Oleh: Yusuf Blegur
Tulisan Sahabat Nanang Djamaludin-Pegiat Klub Literasi Progresif dan Jarinan Anak Nasional (Jaranan), tepatnya sebelas tahun lalu tentang Amir Husin Daulay seorang aktivis pergerakan politik kontemporer tahun 1980-an. Menggelitik dan membangkitkan memori soal hubungan gelap dan tak langsung dengan Amir Husin Daulay yang ikut menentukan gerak dan arah jalan aktivitas Yusuf Blegur.
Amir Husin Daulay salah satu pegiat dan pemberani di dunia pergerakan nasional era tahun 1980-an. Amir Husin Daulay telah menjadi fenomena tersendiri di banyak kalangan, termasuk baik dari kalangan pergerakan kampus dan basis massa lainnya maupun di hadapan rezim kekuasaan. Meskipun tidak pernah bersentuhan langsung secara fisik, ada semacam hubungan isu atau irisan intrik yang mempertemukan Yusuf Blegur dan Amir Husin Daulay. Berbeda generasi, Yusuf Blegur yang menjadi aktifis mahasiswa era 1990-an akhirnya tak bisa menghindari persentuhan dan “impact” bahkan dari Amir Hasan Daulay meski keduanya tak saling mengenal.
Seorang Yusuf Blegur pernah dituduh rezim saat itu tepatnya tahun 1994, bahwasanya terlibat konspirasi dengan Amir Husin Daulay dan Yasan Pijar karena melakukan proyek (kegiatan) penghinaan presiden Indonesia. Soeharto. Yusuf Blegur dianggap rezim ikut kegiatan subversif ketika itu saat masih kuliah di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Jakarta.
Tapi itu membawa berkah juga buat Yusuf Blegur. Setelah klarifikasi dengan menangkis semua tudingan surat dari aparat pemerintahan mulai dari pusat hingga Jakarta yang ditujukan ke kampus. Dari situlah Yusuf Blegur mendapat bea siswa dan previlage dari Prof. Sri Soematri Martosuwigno, seorang Pakar Hukum Tata Negara dan Anggota Komnas HAM sekaligus Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta kala itu. Meskipun akhirnya harus berkonfrontasi dan dicabut bea siswannya dan membayar semua biayanya yang dianggap utang, oleh Prof. Sri Soemantri dan Jend. (Purn.) Cokropranolo sebagai Ketua Yayasan Untag Jakarta yang juga kepala Bakin dan mantan gubernur Jakarta karena melawan beberapa kebijakan kampus Untag.
Keberuntungan berikutnya, sebagai aktifis mahasiswa sering membela Ibu Megawati Soekarno Putri sebelum dan sesudah Peristiwa 27 Juli 1996. Ketika silaturahim dengan para senior karena terpilih sebagai presidium GMNI periode 1999-2002. Saya berkesempatan bertemu dengan Bapak Taufiq Qiemas dan Ibu Megawati Soekarno Putri dan dari situlah mereka membantu menyelesaikan kuliah S1 saya termasuk membayar ganti rugi bea siswa saya yang dicabut karena melawan kebjakan rezim kampus Untag saat itu.
Begitulah sekelumit hubungan tanpa perkenalan, sentuhan dan bahkan tanpa pertemuan fisik sekalipun dengan nama besar Amir Husin Daulay di kalangan aktivis pergerakan. Dari Amir Husin Daulay yang fenomenal dan berkarakter, seorang Yusuf Blegur yang pemula ikut menuai kiprahnya. Amir Hasan Daulay telah seperti telah membuat gerakan tanpa bayangan untuk Yusuf Blegur sehinnga mampu memberi warna untuk menentukan pilihan dan langkahnya menjadi seorang aktivis, hingga sekarang yang terus menua dan mulai menurun kemampuannya meski tetap berusaha membersamai hidupnya dengan jiwa kesadaran kritis dan perlawanan.
Bekasi Kota Patriot.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%

Novel “Imperium Tiga Samudra” (13) – Perang Senyap Mata Uang

Mencermati Komisi Reformasi Polri



No Responses