Penulis : Sri Radjasa, MBA
Pemerhati Intelijen
Di saat pemerintah pusat terus memperkuat Program Indonesia Pintar sebagai fondasi menuju Indonesia Emas 2045, sebuah kenyataan pahit justru datang dari Kota Tangerang. Di kota yang dikenal maju dan dinamis itu, sebuah lembaga PAUD yang berhasil meraih prestasi nasional justru tidak mendapatkan dukungan yang semestinya dari pemerintah daerahnya sendiri.
Ita Budiarti, seorang warga biasa namun berjiwa besar, telah mengabdikan lebih dari lima belas tahun hidupnya untuk mendirikan dan membangun PAUD Sekolah Islam Jayawinata di Kunciran Pinang. Dengan modal tekad, kerja keras, dan keikhlasan, PAUD ini tumbuh menjadi salah satu lembaga pendidikan usia dini yang diperhitungkan secara nasional. Bahkan, Kementerian Pendidikan menetapkannya sebagai satu dari 40 PAUD Model Deep Learning se-Indonesia, pengakuan prestisius yang menunjukkan kualitas pembelajaran di atas rata-rata.
Namun di balik kebanggaan itu, hadir cerita yang menyentuh sekaligus mengiris logika publik. Ketika Kemendikdas mengundang Dinas Pendidikan dari seluruh Indonesia untuk mendampingi proses verifikasi PAUD model tersebut, 39 daerah hadir penuh. Hanya satu yang tidak muncul: Dinas Pendidikan Kota Tangerang. Padahal, undangan itu jelas, penting, dan menyangkut lembaga pendidikan yang berada di wilayah mereka sendiri.
Ketidakhadiran itu berbicara banyak. Ia bukan sekadar soal teknis, tetapi menunjukkan betapa rapuhnya kepedulian Pemko Tangerang terhadap pendidikan dasar. Ketika media mencoba meminta penjelasan dari Wali Kota Tangerang, publik justru mendapatkan diam yang panjang. Tidak ada klarifikasi, tidak ada penjelasan, seolah isu pendidikan bukanlah sesuatu yang patut diberi perhatian.
Padahal, para ahli pendidikan dan lembaga dunia seperti UNESCO dan Bank Dunia sudah berkali-kali menegaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah pondasi segala capaian di jenjang berikutnya. Kualitas PAUD sangat menentukan kecakapan literasi, numerasi, karakter, dan kemampuan sosial anak. Sebuah kota yang menatap masa depan seharusnya sangat paham hal itu.
Namun faktanya, sebuah lembaga PAUD berprestasi nasional di Kota Tangerang justru dibiarkan berjalan sendiri, tanpa pendampingan, tanpa kehadiran pemerintah pada saat-saat penting. Ironi ini bukan hanya menunjukkan minimnya dukungan birokrasi, tetapi juga mencerminkan krisis kepekaan Pemko dalam membaca arah kebijakan nasional. Presiden Prabowo dengan tegas menempatkan pendidikan dasar sebagai prioritas. Maka ketika daerah tidak mengikuti langkah itu, yang terjadi adalah ketidaksinkronan sekaligus bentuk pengabaian terhadap mandat negara.
Lebih menyedihkan lagi, jika lembaga sekelas PAUD Jayawinata saja tidak mendapat perhatian, bagaimana nasib ratusan PAUD lain yang tidak memiliki prestasi nasional? Pertanyaan ini menggantung di benak banyak warga, khususnya para pegiat pendidikan.
Pemko Tangerang perlu melakukan evaluasi serius. Sebab keberhasilan sebuah PAUD bukan hanya milik lembaga itu sendiri, tetapi juga kebanggaan daerah. Dan kegagalan pemerintah untuk hadir di tengah prestasi warganya adalah sinyal bahwa harus ada pembenahan dalam cara daerah memandang pendidikan.
Kota yang hebat bukan diukur dari megahnya bangunan atau luasnya jalan, tetapi dari bagaimana ia menjaga langkah pertama anak-anaknya ketika mulai mengenal dunia. PAUD Jayawinata telah menjalankan tugasnya untuk bangsa. Kini giliran Pemko Tangerang membuktikan apakah mereka benar-benar peduli pada masa depan warganya atau sekadar membiarkan prestasi itu berlalu begitu saja tanpa makna.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Dipenjara Karena Menyelamatkan Perusahaan, Rhenald Kasali: Vonis ini mengirim pesan buruk kepada profesional BUMN

Anton Permana : Pemko Payakumbuh Harus Hormati Hukum Adat Nagari

Ide Prof. Jimly Asshiddiqie Akan Melakukan Amandemen ke 5 UUD NRI 1945 Dapat Orderan Darimana Lagi

Rismon Dan Tifauzia Cabut Surat Kuasa Ahmad Khozinudin dkk

Tidak Terbukti Ada Unsur Korupsi, Hakim Ketua Sunoto: Eks Dirut ASDP Seharusnya Divonis Lepas

Putusan Tidak Adil Untuk Ira ASDP, Ahmadie Thaha: Hakim Logika Dengkul

Ira Harus Bebas Demi Hukum: Suara Ferry Irwandi yang Mengguncang Logika Penegakan Korupsi

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Thrifting: Fenomena Baru Yang Kini Jadi Sorotan DPR dan Menteri Keuangan

Sri Radjasa: Reformasi Polri Setengah hati, Sekadar Perbaikan Kosmetik



No Responses