Oleh: Hendri Toni
(Pengamat pendidikan dan sosial ,alumi IPB Bogor)
Menyontek menurut Kamus Besar Indonesia adalah mencontoh ,meniru, atau mengutiptulisan ( Hartanto, 2012),Hornby ( Dalam Haryono 2001) mengatakan bahwa menyontek adalah tindakan secara tidak jujur atau tidak adil untuk memperoleh keuntungan, khususnya dalam suatu permainan, membuat peraturan atau ujian.
Menyontek, praktik yang mungkin sering dianggap sepele dan seringkali diabaikan oleh banyak pihak, sebenarnya adalah bibit dari perilaku koruptif yang lebih besar di masa depan.Bagi pelaku penyontek ,memang menyenangkan karena tanpa susah payah mereka bisa berhasil sesuai yang mereka inginkan dan perbuatan mereka merugikan orang sekitar yang sedang membangun integritas kolektif. Dalam dunia pendidikan, menyontek bukanlah hal baru. Dari siswa sekolah dasar hingga mahasiswa di perguruan tinggi, menyontek seolah menjadi bagian dari budaya belajar yang sulit diberantas. Padahal, kebiasaan ini dapat menjadi akar dari perilaku tidak jujur yang lebih serius dan merusak tatanan masyarakat, yaitu korupsi.
Fenomena menyontek sering kali dimulai dari hal-hal kecil. Sebuah bisikan jawaban saat ujian, menyalin pekerjaan rumah teman, atau bahkan menggunakan perangkat teknologi untuk mencari jawaban instan. Praktik-praktik ini mengajarkan kepada pelakunya bahwa hasil yang didapat tanpa usaha sendiri adalah sesuatu yang dapat diterima. Lebih jauh lagi, menyontek menumbuhkan sikap tidak menghargai proses dan usaha, serta mengedepankan hasil instan tanpa memperhatikan etika dan moral.
Dalam perspektif yang lebih luas, menyontek bisa dilihat sebagai bentuk pelanggaran integritas yang pertama kali. Ketika seseorang terbiasa untuk mendapatkan apa yang diinginkan tanpa mempedulikan cara yang benar, maka ia akan cenderung membawa kebiasaan ini ke dalam kehidupan profesionalnya. Korupsi, yang pada dasarnya adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, bisa jadi merupakan kelanjutan dari sikap dan kebiasaan yang dibentuk sejak dini melalui menyontek.
Pendidikan seharusnya menjadi sarana untuk membentuk karakter yang kuat dan integritas yang tinggi. Sayangnya, ketika budaya menyontek dibiarkan tumbuh subur, tujuan mulia dari pendidikan itu sendiri terancam. Oleh karena itu, peran guru, orang tua, dan seluruh elemen masyarakat sangatlah penting dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan kerja keras kepada anak-anak sejak dini. Pemberian sanksi yang tegas serta pendekatan yang mendidik perlu diterapkan untuk meminimalisir perilaku menyontek.
Menyontek adalah cikal bakal dari banyak permasalahan yang lebih besar di kemudian hari. Apabila generasi muda dibiarkan tumbuh dengan kebiasaan ini, bukan tidak mungkin kita akan terus menghadapi masalah korupsi yang tak kunjung usai. Mendidik generasi penerus dengan nilai-nilai kejujuran dan integritas sejak dini adalah investasi jangka panjang untuk membangun bangsa yang bersih dari korupsi.
Dalam konteks yang lebih luas, upaya untuk memberantas korupsi tidak bisa hanya dilakukan dengan memperketat pengawasan dan penegakan hukum. Perlu adanya upaya yang sistematis dan berkelanjutan untuk membangun budaya antikorupsi sejak dini. Menyontek mungkin terlihat sepele, namun dampaknya sangat besar jika dibiarkan berkembang. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama membangun kesadaran akan pentingnya integritas dalam setiap aspek kehidupan, dimulai dari hal-hal kecil seperti ujian di sekolah.
Menyontek adalah langkah pertama menuju perilaku koruptif. Dengan menghentikan kebiasaan ini, kita bisa membangun masa depan yang lebih bersih dan jujur. Sebagai masyarakat yang peduli, kita harus berkomitmen untuk menanamkan nilai-nilai positif kepada generasi penerus, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi individu yang berintegritas tinggi dan mampu membawa perubahan positif bagi bangsa dan negara.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Dusta Yang Ingin Dimediasi

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%



No Responses