Pelajaran berharga dari Turkistan, 74 Tahun Dijajah China

Pelajaran berharga dari Turkistan, 74 Tahun Dijajah China
Bendera Turkistan Timur

JAKARTA – Seorang mahasiswa Indonesia diluar negeri menceritakan pengalamnnya saat bertemu dengan mahasiswa dari Turkistan. Kami tuliskan dalam penuturannya (aku).

Aku berdiri di depan asrama berharap ada yang berbaik hati memberikan tumpangan gratis ke kampus. Alhamdulillah Allah kabulkan. Sebuah mobil yang aku tak ingat apa mereknya, yang ku tahu mobil itu masih baru dan berbentuk mirip seperti Honda CRV, berhenti di hadapanku.

“Mau kemana? Ayo ikut.” Ajaknya ramah, dengan Bahasa Arab.

“Mau ke Jamiah?.” Tanya ku balik.

“Iya, ayo! Naik cepat.”

Aku langsung naik. Aku duduk disisi kanannya. Dia mulai menginjak pedal, lalu mobil pun melaju.

“Apa kabar akhi? Sehat?” Tanya pria berwajah Turki itu.

“Alhamdulillah sehat. Anta apa kabar?”

“Sehat alhamdulillah, ohya dari Indonesia atau Malaysia?”.

“Dari Indonesia. Anta dari mana?”

“Ana dari Turkistan, tau Turkistan? Turkistan itu letaknya dibawah China.” Jelasnya.

“Ooh iya. Masih Asia berarti ya. Gimana kehidupan di Turkistan?” Tanyaku.

“Akhi, kehidupan kami jadi begitu porak-poranda semenjak China masuk ke negara kami. Sekarang saja passport ana tertulis China.”

“Apa?? Kok bisa? Bukannya Turkistan negara sendiri?? Kok bisa pasportnya China?” Tanyaku heran.

Dia menarik nafas panjang seakan ada beban berat yang dia pikul.

“Ana sudah 9 tahun tidak pulang ke Turkistan.” Keluhnya.

“Loh?? Kok bisa??”

“Begini akhi, sekitar 60 tahun yang lalu, mereka orang-orang China datang baik-baik ke negara kami, bekerja, melancong, dll. Dengan berjalannya waktu, pemerintahan kami lalai dan menganggap keberadaan mereka biasa saja. Padahal pergerakan mereka massif, diam tapi pasti, targetnya panjang. Lalu jumlah mereka semakin banyak, banyak yang sudah mengambil warga negara Turkistan. Pemerintahan kami tetap tidak sadar. Dan akhirnya mereka (China) melakukan kudeta. Presiden kami mereka bunuh. Pemerintahan jatuh ke tangan mereka. Pada saat kudeta itu, ratusan ribu pribumi pindah ke bermacam negara lain. Karena kekejaman kekuasaan China. Dulu mereka hanyalah tukang sapu, sekarang kami yang mereka sapu.” Jelasnya panjang.

“Lalu bagaimana kehidupan disana?” Tanyaku balik.

“Disana semuanya serba ketat akhi. Kenapa ana sudah 9 tahun tidak balik ke Turkistan?! Karena mereka melarang siapapun pergi belajar ke negara Islam. Ketika pembuatan pasport mereka mensyaratkan tidak boleh pergi ke Negara Islam, seperti Saudi dan Turki. Akhirnya ana bilang bahwa ana mau kuliah ke Jepang, dari Jepang ana ke Saudi. Mereka berikan izin. Nah, jika kembali ke Turkistan, lalu mereka lihat di passport tertulis negara Islam. Ana akan dipenjara kurang lebih 10 tahun. Dan di Turkistan sekarang ini, setiap hari orang-orang China berdatangan ke Turkistan, ribuan orang. Mereka diberikan tempat tinggal, diberi pekerjaan dan fasilitas. Sedangkan orang orang pribumi, dikekang bahkan diusir.” Terangnya dengan raut muka yang begitu sedih.

Mobil kami masih melaju di jalan raya, dengan kecepatan 90-100 km/jam. Sudah setengah jarak yang kami lewati untuk sampai ke kampus.

“Jadi gimana kehidupan muslim disana?” Tanyaku penasaran.

“Sholat dilarang, adzan dilarang. Jilbab kalau warna hitam akan dirobek ditempat. Jenggot dilarang. Setiap beberapa meter ada pemeriksaan. Handphone diperiksa, jika ada tulisan Allah atau ayat Quran maka bisa ditangkap dan dipenjara. Tidak boleh mengucapkan kata jihad. Kalau bertamu harus melapor dulu. Kalau tidak melapor tuan rumah bisa dipenjara 10 tahun. Beli pisau agak besar dilarang.” Sesalnya.

Sepertinya banyak hal yang susah dia ungkapkan. “Selama 9 tahun kalau liburan ana pergi ke Turki, istri orang Turki.” Lanjutnya.

Aku bisa bayangkan bagaiman kehidupan mereka. Berat, terkekang, terjajah.

“Ya Allah..! Jaga negaraku tercinta. Jaga Indonesia. Dan biladal muslimin.” Doaku dalam hati.

“Sekarang di Indonesia, mereka (China), semakin banyak saat ini. Masuk di perekonomian. Bahkan sudah masuk pemerintahan.” Curhatku, aku mulai khawatir dengan keadaan negaraku saat ini. Mobil kami sudah hampir tiba di kampus.

“Wah.. akhi..! Jangan sampai kalian tertidur atau lalai sedikitpun. Jangan sampai pemerintah kalian menganggap enteng hal ini. Keberadaan mereka merusak sekali. Mereka tak punya perikemanusiaan..!!” Tegasnya.

Mobil kami tiba di kampus. Dan akhirnya aku mengucapkan terima kasih atas tumpangannya.

Na’udzubillah….
Tsumma na’udzubillah…

Kalau tidak percaya coba kalian googling negara Turkistan, akan ada banyak informasi di sana.

Turkistan Negeri Islam yg hilang.

74 Tahun Dijajah China, Turkistan Timur Terus Cari Kedilan

Pemerintah Turkistan Timur di Pengasingan (ETGE) terus mencari pengakuan internasional agar bisa mengutuk China yang telah menginvasi tanah mereka selama lebih dari tujuh dekade.

Mengutip ANI News pada Kamis (19/10), Turkistan Timur merupakan sebuah negara yang dijajah oleh China dan kemudian diubah namanya menjadi Xinjiang yang berarti “wilayah baru” atau “koloni”.

Tanggal 12 Oktober lalu, merupakan peringatan 74 tahun invasi militer China ke Turkistan Timur. Menandai hari kelam di mana negara merdeka itu diserang dengan kekuatan penuh oleh tetangganya pada 1949 lalu.

Perdana Menteri ETGE, Salih Hudayar menegaskan bahwa peringatan ini merupakan momen penting untuk kembali memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan bagi Turkistan Timur.

Dia mendorong komunitas internasional secara resmi mengakui Turkistan Timur sebagai negara yang dijajah dan menyeret China ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas kejahatan perang dan genosida yang mereka perbuat di negara mereka.

“Invasi China adalah tindakan agresi brutal yang telah menyebabkan kolonisasi, genosida, dan pendudukan selama beberapa dekade,” tegasnya, seperti dikutip Rmol.

Wakil Presiden ETGE Abdulahat Nur mengatakan, terpilihnya kembali China sebagai anggota DK PBB merupakan lelucon baru yang menodai prinsip-prinsip dasar PBB.

“Ini bukan sekadar tamparan bagi masyarakat Turkistan Timur. Ini adalah pengkhianatan terhadap hak asasi manusia dan keadilan global,” kata Nur.

Hanya sebelas hari setelah Partai Komunis China (PKC) memproklamirkan pendirian Republik Rakyat China, mereka melakukan invasi skala penuh terhadap negara berdaulat Turkistan Timur pada 12 Oktober 1949.

Invasi ini difasilitasi oleh pembunuhan lebih dari 30 pemimpin politik dan militer senior Republik Turkistan Timur oleh Uni Soviet pada akhir Agustus hingga September 1949.

Agresi China mengakibatkan tewasnya 1.200.000 warga Turkistan Timur hingga akhir tahun 1952.

Sejak itu, Turkistan Timur dan rakyatnya telah menjadi sasaran kampanye kolonisasi, asimilasi, dan pendudukan yang brutal, yang meningkat menjadi genosida setelah tahun 2014.

Kampanye ini mencakup penahanan massal lebih dari 3 juta warga Uighur, Kazakh, Kyrgyzstan, dan masyarakat Turki lainnya di kamp konsentrasi, penjara, dan kamp kerja paksa.

Sterilisasi massal dan pemerkosaan terhadap perempuan Uighur dan Turki, penghancuran lebih dari 16.000 situs budaya dan keagamaan dan pemisahan paksa lebih dari 880.000 anak Uighur dari keluarga mereka. 

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K