Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (22)

Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (22)
Dr Muhammad Najib, Duta Besar RI untuk Spanyol dan UNWTO

Oleh: Budi Puryanto, Jurnalis

 

Teropong Bintang dan Observatorium

Dr Muhammad Najib, Dubes RI untuk Spanyol dan UNWTO mengatakan para ilmuwan muslim banyak merintis dalam ilmu-ilmu astronomi yang menjadi fondasi ilmu astronomi modern saat ini.Juga ilmu yang lain seperti optik, penerbangan, algoritma, fisika, kimia, kedokteran, dan teknologi terapan seperti teknologi kertas, tinta, keramik, persenjataa, hingga tekstil dan pertanian.

Teropong bintang Al Makmun

Dimulai dari Khalifah Abassiyah Al-Ma’mum yang membuat teropong diatas gunung Qasiyun, Damaskus, Syamsyiah di Baghdad, kemudian dibangunlah teropong di penjuru negeri Islam yang bermacam-macam. 

Di negeri Persia ada juga teropong Maragha yang dibangun oleh Nasiruddin Ath-Thusi yang merupakan teropong yang besar dan terkenal.

Selain tempat-tempat tersebut sebenarnya ada beberapa tempat peneropongan lain seperti tempat teropong Ulugh Beg yang terletak di Samarkand, tempat teropong Ibnu Satir yang terletak di Syam, dan tempat teropong Ad-Dinawariyi di Asfaha, dan masih banyak lagi tempat teropong pada masa itu.

Teropong bintang atau teleskop ini menjadi instrumen kunci dalam pengamatan astronomi, dan merupakan pembuka bagi penelitian benda-benda langit.

Seiring bermunculannya tempat peneropongan benda langit, mulai muncullah karya-karya ilmuwan muslim, misalnya adalah Abdurrahman as-Sufi yaitu ilmuwan pertama yang meletakkan jadwal secara detail bintang-bintang yang terbit.

Bukunya Al-Kawakib ats -Tsabit al -Musawwar, merupakan katalog bintang hasil dari pengamatannya dan berisi mengenai nebula pada Galaksi Andromeda.

Buku ini sangat penting sampai sekarang bagi yang meneliti tentang sejarah bintang-bintang, tempat orbit dan pergerakannya.

Observatorium Giralda

Jabir bin Aflah yang dikenal oleh dunia Barat sebagai Geber.adalah astronom Muslim pertama di Eropa yang membangun Observatorium Giralda. Observatorium ini terletak di kota kelahirannya, Seville.

Di bidang astronomi, Jabir bin Aflah berperan dalam menciptakan sfera cakrawala yang mudah dipindahkan untuk mengukur dan menjelaskan pergerakan obyek langit.

Selain itu, ia sering mengkritik pandangan dan pemikiran Ptolomeus, terutama terkait planet yang paling dekat dengan matahari, serta memiliki karya berjudul Islah al-Majisti, yang sangat berpengaruh terhadap para astronom Muslim, Yahudi, dan Kristiani.

Adapun karya astronominya yang terkenal sebuah buku berjudul The Book of Astronomy. Salinan buku ini sampai sekarang masih tersimpan di Berlin.

BACA JUGA:

Dalam buku tersebut, Jabir dengan tajam mengkritik beberapa pandangan dan pikiran astronom Ptolemaneus, terutama pendapat yang menegaskan bahwa planet-planet yang paling dekat dengan matahari–merkurius dan venus–tidak mempunyai nilai parallax, yaitu perubahan kedudukan suatu benda karena perpindahan tempat pengamatan.

Jabir sendiri memberi nilai parallax sekitar 3 derajat untuk matahari. Juga menyatakan bahwa planet-planet lebih dekat dengan bumi daripada dengan matahari.

Kawah Ibnu Yunus 

Di permukaan bulan ada sebuah kawah yang bernama Ibnu Yunus, sebagai penghargaan masyarakat astronomi dunia kepadanya, atas besarnya sumbanagn Ibnu Yunus dibidang ilmu astronomi.

Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali abi Said Abd al-Rahman ibnu Ahmad ibnu Yunus al-Sadafi al-Misri. Karya penting Ibnu Yunus dalam astronomi yang lainnya adalah kitab Ghayat al-Intifa. Kitab itu berisi tabel bola astronomi yang digunakan untuk mengatur waktu di Kairo, Mesir hingga abad ke-19 M. Di abad 10 M, Ibnu Yunus adalah manusia yang telah mampu menjelaskan 40 planet dan mengamati 30 gerhana. Ia mampu menjelaskan konjungsi planet secara akurat yang terjadi pada abad itu.

Menurut John J O’Connor dan Edmund F Robertson dalam karyanya Abu al-Hasan Ali ibnu Abd al-Rahman Ibnu Yunus, di abad ke-19 M, Simon Newcomb menggunakan teori Ibnu Yunus untuk menentukan percepatan bulan.

Ibnu Yunus juga telah membuat rumus waktu. Ia menggunakan nilai kemiringan sudut rotasi bumi terhadap bidang ekliptika sebesar 23,5 derajat. Tabel tersebut cukup akurat, walaupun terdapat beberapa error untuk altitude yang besar.

Ia menghabiskan masa hidupnya selama 30 tahun dari 977-1003 M untuk memperhatikan benda-benda di angkasa. Dengan menggunakan astrolabe yang besar, hingga berdiameter 1,4 meter, Ibnu Yunus telah membuat lebih dari 10 ribu catatan mengenai kedudukan matahari sepanjang tahun.

EDITOR: REYNA

 

 

 

Last Day Views: 26,55 K