Ditulis Ulang Oleh : Ir HM Djamil MT
Salah satu ektra kurikuler yang wajib adalah Pencak Silat. Diwajibkan karena kanuragan ini sebagai penunjang dakwah. Da’i lulusan pondok ini bukan hanya jago dalam lelaku dan ilmu agama, tapi dia juga jago dalam hal kanuragan sehingga tidak gampang diganggu dengan kekerasan.
Ilmu silat yang diajarkan di pondok ini diadobsi dari ilmu China yaitu silat ‘Siolim Tsee’ hanya saja dipondok ini dimodifikasi dengan memasukkan unsur dzikrullah secara sirri dalam setiap gerakannya.
Agar setiap gerakan memukul, menendang, menangkis, menghirup dan mengeluarkan nafas, serta semua gerakan apapun selalu disertai dengan dzikir ismu dzat di dalam hati, …Allah….Allah….Allah…. selalu begitu.
Oleh karenanya setiap mereka yang akan berlatih Silat diwajibkan berwudhu dan selalu dalam keadaan suci punya wudhu (dawam wudhu).
Pelajaran silat disini tidak untuk dipertandingkan apa lagi untuk berkelahi, karena banyak jurus dan pukulan-pukulan yang mematikan. Ilmu silat ini dikuasai oleh santri hanya untuk menakut-nakuti lawan agar lawan tidak berani mengganggu kalau kita sedang berda’wah.
Namun sayang Paidi kecil tidak diijinkan untuk mengikuti kegiatan ini, namun secara sembunyi-sembunyi dia berlatih sendiri secara tekun setiap malam Jum’at dan malam Rabu setelah ia menyelesaikan pekerjaannya lebih awal.
Kadang dia berlatih sebelum jam latihan dimulai, biasanya setelah sholat berjamaah.
Suatu malam di tengah-tengah keheningan dia bermunajat, tiba-tiba dia mendengar suara ghoib yang mengajarkan sebuah do’a. Setelah do’a itu dibaca bisikan khawatib itu juga menyuruhnya keluar kamar dan berlatih melompat setinggi-tingginya.
Woou… atas ijin Allah ternyata lompatan Paidi kecil ini bisa melampaui beberapa atap atau wuwungan rumah. Mengalami kenyataan ini hati Paidi kecil merasa senang bercampur takut, sebenarnya dia ingin segera mendemonstrasikan kebolehan barunya ini pada peserta latihan silat keesokannya.
Namun perasaan takutnya lebih dominan. Dia takut pada gus Mursyid yang selalu mewanti-wantinya agar tidak ikut belajar kanuragan, terutama takut pada pak Kyai kalau dianggap tidak manut.
Baca kisah sebelumnya: Serial Wali Paidi (Bagian 2): Sejarah Wali Paidi, Episode 3: Fatwa Ulang Tahun
Bulan Purnama di hari Selasa kliwon malem Rabu adalah hari latihan silat. Sore sebelum maghrib semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Paidi kecil sudah diberesinya, hanya tinggal menata sandal santri-santri di masjid saja yang belum dan itu pekerjaan kecil bagi wali Paidi.
Seperti biasa wali Paidi nonton para santri peserta pencak silat melakukan pemanasan berupa lari-lari kecil, latihan jurus-jurus yang lalu untuk latihan pukul-hindar dengan kecepatan rendah.
Wali Paidi ingin melihat anak-anak melakukan pemanasan latihan silat itu, dia duduk bersila di barisan penonton yang jaraknya cukup dekat dengan arena latihan. Sambil menonton Paidi kecil ini melafat sambil menghafalkan secara sirri do’a yang malam lalu baru ia terima dan praktekkan, tidak ada niatan Paidi kecil ini untuk pamer.
Pada saat pelatih mengajarkan gerakan-gerakan, entah sengaja atau tidak, ada penonton yang menirukan gerakan memukul, dan mengenai pundak Paidi. Pukulannya tidak terlalu keras, tapi entah kaget atau disengaja, wali Paidi melompat dan mendarat di atas wuwungan masjid.
Tentu saja peristiwa itu mengagetkan kawan-kawannya, dan juga peltih mereka yang nota bene adalah seniornya. Mereka pada kagum, ada yang bersorak dan ada yang berteriak-teriak, dan ada yang diam saja karena pernah terjadi.
Sang pelatih yang tenang dan memerintah Paidi kecil segera turun, tapi tampaknya Paidi takut melompat dari atap masjid. Dia tahu lafat untuk melompat dari bawah keatas, tapi belum pernah coba melompat dari atas kebawah.
Wali Paidi turun pelan-pelan menyusuri genting dan teman-temannya sibuk mencari tangga. Suasana menjadi riuh hingga mengundang Gus Mursyid untuk ikut nimbrung di kericuhan itu.
Baca kisah sebelumnya: Serial Wali Paidi (Bagian 2): Sejarah Wali Paidi, Episode 2: Hafidz Hilang Apalannya
“Jangan dikasih tangga,”… teriak gus Mursyid yang membuat Paidi tambah takut. Setelah suasana agak redah, gus Mursyid memberikan aba-aba pada Paidi…”lompat !”
Karena takut dengan Gus Mursyid Paidi melompat turun maksudnya, namun asmaknya belum digugurkan, maka lompatan Paidi terlalu jauh hingga melampaui lapangan dan gedebuk… Wali Paidi jatuh dalam posisi berdiri dan sempoyongan.
Wali Paidi berusaha menenangkan diri dan merasakan dirinya ternyata tidak ada yang sakit…dan tidak cidera. Dia kembali sambil pringas…pringis kembali ke teman-temannya berlatih, tapi suasana sudah terlanjur kacau dan sulit untuk meneruskan latihan kembali.
Keesokan harinya wali Paidi bekerja seperti biasa namun pada pagi itu perasaannya resah karena takut dimarahi pak Kyai karena kelancangannya menghisib ilmu meringankan tubuh, beberapa pekerjaan harus dia ulang karena kurang konsentrasi.
Akhirnya hal yang dia kuatirkan itu datang juga, ia dipanggil oleh Abah Yai. Ia datang dengan perasaan yang campur aduk hingga di depan Abah Yai wali Paidi hanya bisa menangis.
Baca kisah sebelumnya: Serial Wali Paidi (Bagian 2): Sejarah Wali Paidi, Episode 1: Menerima Lampu Petromaks
Tanpa ditanya oleh pak Kyai, wali Paidi bercerita kronologis hingga dia bisa melompat setinggi itu, dan wali Paidi juga bercerita kalau sejak dia bisa melompat setinggi itu, dia juga bercerita bila ia menghisib mantra itu dia melihat seolah-olah yang dihadapinya seperti anak kecil yang sedang belajar bejalan, hingga ia tidak tega untuk melawannya.
“Terus untuk apa ilmu seperti itu..?”…tanya Aba Yai.
“Dengan ilmu itu setiap kamu berkelahi pasti kamu menang… dan akhirnya kamu ndak punya musuh karena orang takut padamu…. Bandingkan…kalau kamu ndak punya musuh karena orang tidak ingin memusuhimu bukan karena takut, tapi karena senang padamu…. Kan sama-sama ndak punya musuh”… tutur Aba Yai.
Wali Paidi hanya bisa tunduk dan menangis hatinya membenarkan apa yang dikatakan Aba Kyai dan hatinya sangat-sangat menyesal.
Aba Kyai membiarkan wali Paidi melepaskan tangisnya, beliau tahu kalau Paidi sedang menyesal semenyesal-menyesalnya.
Setelah tangis agak redahan pak Kyai membelai kepala wali Paidi dengan belaian sayang tanpa berkata apa-apa, maka tak ayal wali Paidi tersungkur sungkem ke lutut Aba Yai sambil menangis sejadi-jadinya.
EDITOR: SETYANEGARA
Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 25) – Garuda Hitam Membara
Api di Ujung Agustus (Seri 24) – Kartu As Gema
Api di Ujung Agustus (Seri 23) – Dua Api, Satu Malam
Api di Ujung Agustus (Seri 22) – Duel Senyap di Rumah Sakit
Serial Wali Paidi (Bagian 2): Sejarah Wali Paidi, Episode 4: Mantra Jin - Berita TerbaruFebruary 18, 2022 at 5:47 pm
[…] Serial Wali Paidi (Bagian 2): Sejarah Wali Paidi, Episode 4: Melompat Wuwung […]
nutritional supplementsDecember 3, 2024 at 9:50 pm
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/serial-wali-paidi-bagian-2-sejarah-wali-paidi-episode-4-melompat-wuwung/ […]