Oleh: Soegianto, Fakultas Sain dan Teknologi UNAIR
Pada awalnya, tidak ada waktu sama sekali. Waktu hanyalah ukuran perubahan posisi objek di ruang angkasa. Sebagai contoh, setahun adalah ukuran pergerakan bumi mengelilingi matahari, dan sehari adalah rotasi bumi pada porosnya. Tanpa adanya objek di ruang angkasa, waktu pun tidak ada. Ini berarti bahwa sebelum adanya bumi dan matahari, tidak ada ukuran waktu yang bisa digunakan untuk menjelaskan awal mula segala sesuatu. Oleh karena itu, penulis Alkitab tidak bermaksud mengatakan bahwa segala sesuatu diciptakan dalam tujuh hari dalam arti literal ‘hari’ seperti yang kita pahami sekarang.
Penciptaan Awal
Meskipun materi, ruang, dan waktu tidak ada pada awalnya, sesuatu harus terjadi untuk memulai semuanya. Dengan kata lain, ada kejadian pertama yang memulai proses penciptaan. Karena tidak ada benda fisik ketika kejadian pertama ini terjadi, kejadian ini pastilah sangat berbeda dari peristiwa-peristiwa yang biasa kita pahami dalam hukum fisika. Penulis mengajukan gagasan bahwa kejadian pertama ini lebih mirip dengan peristiwa mental daripada peristiwa fisik. Ini mungkin terasa berlawanan dengan intuisi kita, tetapi dalam kenyataannya, kita sering mengalami bagaimana pikiran dapat menghasilkan efek fisik.
Peristiwa Mental dan Penciptaan Alam Semesta
Sebagai contoh, ketika seseorang mendapatkan ide untuk menyentuh pipi seseorang, sebuah impuls melompat melintasi sinapsis di otaknya. Kemudian, seperti arus listrik, impuls ini bergerak turun melalui saraf di lengan, menyebabkan tangan bergerak untuk menyentuh pipi tersebut. Contoh sehari-hari ini menunjukkan bagaimana pikiran dapat menghasilkan tindakan fisik. Dengan analogi ini, kita bisa membayangkan bahwa pada awal mula, ada impuls pertama yang datang dari suatu tempat untuk memulai penciptaan alam semesta. Namun, dari mana impuls pertama ini berasal? Sebagai anak-anak, kita sering merasa takjub melihat fenomena seperti kristal yang terbentuk di dasar larutan, seolah-olah ada impuls yang muncul dari dimensi lain.

Refleksi
Dalam cerita ini, Tuhan merefleksikan Diri-Nya. Dia melihat ke dalam cermin imajiner dan melihat masa depan. Tuhan membayangkan makhluk-makhluk yang sangat mirip dengan Diri-Nya. Dia membayangkan makhluk bebas dan kreatif yang mampu mencintai dengan cerdas dan berpikir dengan penuh kasih, sehingga mereka dapat mengubah diri mereka sendiri dan orang lain pada inti terdalam mereka. Makhluk-makhluk ini dapat memperluas pikiran mereka untuk merangkul keseluruhan kosmos, dan dalam kedalaman hati mereka, mereka dapat memahami rahasia-rahasia kerja halus dari alam semesta. Kadang-kadang cinta dalam diri mereka hampir padam, tetapi di lain waktu mereka menemukan kebahagiaan yang lebih dalam setelah mengalami keputusasaan, dan kadang-kadang mereka menemukan makna setelah kegilaan.
Alam Semesta yang Berpusat pada Manusia
Alam semesta yang digambarkan dalam buku ini berbeda karena dibuat dengan manusia dalam pikiran. Dalam sejarah ini, alam semesta bersifat antropocentris, setiap partikel tunggal diarahkan menuju umat manusia. Alam semesta ini telah merawat kita selama ribuan tahun, mendukung kita, membantu kesadaran manusia yang unik berkembang, dan membimbing setiap individu menuju momen-momen besar dalam hidup mereka. Ketika Anda berseru, alam semesta berbalik kepada Anda dengan simpati. Ketika Anda mendekati salah satu persimpangan besar dalam hidup, seluruh alam semesta menahan napas untuk melihat jalan mana yang akan Anda pilih.
Paradoks Ilmiah dan Mistis
Ilmuwan modern mungkin berbicara tentang misteri dan keajaiban alam semesta, seperti setiap partikel dalamnya terhubung dengan setiap partikel lain oleh tarikan gravitasi. Mereka mungkin menunjukkan fakta-fakta menakjubkan, seperti bahwa setiap dari kita mengandung jutaan atom yang pernah ada di tubuh Julius Caesar. Mereka mungkin mengatakan kita terbuat dari debu bintang, tetapi hanya dalam arti yang agak mengecewakan bahwa atom-atom yang membentuk kita ditempa dari hidrogen di bintang-bintang yang meledak jauh sebelum sistem tata surya kita terbentuk. Namun, alam semesta yang mereka jelaskan adalah alam semesta kekuatan buta.
Perbedaan dengan Ilmu Pengetahuan Modern
Perbedaan utama antara pandangan yang diuraikan dalam buku ini dengan pandangan ilmu pengetahuan modern adalah fokus pada kesadaran dan tujuan di balik penciptaan alam semesta. Ilmu pengetahuan modern cenderung melihat alam semesta sebagai hasil dari proses fisik dan kimia yang acak dan tidak berkesadaran. Alam semesta, dalam pandangan ilmiah, mengikuti hukum-hukum fisika yang dapat diukur dan diprediksi tanpa melibatkan entitas sadar atau tujuan akhir. Sebaliknya, dalam pandangan mistik yang diuraikan dalam buku ini, alam semesta dilihat sebagai refleksi dari pikiran ilahi yang penuh kesadaran, di mana setiap elemen memiliki tujuan dan peran dalam mencapai kesempurnaan spiritual manusia.
Analisa
Dalam alam semesta cermin, refleksi Tuhan menciptakan manusia sebagai cerminan dari Diri-Nya, dengan tujuan dan keinginan untuk memahami dan merangkul kosmos. Alam semesta ini tidak hanya terdiri dari kekuatan buta tetapi juga kesadaran dan perhatian yang intim terhadap kebutuhan terdalam dan paling halus kita. Dengan demikian, alam semesta ini adalah tempat yang hidup dan dinamis, di mana materi dan kesadaran saling berinteraksi dalam tarian kosmik yang terus berkembang.
Penjelasan lebih mendetail ini mencakup setiap konsep yang dibahas dalam bab pertama, memberikan pemahaman yang jelas dan mendalam tentang bagaimana penulis menjelaskan asal mula alam semesta dari perspektif esoterik dan mistis, serta perbedaan mendasar dengan pandangan ilmu pengetahuan modern.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%

Novel “Imperium Tiga Samudra” (13) – Perang Senyap Mata Uang

Mencermati Komisi Reformasi Polri


No Responses