Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT
Setiap bulan Agustus di daerah hutan jati di tepi bengawan Solo termasuk Kabupaten Ngawi, di daerah ini ada tradisi ‘Adu Jago’. Dulu di jaman Belanda acara adu jago ini diselenggarakan tiap tahun hampir sekabupaten Ngawi pada hari Ulang Tahun Ratu Wilhelmina. Sejak RI merdeka tradisi itu tetap dipertahankan tapi hanya di beberapa kecamatan saja dalam rangka Agustusan.
Namanyapun diganti dengan ‘Kejuaraan Jago’, agak beda dengan adu Jago ‘Kalangan’, pada kejuaraan ini jago yang dinyatakan kalah tidak sampai ‘keok’; (ayam jago bila kalah ia akan berbunyi ‘keok’ dan lari. Ayam yang keok ini menjadi trauma dan tidak bisa diadu lagi dan disebut sebagai jago Pedotan. Kalau ayam itu dari ras baik (Bangkok) dia akan tetap dipelihara untuk diambil turunannya dan bila dia dijual harganya sama dengan ayam sembelihan intuk soto ayam.) Hal itu mungkin dimaksudkan agar jago-jago yang kalah tidak tergolong jago ‘pedotan’ yang harganya jatuh seperti ayam sate.
Dalam Festival ini tidak ada klasifikasi dan tidak ada sidit awal. Oleh karena itu para ‘Botoh’ dilarang menurunkan Jago milik panitia; (botoh adalah semacam coach pada pertandingan tinju manusia). Pesertanyapun tidak harus dari ayam jago lokal setempat tetapi bisa dari luar daerah asal didaftarkan minimal sebulan sebelumnya. Yang dipajang Nama Jago dan daerah asalnya di papan pengumuman Desa. Namun karena ini adalah acara Agustusan lokal Kecamatan, maka Jago-jago yang berasal dari luar daerah harus di back-up oleh botoh lokal yang bersertifikat, Contoh misalnya tertulis di papan : Brojomukti – Soediro – Ngancar ; Pemilik : H. Kabul – Ngantru Trenggalek; itu artinya nama jagonya Brojomukti di back-up oleh Pak Soediro dari desa Ngancar, Kec. Pitu, Kab. Ngawi, sedang pemilik Jago itu adalah H. Kabul dari Kecamatan Ngantru Kabupaten Trenggalek.
Untuk menghindari permainan kotor; misalnya jago dipasang ‘susuk’ atau magic tertentu, jago yang akan ditandingkan harus dikumpulkan di kandang panitia minimal 24 jam sebelum ditandingkan. Panitia sengaja mendatangkan Pawang jago ahli santet yang netral untuk ‘melepas’ muatan magic yang ada pada ayam jago yang akan tanding.
Minggu pagi kira-kira pukul setengah tujuh, Mu’in datang ke rumah wali Paidi membawa dua bungkus nasi Pecel dan ayam Jago putih dalam ‘keranjang jago’. Mu’in adalah keponakan mbah Maimun umurnya lima atau enam tahun lebih tua dari wali Paidi, dia sangat kenal dan akrap dengan wali Paidi :
“Di… Jagoku ini ‘suwuken’… mau tak ikutkan kejuaraan di Ngawi bulan depan,.. ini jago Bangkok” ;
“Ndak usah disuwuk kang, cekernya sampeyan olesi minyak melati aja beres”… jawab wali Paidi enteng;
“Lagian untuk apa pakai diadu segala… dipelihara untuk hiasan kan lebih baik,” tambahnya.
“Lho… kalau mau tanding ndak boleh pakai macem-macem gitu… panitianya orang-orang duk-deng… kalau Jago diolesi atau disusuk bisa sekarat kena santet” ;
“Yaa jangan waktu tanding, sekarang aja sampeyan olesi,”… jawab wali Paidi lagi ;
“Lalu rapalnya apa ?” ;
“Ndak usah pakai rapal-rapal khusus… sampeyan mbatin aja… Semprong bolong alu buntu”… kata wali Paidi enteng.
“Mbok jangan guyon toh Di… yang bener.”..sahut kang Mu’in…
”Lha kalau sampeyan pingin mantep lagi sampeyan tambahi… lafadz Arab asal tak melanggar sunnatullah,” jawab wali Paidi, dan sama kang Mu’in lafadznya ditambahi.
“Semprong bolong alu buntu, la haula wala kuwwata illa billah,” wali Paidi mantuk tanda setuju.
“Gini lho Di… walau ini Jago Bangkok kalau belum terkenal, harganya paling ratusan ribu… tapi kalau pernah juara harganya bisa jutaan bahkan bisa puluhan juta, makanya kalau ‘lawaran’ jago ini belum tentu menang walau belum jadi jago ‘pedotan’, yaa harganya naik tapi ndak seberapa bila dibanding jago pernah juara… untuk bisa ikut kejuaraan saja saya harus mengeluarkan hampir sejutaan… ada biaya pendaftaran mencakup biaya pemeliharaan, mbayar ‘botoh’nya saja taripnya empat ratus ribu… karena botohnya bersertifikat,”.. jelas kang Mu’in.
Singkat cerita Jago Pak Mu’in sudah didaftar dan diumumkan di papan pengumuman desa dengan nama Topikaji-Jali-Sonde, Pemilik: P Mu’in-Soko-Mojokerto. Diberi nama Topikaji karena jago itu berwarna putih blirik.
Pertandingan rencananya akan diselenggarakan pada hari Minggu Kliwon tanggal 13 Agustus mulai jam 9.0 pagi sampai menjelang maghrib. Sengaja panitia memilih tanggal 13 karena merupakan tanggal sial.
Pesertanya cukup banyak hingga dibagi dalam 4 group, tiap group ada delapan jago, dilakukan dengan sistim gugur, hingga nantinya hanya ada 4 ekor jago yang masuk semi final. Festival atau Pertandingan tahun ini dipul di lapangan Ngancar, Kecamatan Pitu, Kabupaten Ngawi. Di lapangan itu telah dibuat empat buah kalangan besar-besar yang dihiasi dengan bendera kecil-kecil merah-putih dan bendera kalangan, Merah, Hijau, Kuning dan Biru. Dasar kalangan diberi kadut karung goni yang dijahit dan dipagari dengan bambu. Suasananya cukup ramai, walau pun oleh panitia telah dipasang spanduk besar dengan tulisan “Dilarang Berjudi”, tapi tetap saja mereka bertaruh ‘pinggiran’ untuk tiap pertandingan.
Topikaji masuk di group kalangan Kuning, even tiap pertandingan tak memakan waktu lama karena sistim yang dipakai, ayam yang terluka duluan dinyatakan kalah. Mu’in walau tampak diam batinnya selalu wirid “Semprong bolong alu buntu…..” sesuai dengan saran wali Paidi.
Ndak sampai dua jam Topikaji sudah menjadi juara group Kuning. Jam dua belas lebih sedikit, spiker panitia sudah mengumumkan jago-jago yang masuk semi final : dari kalangan Merah : Brojomukti – Soediro – Ngancar ; Pemilik : H. Kabul – Ngantru Trenggalek; dari kalangan Kuning : Topikaji – Jali – Sonde ; Pemilik : P Mu’in – Soko – Mojokerto ; dari kalangan Hijau : Bledukputih – Romeli – Ngancar ; Pemilik : P Mu’in – Pitu – Ngawi ; dari kalangan Biru : Rojopati – Junet – Ngancar ; Pemilik : P Junaidi – Pitu – Ngawi. Semi final : urutannya Brojomukti VS Bledukputih & Topikaji VS Rojopati. Kemudian panitia juga mengumumkan kalau pertandingan dimulai jam setengah dua tepat.
Ndak ada adzan dhuhur, ndak tahu masjidnya dimana, yang ada hanya Toilet Umum dua buah Kontainer yang disediakan di pinggir lapangan. Mu’in terpaksa wudlu di salah satu Kontainer kemudian nunut Sholat di warung. Jam setengah dua pertandingan dimulai dan jam dua lebih sepuluh panitia sudah mengumumkan : Finalisnya adalah Bledukputih VS Topikaji. Setelah juara 3 & 4 jelas pemenangnya, kalangan dibersihkan untuk pertandingan Final, pada Pertandingan Final ini aturannya agak beda, bagi jago yang terluka dua kali baru dinyatakan kalah karena kedua jago ini belum pernah terluka karena jalu.
Gong Pertandingan Final berbunyi kedua jago dimasukkan Kalangan, ternyata masya Allah kedua jago ini kembar plek, mereka juga tidak mau bertarung, hanya klitar kilter dalam kalangan dan tatkala kedua jago itu kluruk dengan waktu yang bersamaan dan suaranyapun sama, maka Penonton mulai komentar “ini curang…ini bukan ayam beneran… ini ayam daden-daden… sapa yang punya… taruhan yang tadi batal..karena lawannya bukan ayam beneran”.. teriak penonton membuat suasana menjadi gaduh.
Pamong praja sigap turun lapangan untuk menghindari tawuran masal, karena yang tadi menang taruhan pasti tak mau batal. Mu’in yang menyaksikan peristiwa itu beringsut menyelinap keluar lapangan.
“Panggilan untuk P Mu’in dari Mojokerto dan P Mu’in dari Ngawi mohon segera ke meja Panitia !”… begitu suara dari loudspeaker, Mu’in mendengar tapi dia acuh dan mempercepat langkahnya agar segera mendapat kendaraan pulang. Dia tidak perduli dengan jagonya yang masih tertinggal disana, yang dia pikirkan segera sampai jalan raya dan dapat kendaraan pulang sambil hatinya misuh-misuh, “ini pasti pekerjaan Paidi”.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Dajjal, namanya terkenal, siapakah dia sebenarnya??

Yakjuj dan Makjuj, dimanakah mereka tinggal??

Allah Tahu Yang Terbaik Untukmu

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-276 TAMAT)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-275)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-274)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-273)

Agus: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-272)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-271)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-270)



buôn lậuOctober 15, 2024 at 12:37 pm
… [Trackback]
[…] Find More here on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-13-jago-kembar/ […]
look at hereNovember 24, 2024 at 3:11 am
… [Trackback]
[…] Find More on to that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-13-jago-kembar/ […]
cat888January 25, 2025 at 10:43 pm
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-13-jago-kembar/ […]
pgslot168February 8, 2025 at 6:44 pm
… [Trackback]
[…] Read More on on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-13-jago-kembar/ […]