turut memiliki pabrik es. Memang Bisnis Tasripin juga melebar ke bidang kopra, kapas, dan properti.

“Awalnya pengusaha penyamakan kulit kambing dan sapi. Lalu usaha kopra, kapas, properti rumah, di jalan Kolonel Sugiyono, Pemuda dan Mataram,” tulis Haryanto.

Berdasarkan laporan yang ditulis dalam koran Algemeen Handelsblad (26/10/1919), kekayaan Tasripin disebut hingga 45 juta gulden. Sedangkan pemasukan rata-rata perbulannya antara 35 hingga 40 ribu gulden.

Sebagai seorang keturunan suku Jawa yang menjalani hidup pesisir, sejak awal Tasripin telah terbiasa hidup dengan kultur berdagang.

Bisa dikatakan di awal abad XX, banyak pedagang Jawa yang mulai muncul, tetapi jumlahnya tak begitu banyak.

Setara dengan Ratu Belanda

Menjadi pengusaha artinya Tasripin harus bekerja sama bersama pemerintah Hindia Belanda. Namun dalam hatinya, Tasripin tidak menyukai penjajah ini.

Dirinya diketahui mempunyai jiwa nasionalis anti penjajahan. Lantaran ia menjadi pengusaha sukses tetapi statusnya adalah asli orang Indonesia.

“Pada masa kejayaannya, ia juga dikenal dekat dengan pemerintah Hindia Belanda. Ia bahkan menjadi satu-satunya pengusaha pribumi yang pernah mendapat kado ulang tahun dari Ratu Wilhelmina,” ujar Jongki Tio, story teller Semarang.

Kisah seorang pribumi kaya raya yang bernama Tasripin rupanya terdengar sampai Negeri Belanda.

Ratu Belanda Wihelmina, memberikan sejumlah uang koin yang kedua sisinya terdapat gambar wajah Sang Ratu.

Hadiah tersebut menjadi simbolisasi bentuk apresiasi atas kesuksesan Tasripin selama masa Hindia Belanda.

Uniknya, Tasripin meminta izin untuk menempatkan uang emas itu untuk menutupi ubin di rumahnya.

Saat telah dipasang, dirinya selanjutnya mengundang para pejabat Belanda untuk mengunjungi rumahnya.

Namun, pejabat tersebut terkejut lantas marah saat menyadari kalau uang emas yang dipakai menutupi ubin rumah Tasripin merupakan uang logam bergambar Ratu Wilhelmina. Akhirnya, Tasripin diminta mencopotnya.

Dirinya mengiyakan anjuran pejabat Hindia Belanda itu. Selanjutnya, datang sejumlah serdadu Belanda.

Namun usai mengetahui terdapat ubin bergambar Ratu Wilhelmina, para serdadu itu malah justru tak berani membongkarnya.

“Waktu itu, para serdadu Belanda rutin melakukan penggeledahan. Namun, rumah milik Tasripin tak pernah digeledah,” beber sejarawan Universitas Negeri Semarang, Ufi Saraswati.

“Sebab jika mereka masuk rumahnya sama saja dengan menghina Ratu Belanda,” ujar Ufi.

Para serdadu Belanda takut menginjak-injak wajah Ratu junjungannya dalam koin yang dipasang dilantai Tasripin. Dia tidak saja kaya, tetapi juga cerdas dan berani.

Secara tidak langsung sederajat dengan Ratu Wilhelmina bukan? (Sumber: jalantikus.com)

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

3 Responses

  1. cb tokensNovember 25, 2024 at 11:29 pm

    … [Trackback]

    […] Read More here to that Topic: zonasatunews.com/nasional/kisah-tasripin-konglomerat-asli-indonesia-yang-setara-ratu-belanda-di-era-kolonial/ […]

  2. Sevink MolenDecember 4, 2024 at 10:51 am

    … [Trackback]

    […] Read More Information here on that Topic: zonasatunews.com/nasional/kisah-tasripin-konglomerat-asli-indonesia-yang-setara-ratu-belanda-di-era-kolonial/ […]

  3. cam coinsDecember 6, 2024 at 5:36 pm

    … [Trackback]

    […] Info on that Topic: zonasatunews.com/nasional/kisah-tasripin-konglomerat-asli-indonesia-yang-setara-ratu-belanda-di-era-kolonial/ […]

Leave a Reply