Profil Sang Pabrik: PT Peter Metal Technology Indonesia
Nama PT Peter Metal Technology Indonesia (PMT) mungkin asing bagi publik, tetapi bagi kalangan industri peleburan, perusahaan ini termasuk pemain signifikan di kawasan industri Cikande, Serang, Banten.
Berdiri sekitar dua dekade lalu, PMT bergerak di bidang peleburan baja, dengan produk akhir berupa billet dan batang baja yang kemudian dipasarkan ke berbagai industri konstruksi. Seperti mayoritas pabrik baja lain di Indonesia, PMT mengandalkan bahan baku utama berupa scrap metal – besi dan baja bekas yang dilebur kembali untuk dijadikan baja baru.
Data produksi menunjukkan kapasitas PMT mencapai puluhan ribu ton per tahun. Itu berarti kebutuhan scrap metal mereka sangat besar, dan mustahil dipenuhi hanya dari dalam negeri. Maka, jalur impor menjadi pintu masuk utama.
Rantai Impor yang Rawan
Investigasi awal menunjukkan bahwa PMT mengimpor scrap metal dari berbagai negara, mulai dari Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Australia, hingga negara-negara di kawasan Eropa Timur.
Scrap metal adalah bisnis bernilai miliaran dolar. Namun di balik itu ada sisi gelap: di banyak negara maju, scrap sering bercampur dengan sisa peralatan medis, limbah industri, hingga perangkat laboratorium yang sudah kadaluarsa. Sebagian dari perangkat itu mengandung isotop radioaktif, termasuk Cesium-137.
“Kalau tidak ada pemilahan yang ketat sejak di negara asal, kemungkinan zat radioaktif ikut masuk dalam tumpukan scrap itu sangat besar,” kata seorang mantan pejabat pengawas impor logam, yang meminta namanya disamarkan.
Di pelabuhan-pelabuhan utama Indonesia, seperti Tanjung Priok atau Tanjung Perak, seharusnya tersedia radiation portal monitor—semacam gerbang detektor radiasi untuk setiap kontainer. Namun, sumber di kalangan bea cukai mengakui bahwa peralatan itu kerap bermasalah. Ada yang rusak, ada yang tidak dikalibrasi, bahkan ada dugaan sengaja “dibypass” demi mempercepat arus logistik.
Kronologi Investigasi Bapeten dan KLHK
Setelah temuan udang terkontaminasi di Amerika, Bapeten mengirim tim investigasi ke Serang. Awalnya, fokus hanya ke pabrik udang beku. Tetapi hasil pengukuran radiasi menunjukkan anomali: paparan tidak berasal dari dalam pabrik, melainkan dari area sekitar.
Tim kemudian memperluas penyisiran. Mereka mendapati tujuh hingga delapan titik kontaminasi, termasuk sebuah warung warga yang berjarak hampir satu kilometer dari pabrik udang.
Kecurigaan pun mengarah ke kawasan industri baja. Dari sinilah nama PT PMT muncul. Saat tim masuk ke area pabrik, meter Geiger langsung melonjak drastis. Dosis radiasi yang terdeteksi di sekitar tungku peleburan baja PMT adalah yang tertinggi di seluruh area Cikande.
KLHK segera bertindak: pabrik disegel, aktivitas dihentikan, dan kawasan dijadikan zona karantina. Sejumlah pekerja diperiksa kondisi kesehatannya, sementara BRIN dan Bapeten melakukan sampling tanah, debu, serta material baja yang baru dilebur.
Hasil awal: indikasi kuat bahwa scrap metal impor yang dilebur di PMT menjadi sumber “pasien nol” radiasi Cesium-137.
Misteri yang Masih Menggantung
Namun, hingga kini masih ada pertanyaan besar:
Dari negara mana tepatnya scrap berbahaya itu berasal?
Apakah benar lolos karena pengawasan di pelabuhan yang lemah, atau ada permainan mafia impor scrap metal?
Dan berapa lama sebenarnya paparan radiasi sudah berlangsung, sebelum terbongkar lewat “udang beku” di Amerika?
Sebuah sumber investigasi menyebut, rantai impor scrap metal rawan dimanfaatkan sebagai “jalur belakang” pembuangan limbah berbahaya dari negara maju ke negara berkembang. Jika benar demikian, kasus Cikande hanyalah puncak gunung es.
Ancaman Senyap di Balik Baja
Dari balik pagar PT PMT, cerita ini menyingkap rapuhnya sistem pengawasan Indonesia terhadap limbah berbahaya. Jika scrap metal yang terkontaminasi radioaktif bisa masuk tanpa terdeteksi, maka tidak ada jaminan kasus serupa tidak terjadi di pabrik baja lain.
Cesium-137 bukan sekadar kontaminan industri: ia adalah ancaman senyap yang bisa merusak kesehatan manusia selama puluhan tahun. Warga sekitar Cikande, yang selama ini hidup berdampingan dengan pabrik baja, kini menunggu jawaban: sudah sejauh mana mereka terpapar?
Misteri masih jauh dari selesai. Yang jelas, “pasien nol” sudah ditemukan: sebuah pabrik baja berbahan baku impor. Dari sanalah, babak baru investigasi radiasi Cikande dimulai.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri

Subuh, Kolaborasi, Kepedulian, dan Keberkahan

Dukung Revisi PP 50/2022, Ketua Umum APKLI-P: Praktek Tax Planing PPH 0,5% UMKM Puluhan Tahun Dibiarkan

LPG, LNG, CNG dan Kompor Induksi, Solusi Emak Emak Swasembada Energi Di Dapur

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Jokowi, Oh Jokowi

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (2): Menumpas PKI dan Menghindarkan Indonesia dari Negara Komunis

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Rusia mengatakan resolusi PBB tentang Gaza bertentangan dengan keputusan internasional tentang Negara Palestina

Fondasi Hubungan Antara Manusia dalam Perspektif Islam


No Responses