Oleh: Budi Puryanto
Seri sebelumnya (Seri-25)
Aryadipa maju membawa ayam Cindelaras. Kali ini penonton bertepuk tangan meraih. Ada yang mulai meneriakkan: Cindelaras…Cindelaras…Cindelaras….
Tiba-tiba saja ada kekuatan keberanian yang menyebar di dada para penonton. Mereka tidak lagi takut berteriak, tepuk tangan, dan tertawa-tertawa.
Suasana pertarunagn adu jago benar-benar memuncak. Ayam Cindelaras bertarung dengan ayam Pangeran Anom. Pertarungan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Karena memang Cindelaras tidak pernah megikuti pertarungan di arena adu jago berkelas, yang khusus bagi kalangan atas. Cindelaras hanya bertarung di arena desa. Kelasnya ya hanya kelas desa atau kelas kampung. Baru kali ini Cindelaras mengikuti pertarungan adu jago yang diperuntukkan khusus bagi kalangan atas.
Kedua jago diturunkan ke arena. Sorak-sorai penonton tiba-tiba meledak tak tertahan lagi.
*******************
SERI-26
Diantara penonton yang berjubel itu ada Ki Joyo. Dia mendengar Cindelaras, Aryadipa, dan Respati ingin adu jago. Ki Joyo ingin melihat langsung seperti apa kehebatan ayam jago Cindelaras itu. Sejak di kaki gunung Wilis dia sudah mendengar nama Cindelaras. Seorang anak muda yang ganteng. Jagonya tidak pernah kalah. Selalu membagi-bagi hasil kemenangan adu jago kepada orang-orang miskin. Saatnya sekarang Ki Joyo tahu dengan mata kepala sendiri.
“Ayam Jago itu memang luar biasa. Anugerah Hyang Widi kepada Cindelaras. Anak muda cerdas yang ditindas dan dirampok haknya sebagai calon raja Jenggala. Selalu ada cara bila Hyang Widi sudah meneghendaki sesuatu. Tak ada yang bisa menghalangi. Benturan dua kekuatan calon raja Jenggala sudah dimulai disini,” katanya dalam hati.
Ki Joyo kini perhatiannya terpusat pada dua jago di tengah arena. Dia melihat sesuatu yang aneh pada ayam jago milik Pangeran Anom. Ada yang tidak wajar pada ayam jago itu. Tapi apa? Ki Joyo mencoba untuk memusatkan perhatiannya.
Di pandangan mata batin Ki Joyo, ayam jago itu wujud aslinya berupa seekor srigala, anjing hutan dengan gigi-gigi yang tajam. Matanya merah.
“Apa ini ayam siluman. Siapa yang punya kemampuan merubah wujud srigala menjadi ayam jago ini. Kemampuannya sungguh diluar kewajaran manusia. Apa yang akan terjadi? Bagaimana caranya aku memberitahu Cindelaras? Ah, tidak mungkin. Apa yang akan terjadi,” bisik hati Ki Joyo, yang memang memiliki kemampuan batin tinggi itu.
Sebagai tokoh utama Kapitayan, dia telah sampai pada tingkatan ilmu ruhani yang tinggi. Guru utamanya adalah Dah Hyang Semar. Seorang tokoh peyebar pertama ajaran Kapitayan di tanah Jawa ini. Pertemuannya dengan Dah Hyang Semar seringkali dilakukan secara ruhani. Banyak hal diajarkan kepadanya, termasuk kemampuannya membaca tipu daya pasukan Bathara Kala dan Bethari Durga yang bisa merubah wujud benda.
“Apakah ini penerapan ilmu Bethari Durga itu. Sungguh berbahaya. Aku harus memperhatikan lebih teliti lagi,” bisik hati Ki Joyo.
Sementara itu kedua ayam jago sudah dilepas ketengah arena. Ayam Pangeran Anom, si Bledeg Merah mulai berkokok keras dan melengking. Matanya merah. Suaranya menebarkan hawa aneh. Membuat bulu kuduk berdiri.
Seketika suasana senyap. Tidak ada penonton yang bercuit satupun. Semua maat tertuju kepada sosok kedua ayam itu.
Ayam Cindelaras belum berkokok. Dia masih diam ditempatnya dengan kedua sayap sudah terbuka lebar. Kedua matanya memandang si Bledeg Merah tanpa henti. Begitu juga sebaliknya.
Sesaat kemudian, ayam jago Cindelaras berkokok keras. Suaranya yang merdu keluar. Melengking panjang. Menggetarkan dada.
Aneh, kedua ayam ini tidak segera bertarung. Hanya saling memandang dalam posisi siap bertarung. Seperti melakukan penjajagan kekuatan. Atau sedang saling mengenal satu sama lain.
Pangeran Anom merasa heran. Juga para penonton. Tapi tidak dengan Cindelaras. Dia sedang berbicara dengan ayam jagonya. Dia sedang menerapkan kemampuan khususnya tanpa diketahui oleh orang lain.
“Apa yang terjadi padamu wahai temanku. Mengapa kau kelihatan ragu untuk bertarung?,” tanya Cindelaras kepada ayamnya dengan menggunakan cara khusus yang hanya dikuasai oleh Cindelaras.
“Cindelaras, ini sejatinya bukan ayam, tetapi anjing hutan yang ganas. Lihatlah matanya yang merah menyala itu. Dia juga mulai ragu, karena aku tahu jatidirinya,” kata ayam Cindelaras.
“Apakah kamu takut,” tanya Cindelaras.
“Tidak. Aku tidak takut,” jawam ayamnya.
“Lalu mengapa kau ragu,” tanya Cindelaras.
“Aku harus mengeluarkan cadangan tenaga yang cukup besar. Tapi, kalau tenaga itu aku keluarkan dan aku arahkan ke ayam itu, bisa berbahaya Cindelaras,” jawab ayamnya.
“Dia akan mati, maksudmu,” tanya Cindelaras.
“Tidak, dia tidak mati. Tapi kembali ke wujud aslinya. Seekor anjing hutan,” jawab ayam Cindelaras.
“Gunakan tenagamu secukupnya saja untuk mengimbangi dia. Kalau terpaksa terserah kamu, kalau ingin menggunakan cadanan tenaga khusus yang kamu miliki,” jawab Cindelaras.
Sesaat kemudian kedua ayam mulai bertarung. Suara tabrakan kedua ayam itu tidak wajar. Sekilas tidak tampak keanehan dalam pertarungan kedua ayam itu. Tetapi bagi yang memiliki ilmu linuwih, pertarungan itu tak ubahnya benturan dua kekuatan dahsyat. Maka dampaknya getaran tenaga itu terasa sampai didada yang menyaksikan pertarungan itu. Dada akan berdegub lebih kencang dari biasanya.
Perturungan itu berjalan sengit. Tapi anehnya tidak ada yang terluka. Kedua ayam itu seperti hanya bermain-main saja. Tidak ada keinginan untuk saling melukai, atau saling mengalahkan. Bahkan, kadang berhenti berdua lalu berkokok bersama. Penonton tertawa menyaksikan hal ini.
Baca Juga:
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 24)
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 25)
Yang kebingungan adalah pawang jago Pangeran Anom. Dia khawatir, kalau pertarungan diteruskan dalam waktu lama, ayamnya akan kelelahan. Dalam keadaan demikian sesuatu bisa terjadi. Si Bledeg Merah dalam keadaan tertekan berat atau kelelahan, dia bisa kembali pada wujud aslinya.
“Ayam Cindelaras itu luar biasa Pangeran. Itu bukan ayam biasa. Dia tahu si Bledeg Merah yang sesungguhnya. Karena itu dia tidak sungguh-sungguh bertarung. Rupanya diantara keduanya saling tahu. Bledeg Merah rupanya khawatir kalau ayam Cindelaras mengeluarkan tenaga besarnya. Seketika dia bisa kembali ke wujud aslinya,” kata pawang itu.
Pangeran Anom sangat marah mendengar hal itu. Karena selama ini si Bledeg Merah tidak pernah kalah. Dia ayam pamungkas. Kalau sampai kalah, dia akan malu besar. Belum lagi taruhannya yang besar sekali.
“Pokoknya saya minta Bledeg Merah harus menang. Bagaimanapun caranya terserah, yang penting harus menang. Saya tidak mau kalah. Saya harus menang….,” kata Pangeran Anom sambil marah dan menggerakkan tagngannya.
Sampai saat ini, sudah turun minum kelima. Pertandingan berjalan sangat alot. Kedua ayam kekuatannya berimbang. Pertarungannya sengit, tapi pukulan-pukulannya tidak mematikan. Ini seperti pertandingan hiburan saja. Memang penonton sangat senang. Mereka menikmati pertandingan besar ini.
Didekat Cindearas, Respati berkali-kali tepuk tangan. Dia merasa senang sekali ayam Cindelaras bisa mengimbangi lawannya. Tapi Cindelaras tetap tenang, tangannya bersedekap diatas dada. Tidak nampak sedikitpun cemas diwajahnya. Dia tahu, ayamnya hanya mengulur waktu saja. Sampai lawannya menyerah karena kelelahan.
Peraturngan ini sudah berjalan lama. Hingga saat itu sudah terhitung turun minum yang ke sepuluh. Kini penonton yang mulai kelelahan. Mereka belum pernah melihat pertarungan adu jago begitu lama. Anehnya tenaga kedua ayam itu seperti tak habis-habisnya.
Setelah turun minum ke sepuluh, keanehan mulai terjadi. Bledeg Merah tampaknya tidak mau meneruskan pertandingan. Dia hanya berputar-putar disekeliling arena. Kalau ayam Cindelaras mau, si Bledeg Merah mundur. Sekali berbenturan di udara, setelah itu Bledeg Merah mundur, lalu menghindar. Tampak sekali dia sudah tidak mau melanjutkan pertarungan, meskipun dia tidak terluka sama sekali.
Melihat kejadian itu kontan para penonton berteriak: Cindelaras…menang, Cindelaras…..menang, Cindelaras……menang. Teriakan terus semakin besar, sementara ditengah arena ayam jago si Bledeg Merah benar-benar menghindari pertarungan. Dia hanya berjalan memutari arena menjauhi ayam jago Cindelaras.
Melihat kejadian itu Pangeran Anom marah sekali. Dia sangat kecewa. Tanpa mempedulikan siapapun, dia bergegas keluar arena pertandingan, dan terus memacu kudanya menjauhi arena. Dia sangat malu. Kecewa. Baru kali ini dia dikalahkan dengan cara yang sangat menyakitkan.
Para pengawalnya terus mengikuti dari belakang. Juga pawang jago si Bledeg Merah.
Di arena, ayam jago Cindelaras dilelukan penonton. Tentu saja juga pemiliknya. Mereka sangat puas melihat pertandingan besar itu. Tapi ada kepuasan lain dari penonton itu. Saat melihat Pangeran Anom kecewa, marah, lalu bergegas keluar begitu saja. Penonton puas melihat adegan kekalahan Pangeran Anom itu.
Baca Juga:
Seperti biasanya yang dilakukan oleh Cindelaras, Aryadipa, dan juga Respati. Mereka membagikan uang hasil kemenangan itu kepada masyarakat disekitar arena pertandingan. Juga kepada para penonton yang berasal dari jauh, dan orang-orang tua. Juga dibagikan kepada para pedagang kecil yang menjajakan makanan dan minuman. Aryadipa, yang memegang uang hasil kemenangan itu, hanya menyisakan sedikit saja.
Ki Joyo yang sedari tadi memperhatikan jalannya pertandingan menjadi lega hatinya. Akhir dari pertandingan yang baik. Dia kini melihat sosok Cindelaras lebih utuh lagi. Dia semakin mengagumi sosok anak muda ini.
Ki Joyo juga melihat sambutan penonton yang mengidolakan Cindelaras. Dia juga melihat kekecewaan dan marahnya Pangeran Anom. Tapi dia berpikir, setelah kejadian ini, Cindelaras harus lebih hati-hati lagi,
“Rupanya permainan ini semakin menarik. Ki Patih harus tahu perkembangan hari ini. Karena kekalahan Pangeran Anom pasti akan segera menyebar kemana-mana,” kata KI Joyo dalam hatinya.
Di arena, ketiga anak muda itu dikerumuni penonton untuk mengucapkan terima kasih. Mereka berebut ingin mendekati Cindelaras untuk bersalaman. Terutama gadis-gadis mudanya. Melihat hal itu, Respati segera mengajak Cindelaras dan Aryadipa untuk keluar dari arena pertandingan.
“Ayo Cindelaras kita segera keluar dari sini. Aku lapar ingin segera makan tepo pecel dan dawet,” kata Respati beralasan, sambil memegang tangan Cindelaras, lalu ditariknya tangan itu menuju keluar arena. Aryadipa yang melihat tingkah Respati tertawa sendiri. Namun dia segera mengikutinya dari belakang.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik
Api di Ujung Agustus (Seri 33) – Pengkhianat Didalam Istana
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
free chatNovember 21, 2024 at 5:30 am
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-25-2/ […]
best camsDecember 5, 2024 at 7:51 pm
… [Trackback]
[…] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-25-2/ […]