JAKARTA – Pertemuan antara sejumlah tokoh masyarakat dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di Gedung PTIK, Rabu 19 November 2025, berubah menjadi panggung ketegangan yang berujung pada aksi walkout. Suasana yang sejak awal terasa tertutup dan penuh pembatasan membuat sebagian peserta audiensi memilih meninggalkan ruangan sebelum dialog benar-benar dimulai.
Kolonel Purnawirawan Sri Rajasa Candra, salah satu tokoh yang hadir dalam pertemuan itu, menceritakan bagaimana sejak langkah pertama memasuki PTIK dirinya sudah merasakan suasana tidak biasa. Pemeriksaan di pintu masuk sangat ketat, sejumlah pertanyaan diajukan berulang, dan bahkan wartawan dilarang meliput. “Layaknya pertemuan rahasia,” katanya. Padahal, menurutnya, ini adalah sesi audiensi publik—yang mestinya dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat.
Sri Rajasa yang datang sedikit terlambat mendapati suasana ruangan sudah tak kondusif. Di depan forum, Ketua Komisi Reformasi Polri Prof. Jimly Asshiddiqie menyampaikan keputusan mengejutkan: empat tokoh yang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus ijazah Jokowi—Roy Suryo, Rismon, Dr. Tifa, dan Rizal—diminta keluar dari ruangan. Jika ingin tetap berada di dalam, mereka hanya boleh duduk di belakang dan tidak boleh berbicara.
“Ini aneh dan tidak lazim,” ujar Sri. Menurutnya, justru kehadiran para tersangka itu penting karena kasus mereka dapat menjadi raw model bagi tim reformasi untuk melihat bagaimana polisi menggunakan kewenangannya. Apalagi di ruangan itu hadir pula kuasa hukum Jokowi, yang dianggap akan memberikan sudut pandang berbeda. “Kalau mereka boleh bicara, kenapa Roy Suryo dan kawan-kawan tidak?” katanya mempertanyakan.
Keputusan sepihak itu memicu perundingan singkat. Refly Harun—yang menginisiasi pertemuan ini sekaligus kuasa hukum para tersangka—memutuskan untuk melakukan walkout. Sebagian besar peserta audiensi mengikuti langkah itu, termasuk Sri Rajasa, Said Didu, sejumlah pengacara, serta keempat tersangka. “Daripada diusir, lebih baik kita keluar dengan terhormat,” ujar Sri.
Menariknya, sebagian peserta memilih tetap bertahan di dalam ruangan, termasuk Faisal Segitiga dan beberapa purnawirawan lain. Namun Sri menegaskan bahwa mereka yang tetap tinggal tidak lagi mewakili kelompok besar yang melakukan walkout. “Silakan saja mereka bertahan, tapi itu aspirasi pribadi, bukan rombongan kami,” katanya.
Sri Rajasa juga menilai tindakan Ketua Komisi, Prof. Jimly, menunjukkan bahwa ia berada dalam tekanan—khususnya dari anggota komisi yang berasal dari unsur kepolisian, termasuk mantan Kapolri Tito Karnavian dan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sri mengaku menangkap adanya intervensi dari kelompok jenderal polisi di dalam tim reformasi yang sejak awal keberatan jika Roy Suryo c.s. dihadirkan.
“Mereka itu bagian dari orang-orang yang justru dulu menyebabkan polisi harus direformasi,” ujarnya, menyebut kelompok “geng Solo” dan warisan Satgas Merah Putih sebagai akar masalah. “Bagaimana mungkin mereka yang menjadi penyebab tuntutan reformasi justru sekarang jadi bagian dari tim reformasi itu sendiri?”
Ia menyebut langkah Komisi Reformasi Polri sebagai “reformasi setengah hati”. Suasana pertemuan yang tertutup, pelarangan wartawan, hingga penyingkiran peserta audiensi dari kelompok masyarakat sipil, menurutnya, menimbulkan kesan bahwa arah reformasi sudah didesain sejak awal. “Ini hanya kosmetika politik,” tegasnya.
Padahal, menurut Sri, fokus utama pertemuan itu adalah menyampaikan aspirasi publik tentang reformasi polisi, mulai dari dugaan arogansi aparat, penyalahgunaan kewenangan di masa lalu, hingga ketidakadilan dalam penanganan kasus ijazah Jokowi. “Bukan soal kasus ijazah saja. Itu hanya satu sampel kasus. Kami sudah bagi tugas—ada yang bicara soal kasus masa lalu, pagar laut, penyalahgunaan wewenang, dan banyak hal lainnya.”
Sri juga menegaskan bahwa para tersangka yang hadir, khususnya Roy Suryo dan Rismon, datang bukan untuk membuat kegaduhan, melainkan memberikan masukan sebagai peneliti dan ilmuwan. “Mereka hanya ingin menjelaskan bahwa apa yang mereka lakukan adalah pendekatan ilmiah terhadap dokumen publik. Kalau ilmuwan dikriminalisasi, bagaimana negara ini mau maju?”
Namun sebelum sepatah kata pun bisa disampaikan, keputusan Komisi membuat semua rencana runtuh. Audiensi batal berlangsung, dialog tidak dimulai, dan suasana langsung berubah menjadi kisruh.
Di luar gedung, rombongan yang melakukan walkout menggelar konferensi pers spontan. Mereka menyatakan kekecewaan dan mempertanyakan independensi Komisi Reformasi Polri. “Dengan sikap seperti ini, bagaimana publik bisa percaya bahwa tim reformasi bekerja untuk kepentingan bangsa, bukan kepentingan kelompok?” ujar Sri.
Ia menutup dengan peringatan keras: tindakan Komisi justru akan memperdalam krisis kepercayaan publik terhadap Polri dan mengikis legitimasi upaya reformasi. “Kalau sikapnya begini, maka reformasi Polri bukan hanya gagal, tapi juga memalukan.”
Menurutnya, perlakuan dalam audiensi itu hanya akan membuat Roy Suryo c.s. semakin bersemangat mencari pembuktian ilmiah, bahkan kemungkinan membawa dokumen ijazah ke laboratorium luar negeri. “Mereka akan terus berjuang. Justru ini membuat mereka semakin yakin ada yang ditutupi.”
Pertemuan yang dimaksudkan sebagai ruang dialog akhirnya berubah menjadi bukti baru bahwa jalan menuju reformasi Polri masih penuh hambatan, tarik-menarik kepentingan, dan bayang-bayang kekuasaan masa lalu.
Sumber: Youtube Forum Keadilan
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 2): Guncangan di Ruang Reformasi dan Bayang-Bayang Operasi Garis Dalam

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri

Subuh, Kolaborasi, Kepedulian, dan Keberkahan



Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 2): Guncangan di Ruang Reformasi dan Bayang-Bayang Operasi Garis Dalam - Berita TerbaruNovember 20, 2025 at 7:55 am
[…] Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 1) : Walkout, Ketegangan, dan Polemik Komisi Reforma… […]