Oleh: Sutoyo Abadi
Menyandarkan diri dengan referensi ilmiah semisal dari 10 tahun penelitian Prof. DR. H. Kaelan, M.S. dalam bukunya “Wacana Amandemen UUD NRI 1945 Hasil Amandemen Dan Reformasi GBHN, dan pandangan dari berbagai ahlinya, terkait dengan dimunculkan kembali gagasan amandemen ke 5, harus di cegah.
Sejalan dengan tekanan untuk menyelamatkan negara agar negara segera kembali pada Pancasila dan UUD 45 (asli), justru yang muncul adanya gagasan amandemen ke 5, adalah pikiran yang akan mengulang kesalahan amandemen yang telah terlalu jauh menyimpang yang terjadi justru mengganti UUD 45 (asli).
Amandemen berasal dari bahasa latin emendere berarti membetulkan ( to – correct ) atau memodifikasi ( to – modify ) – ( K.C. Wheare : 23 ).
Jadi amandemen konstitusi adalah modifikasi dari ketentuan – ketentuan yang berlaku (Charlos Bernal : 493).
“Dalam konteks ini amandemen menyiratkan penambahan atau perubahan yang masih mencakup konstitusi asalnya atau konstitusi aslinya, ( bukan mengganti konstitusi )”
Dalam kajian hukum konstitusi ada dua prosedur perubahan UUD yaitu : perubahan yang telah diatur dalam UUD itu sendiri (“verfassung anderung”) dan perubahan melalui prosedur di luar ketentuan yang sudah di atur dalam UUD (“verfassung wandelung”).
Dalam teknik perubahan konstitusi ada dua tehnik yaitu : Mengganti secara keseluruhan (“renev”) dan melakukan penambahan atau dikenal dikenal dengan AMANDEMEN.
Amandemen lazimnya dilakukan penambahan satu pasal atau beberapa pasal, kemudian dicantumkan pada UUD asli, kemudian sama – sama diundangkan, inilah yang selanjutnya di kenal dengan ADDENDUM (Carrad Smith, 1966 : 14)
Yang terjadi pada amandemen UUD 45 menjadi UUD 2002 pasal – pasalnya 95 % di ubah dan di ganti. Yang terjadi saat ini bukan amandemen melainkan mengganti UUD 1945 atau mengganti konstitusi (“renev”)
Semua pejabat negara tetap menggunakan istilah amandemen, yang selama ini telah di salah gunakan. Wacana ini muncul kembali dari Saudara Bambang Susatyo masih menggunakan istilah perlunya “Amandemen ke 5”.
Sri Soemantri mengemukakan dengan mengikuti pendapat John M.Echols dan Hassan Shadely menjelaskan bahwa mengubah UUD sama dengan mengamandemen.
Atas dasar pengertian inilah menurut Sri Soemantri secara praktis UUD 1945 memang telah diubah atau di ganti dengan konstitusi yang baru ( Soemantri, 1987 : 162 )
Selama ini substansi amandemen tidak koheren dengan pengertian amandemen.
Usulan kembali dulu ke UUD asli, sekiranya masih ada yang perlu pengubahan satu pasal atau beberapa pasal, selanjutnya dicantumkan dalam UUD asli (konstitusi asli) inilah yang di maksud dengan ADDENDUM.
Dari pemahaman inilah bahwa wacana amandemen ke 5 oleh Sdr. Bambang Susatyo atau tokoh lainnya yang seirama atau sejalan harus di cegah. Karena untuk menyelamatkan negara adalah kembali dulu ke UUD 45 ( asli ).
Harus atas persetujuan rakyat Indonesia, baru dilakukan addendum satu pasal atau beberapa pasal tanpa merubah atau mengganti pasal UUD 45 (asli).
EDITOR: REYNA
Related Posts

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri

Subuh, Kolaborasi, Kepedulian, dan Keberkahan

Dukung Revisi PP 50/2022, Ketua Umum APKLI-P: Praktek Tax Planing PPH 0,5% UMKM Puluhan Tahun Dibiarkan

LPG, LNG, CNG dan Kompor Induksi, Solusi Emak Emak Swasembada Energi Di Dapur



No Responses