Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi, Seorang warga negara Indonesia-Amerika yang tinggal di New York.
Kunjungan saya baru-baru ini ke Indonesia awalnya untuk urusan pribadi dan keluarga. Namun, kunjungan tersebut dipublikasikan di media sosial, dan banyak teman di berbagai kota menyampaikan harapan mereka agar saya dapat mengunjungi mereka. Alhasil, saya dijadwalkan untuk memberikan ceramah di beberapa kota, termasuk Cianjur, Makassar, Batam, Surabaya, Sidoarjo, Jember, dan Jakarta.
Biasanya, tema yang diminta di tempat-tempat tersebut adalah perkembangan Dakwah dan Islam di Amerika dan dunia Barat pada umumnya. Namun, karena isu Palestina yang sedang berlangsung, khususnya genosida Gaza, saya sering diminta untuk berbagi pandangan saya tentang masalah ini.
Perang Persepsi
Satu hal yang berulang kali saya koreksi dalam pertemuan-pertemuan tersebut adalah penggunaan kata “konflik” untuk menggambarkan isu Palestina-Israel. Hampir di mana-mana, mereka menggunakan istilah “konflik”. Saya tegaskan bahwa penggunaan kata ini merupakan kekeliruan dan kecerobohan, karena menyiratkan bahwa Palestina dan Israel adalah dua entitas yang seimbang yang saling berhadapan. Kenyataannya, satu negara (Israel) sedang menduduki dan menjajah negara lain (Palestina).
Kecerobohan dalam pemilihan kata mungkin tampak seperti kesalahan sepele, tetapi sebenarnya memiliki konsekuensi yang lebih dalam dan lebih fatal. Salah satu pertempuran berat yang kita hadapi adalah perang persepsi. Tidak mengherankan bahwa dengan media mereka yang kuat, mereka dapat meyakinkan dunia siapa yang diposisikan sebagai pejuang dan siapa yang diposisikan sebagai penjahat dalam isu Palestina-Israel.
Mereka yang memperjuangkan hak dan martabat mereka dicap sebagai teroris, sementara penjajah dan penjahat digambarkan sebagai pembela diri. Mereka berhasil membingkai insiden 7 Oktober sebagai titik awal kekerasan, membuat banyak orang lupa bahwa kekerasan dan kejahatan telah berlangsung selama lebih dari 75 tahun.
Saya mengingatkan semua ini agar kita dapat lebih cerdas dan meyakinkan dunia untuk melihat kebenaran sebagai kebenaran dan kepalsuan sebagai kepalsuan.
Meredupnya Harapan di Amerika
Tidak dapat dipungkiri bahwa Amerika memegang peranan penting dalam ketidakadilan yang terjadi di Palestina, khususnya di Gaza. Kesombongan dan kekejaman yang dilakukan Israel dimungkinkan oleh dukungan penuh Amerika. Berbagai resolusi yang berpihak kepada Palestina diveto oleh Amerika sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Genosida yang terjadi di Gaza saat ini juga karena dukungan dan bantuan militer AS kepada Israel yang menduduki wilayah tersebut.
Peran dan keterlibatan Amerika dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida di Gaza sebenarnya mengungkap realitas Amerika yang sebenarnya dalam masalah Palestina dan Israel. Pada prinsipnya, Amerika berada pada posisi yang selalu mendukung dan membela kejahatan dan penjajahan Israel.
Anehnya, masih banyak orang yang berharap Amerika dapat menyelesaikan dan menghentikan kejahatan dan genosida Israel. Saya melihat ini sebagai sikap yang paradoks dan menggelikan. Di satu sisi, mereka menuduh Amerika sebagai kaki tangan dalam genosida ini, dan di sisi lain, mereka penuh harapan bahwa Amerika akan membantu menyelesaikan penderitaan rakyat Palestina.
Bagi saya, ini menggelikan dan memalukan.
Dunia Islam Harus Mengambil Kendali
Sebaliknya, saya percaya bahwa umat Islam harus mengambil kendali untuk mengubah sikap Amerika terhadap Palestina. Komunitas Muslim di Amerika di satu sisi dapat memainkan peran penting dalam upaya ini. Melalui dakwah, pendidikan, dan partisipasi politik, serta kerja sama dengan berbagai segmen masyarakat, komunitas Muslim dapat bekerja untuk mengubah kebijakan Amerika.
Di sisi lain, peran Dunia Islam sangat penting dan dibutuhkan. Dunia Islam memiliki tanggung jawab yang signifikan dalam meringankan penderitaan dan membebaskan saudara-saudari kita di Palestina. Saya sangat percaya bahwa sikap Amerika terhadap Gaza tidak hanya karena pengaruh lobi Zionis, tetapi juga karena Amerika tidak merasakan perlawanan nyata dari negara-negara mayoritas Muslim. Kenyataannya adalah sebaliknya. Semoga Allah memberi petunjuk!
EDITOR: REYNA
Related Posts

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri

Subuh, Kolaborasi, Kepedulian, dan Keberkahan

Dukung Revisi PP 50/2022, Ketua Umum APKLI-P: Praktek Tax Planing PPH 0,5% UMKM Puluhan Tahun Dibiarkan

LPG, LNG, CNG dan Kompor Induksi, Solusi Emak Emak Swasembada Energi Di Dapur



No Responses