Oleh: Fachry Ali
Intelekual, penulis
Sejak awal, secara teoretis saya telah menganggap Kasus Rempang adalah konflik antara manusia dan modal. Akan tetapi, saya tak bisa memberikan komentar lebih lanjut, karena tidak menguasai data dengan detil.
Karena itu, saya sangat berterimakasih kepada Maria SW Sumardjono yang telah secara khusus menulis tentang ini dengan judul ‘Kehadiran Negara dalam Konflik Rempang’ (Kompas, Senin, 18 September 2023).
Dalam artikel tersebut, antara lain, disebutkan bahwa masyarakat telah berada di Rempang pada 1834. Ini berarti 4 tahun usai Perang Diponegoro di Jawa.
Juga disebutkan bahwa status Rempang sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) —sebagai landasan bagi munculnya Rempang Eco-City (REC)— baru ditetapkan Menko Perekonomian pada 28 Agustus 2023. Sementara, pengosongan kawasan Rempang harus selesai pada akhir September 2023. Praktis, hanya ada waktu satu bulan untuk merealisasikan rencana tersebut.
Jadi, proses sosialisasi program tersebut sangat pendek. Maria, dalam tulisannya itu, juga menekankan bahwa masyarakat Rempang pada dasarnya punya hak historis dan lainnya. Dalam pengertian pengawetan kenangan kolektif, jaringan sosial-ekonomi yang selama 200 tahun telah terbentuk.
Moga, para aktivis yang kini telah terakomodasikan di dalam pemerintahan selama 8 tahun terakhir ini bisa memberikan saran kepada masing-masing atasan mereka tentang penyelesaian yang memberi martabat kepada manusia Indonesia —yang mereka cintai.
Henat saya, dari segi kemanusiaan, Rempang ini lebih penting daripada sekedar dukung-mendukung calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilu mendatang.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%

Novel “Imperium Tiga Samudra” (13) – Perang Senyap Mata Uang

Mencermati Komisi Reformasi Polri

Cinta, Kuasa, dan Kejatuhan: Kisah Gelap Yang Menyapu Ponorogo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (12) – Meja Baru Asia



No Responses