Catatan Ahmadie Thaha
Pada debat trakhir Pilpres 2024, Ahad malam 4 Februari 2024, calon presiden Anies Rasyid Baswedan menutup pernyataannya dengan menyelipkan ungkapan Jawa yang sarat makna: “Suro diro jayoningrat.” Atau lengkapnya: “Suro diro jayoningrat lebur dening pangastuti.”
Meski terselip di antara paparan penutup Anies yang sebetulnya sudah pendek dan padat, ungkapan yang menggema di seluruh penjuru Indonesia ini mengundang rasa penasaran dan refleksi publik. “Suro diro jayoningrat,” khazanah hikmah Jawa yang tersimpan berabad-abad, seolah menyeruak dan mendorong keingin-tahuan publik.
Maklum, itu jarang digunakan dalam pembicaraan umum. Dan ungkapan itu berasal dari bahasa Jawa Kuno, yang mengandung sindiran halus dan kritikan mendalam tentang kepemimpinan yang berjaya tak terkalahkan, namun pasti berakhir dan runtuh oleh kebaikan sikap.
Makna ungkapan ini sering disalahpahami. Banyak yang mengartikannya sebagai penegasan tentang kepemimpinan yang berani, tegas, dan bijaksana. Padahal, makna sebenarnya jauh lebih kompleks dan bernuansa kritik dan sindiran halus khas Jawa.
Makna “Suro Diro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti”
– Suro diro: Keberanian dan ketegasan yang terkesan arogan dan menindas.
– Joyoningrat: Kejayaan dan kejayaan yang diraih dengan cara-cara yang tidak terpuji.
– Lebur dening pangastuti: Keangkuhan dan kejayaan yang diperoleh dengan cara yang tidak terhormat akan runtuh dengan sendirinya di hadapan ketulusan dan kebaikan.
Spirit Sindiran dan Peringatan
Ungkapan ini bukan tentang kepemimpinan ideal, melainkan sindiran halus terhadap pemimpin yang arogan dan lalim. Ini pengingat bahwa kejayaan yang diraih dengan cara yang tidak terhormat tidak akan bertahan lama.
Relevansi dalam Pilpres 2024
Penggunaan ungkapan ini oleh Anies Baswedan dalam debat Pilpres 2024 dapat diinterpretasikan dalam beberapa perspektif.
Pertama, bisa jadi Anies ingin mengingatkan publik tentang bahaya pemimpin yang arogan dan lalim. Dia ingin menegaskan bahwa dia bukan pemimpin seperti itu.
Kedua, bisa jadi Anies yang lama tinggal di Yogya ingin menunjukkan bahwa dia memahami budaya Jawa dan nilai-nilainya. Dia ingin menarik simpati para pemilih Jawa dengan menggunakan ungkapan yang familiar bagi mereka.
Ketiga, bisa jadi Anies hanya ingin menggunakan ungkapan ini sebagai kalimat penutup yang indah, sekaligus sebagai sindiran harus, dalam konteks mengingat kembali budaya Jawa yang besar.
Demikianlah, penggunaan ungkapan “Suro diro jayoningrat lebur dening pangastuti” oleh Anies Baswedan dalam debat Pilpres 2024 dapat menimbulkan berbagai interpretasi.
Penting bagi publik untuk memahami makna sebenarnya dari ungkapan ini dan tidak terjebak pada interpretasi yang keliru.
Debat Pilpres 2024 merupakan momen penting bagi rakyat Indonesia untuk memilih pemimpin yang tepat. Spirit “Suro diro jayoningrat lebur dening pangastuti” dapat menjadi panduan bagi rakyat dalam menentukan pilihannya.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%

Novel “Imperium Tiga Samudra” (13) – Perang Senyap Mata Uang

Mencermati Komisi Reformasi Polri

Cinta, Kuasa, dan Kejatuhan: Kisah Gelap Yang Menyapu Ponorogo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (12) – Meja Baru Asia



No Responses