Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT
Setelah Sholat Dhuha dihari Sabtu akhir bulan biasanya wali Paidi pergi ke Surabaya untuk kulakan minyak wangi, namun pagi itu wali Paidi kedatangan tamu anak muda utusan mbah Maimun.
“Mas.. panjenengan diutus sowan ke mbah Maimun… beliau sedang sakit”, mendengar berita yang demikian wali Paidi membatalkan niatnya untuk pergi ke Ampel Surabaya guna kulakan minyak wangi.
Dia lebih mengutamakan mengunjungi handai tolannya yang terkena musibah dari pada urusan dagangan. Apalagi dia pernah punya pengalaman dengan mbah Maimun, waktu takziyah saat wafatnya abah Kyai.
Dari cerita mbah Maimun, dia lebih mengenal abah Kyai yang mungkin gus Mursyid sendiri belum tahu, sebab wali Paidi tahu persis kalau abah Kyai ndak pernah cerita tentang dirinya apalagi tentang kehebatannya.
“Yaa… sampeyan balik dulu mas, insya Allah saya menyusul,” jawab wali Paidi sambil menenteng sajadah turun dari mushollah.
Beberapa saat kemudian, hampir bersamaan dengan sang utusan wali Paidi sudah sampai di rumah mbah Maimun karena memang jaraknya ndak terlampau jauh.
Belum sampai masuk rumah mbah Maimun wali Paidi sudah dicegat oleh istri mbah Maimun dan diberitahukan bahwa mbah Maimun sedang tidur.
“Jangan dibangunkan mbah… biar saya tunggu di masjid sebelah, nanti kalau mbah Kakung sudah bangun tolong saya dikabari,”… pinta wali Paidi pada istri mbah Mainum sambil mencium tangannya dan berbalik menuju masjid.
Karena etikanya tak boleh merokok dalam masjid, maka wali Paidi memilih bersandar di tiang serambi masjid sambil menikmati rokok dengan angin yang silir-silir.
Rokok belum habis sebatang wali Paidi tertidur untung aja puntung terjatuh tidak mengenai pakaian dan badannya.
BACA JUGA : Serial Wali Paidi (Bagian 3): Bermasyarakat, Episode 2: Berpulangnya Abah Kyai
Ndak lama kira-kira 10 menitan wali Paidi tertidur sudah dibangunkan oleh anak kecil yang memberitahukan kalau mbah Maimun sudah bangun, walau tertidur hanya sebentar, namun wali Paidi sempat bermimpi yang seperti nyata.
Setelah bangun dari mimpi yang seperti nyata itu (karena dibangunkan bocah) maka wali Paidi segera bergegas menuju rumah mbah Maimun.
Tanpa harus permisi dan minta ijin pada yang punya rumah, wali Paidi langsung nyelonong kedalam kamar mbah Maimun. Di dalam kamar mbah Maimun sudah ada segelas air putih dan secangkir kopi yang telah disediakan oleh istri mbah Maimun untuk wali Paidi.
“Di… aku sakit apa? kok beberapa hari ndak sembuh…. sudah ke Puskesmas… dan memohon petunjuk Allah… tadi malam aku mimpi kedatangan tamu orangnya pakai baju putih rupanya bersih dan mengatakan kalau aku harus tanya padamu tentang penyakitku ini.. kok aneh padahal kamu bukan dokter atau dukun,”… kata mbah Maimun tanpa menunggu wali Paidi duduk.
“Atau malaikat ijroil ya akan mencabut nyawaku tapi suruh tanya kamu barangkali aku punya utang janji atau apa,”… lanjut mbah Maimun sambil berusaha duduk.
Wali Paidi tak segera menjawab, bahkan bertanya hal lain.
“Ini kopinya untuk saya yaa mbah… maaf saya minum lho mbah,”… ujar wali Paidi sambil mengeluarkan sebatang rokok.
BACA JUGA: Serial Wali Paidi (Bagian 3): Bermasyarakat, Episode 1: Awal Kiprah Bermasyarakat
Setelah nyeruput kopi dan menyalakan rokoknya, wali Paidi menyalami mbah Maimun dan mencium tangan mbah Maimun dengan takdzim dan duduk kembali karena memang dari tadi wali Paidi belum salaman dengan yang punya rumah.
“Sampeyan ini ndak sakit mbah… penyakit sampeyan ini sampeyan buat sendiri karena sampeyan sembrono,” ujar wali Paidi menunduk dan membuat mbah Maimun penasaran.
“Sembrono … itu maksudnya apa.., dijelaskan dengan bahasa dhohir saja, jangan pakai sanepan, saya sudah ndak kuat mikir sanepan,” timpal mbah Maimun sambil duduknya agak maju.
”Saya tadi nunggu sampeyan tidur… saya liyer-liyer di masjid sebelah… lalu khodam sampeyan datang ke saya… berkeluh kesah… kalau sudah ndak sampeyan rawat lagi, dan dia sendiri ndak bisa pergi jadi sampeyan ya sakit ini,”… jelas wali Paidi yang membuat mbah Maimun tambah ndak jelas.
“Khadam ?… kamu kalau ngomong yang jelas, saya seumur umur sejak Islam ndak pernah pelihara makhluk-makhluk itu, ilmu-ilmu gitu sudah saya lepas sejak saya muda dulu, jadi yang ketemu kamu tadi pasti sihir dari orang lain,”… ujar mbah Maimun belum mengerti dan penasaran.
“Maaf jangan su’udzon… gini lho mbah … panjenengan waktu di Makkah beberapa tahun yang lalu tepatnya hari Senin legi bulan Saffar tahun itu bertempat di rumah Syekh Masyayih, panjenengan oleh beliau diijazahi khizib… yang saya ndak tahu namanya.”
“Waktu ijab qabul itu panjenengan menghadap membelakangi Kakbah sedang Syekh menghadap Ka’bah… sayang sekali hampir tiga tahun ini khizib itu tidak pernah panjenengan openi lagi,… sudah tidak pernah panjenengan amalkan lagi,” jelas wali Paidi,
Mbah Maimun diam dan memejamkan mata, dari sudut matanya keluar butiran-butiran air mata.
“Benar Nak… iya saya khilaf… astaghfirullah..astaghfirullah hal adzim,” mbah Maimun setengah bergumam.
Suasana hening beberapa saat.
“Tamuku semalam… mungkin nabi Khidlir.. ya Di,”… ucap mbah Maimun memecah keheningan.
“Saya ndak tahu mbah… tapi ketika saya tadi di masjid situ… saya setengah mimpi didatangi oleh khodam khizib yang panjenengan sia-siakan itu… dia memakai surban hijau… dia juga curhat ke saya tentang perlakuan panjenengan yang sudah tidak perduli dengan khodam khizib yang sampeyan tinggalkan itu… sibuk dengan urusan dunia,”… ujar wali Paidi….
“Astagfirullah… astagfirullah..,” mbah Maimun beristighfar entah berapa kali kemudian mulutnya komat kamit entah membaca apa sambil menunduk dan sekali-sekali menseka air matanya.
Setelah mbah Maimun beristighfar dan membaca kembali khizibnya, mungkin cukup lama… dalam suasana hening itu wali Paidi sempat keluar untuk merokok, dan setelah kembali tampak perubahan di raut muka mbah Maimun yang tadinya agak kusut tanda-tanda orang lagi sakit sekarang tampak sumringah dan segar.
Dan hatinya bernyanyi kembali… yaa Rohman… yaa Rohim… yaa Aziss… yaa.. Robbal Alamien …. yaa ….khalim… yaa ‘aliem … yaa Aliy … yaa Adziim…. Dzikir tak henti-henti, sampai bunyi beduk Dluhur dari masjid sebelah rumah mbah Maimun memecahkan suasana hening yang penuh kebahagiaan itu…
“Saya mohon pamit dulu mbah… sudah Dluhur,”… kata wali Paidi sambil senyum menyaksikan kebahagiaan mbah Maimun.
“Jangan kesusu dulu.. kita jama’ah di masjid dulu, nanti kamu yang ngimami… biar saya yang mbilali.”
“Jangan mbah… nanti murid-murid Kyai Abdul Khakim .. kaget… wong saya celana-an dan ndak pakai kopyiah,”… elak wali Paidi sambil nggandeng nuntun mbah Maimun ke masjid.
Turun Sholat Dluhur di halaman masjid wali Paidi mencium tangan mbah Maimum untuk pamitan, namun dicegah oleh mbah Maimun… menunjuk rumahnya.
“Kelihatannya ada oleh-oleh dari mbah Nyai,”… ujar mbah Maimun sambil memberikan isyarat ke arah mbah Nyai yang datang menghampiri wali Paidi sambil menyerahkan sebuah bungkusan.
“Ndak usah repot-repot gini mbah,”… ujar wali Paidi menerima bingkisan itu dan sekaligus mencium tangan mbah Nyai istri mbah Maimun.
“Ndak nak, ndak repot… barang ini sudah disiapkan oleh mbah Mun… dia pesen kalau kapan-kapan nak Paidi datang kerumah, saya disuruh menyerahkan barang ini… karena nak Paidi datangnya sekarang… ya saya serahkan sekarang… bungkusnya aja sudah bleduken”.
Ndak pakai upacara serah terima wali Paidi membawa aja bukusan itu yang nampaknya seperti bukukan payung, lalu mohon pamit untuk segera kembali ke rumah karena rencana kulakan minyak wangi ke Surabaya sudah gagal.
Sampai di rumah sebelum ganti celana wali Paidi segera membuka bungkusan oleh-oleh dari mbah Maimun yang dibungkus dengan kertas koran berlapis lapis, dan ternyata isinya adalah sebuah pecut untuk menggiring dokar.
Wali Paidi tersenyum memandangi barang itu… walau tidak baru, namun barang itu sangat berharga bagi wali Paidi, yang nantinya dia pajang diruang tamu sebagai hiasan sekaligus sebagai pengingat.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Dajjal, namanya terkenal, siapakah dia sebenarnya??

Yakjuj dan Makjuj, dimanakah mereka tinggal??

Allah Tahu Yang Terbaik Untukmu

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-276 TAMAT)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-275)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-274)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-273)

Agus: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-272)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-271)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-270)



Serial Wali Paidi (Bagian 3): Bermasyarakat, Episode 4: Motong Ku Ku - Berita TerbaruMarch 31, 2022 at 6:12 pm
[…] BACA JUGA: Serial Wali Paidi (Bagian 3): Bermasyarakat, Episode 3: Menyembuhkan Mbah Maimun […]
รับทำ BacklinkOctober 23, 2024 at 10:58 pm
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-3-menyembuhkan-mbah-maimun/ […]
Sevink MolenDecember 4, 2024 at 9:34 am
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-3-menyembuhkan-mbah-maimun/ […]
free chatDecember 26, 2024 at 5:27 pm
… [Trackback]
[…] Here you can find 54532 more Info on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-3-menyembuhkan-mbah-maimun/ […]