KEDIRI – Ketua Koordinator Relawan Perempuan dan Anak Indonesia (RPAI) Kediri, Roy Kurnia Irawan, bersama orangtua NAF salah satu pelajar SMP yang ditetapkan sebagai tersangka dalam aksi unjuk rasa berujung kerusuhan di Mapolresta Kediri akhir Agustus lalu, mendatangi Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kediri, Senin (15/9/2025) siang.
Sebelumnya, Roy bersama orangtua pelajar juga menyambangi Polresta Kediri untuk menemui Kasatreskrim AKP Cipto Dwi Leksana.
Kedatangan mereka bertujuan meminta pihak berwenang tidak gegabah dalam menetapkan status tersangka terhadap anak di bawah umur.
Lebih lanjut, mereka menyampaikan keberatan karena orangtua pelajar sempat ditolak saat ingin menjenguk serta mengantarkan makanan untuk anaknya yang kini ditahan.
“Kata Kasatreskrim nanti akan disampaikan ke anggotanya agar orangtua bisa (diperbolehkan -red) menjenguk,” ujar Roy.
Dia juga mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan alasan tersangka masih berstatus pelajar SMP.
Namun, permintaan itu ditolak karena anak tersebut dikenakan pasal 170 KUHP tentang perusakan fasilitas umum.
“Menurut kami, pasal ini terlalu dipaksakan. Klien kami bukan pelaku utama, tidak ada niat unsur kesengajaan, hanya ikut-ikutan saja. Yang dilempar pun hanya air mineral dan batu kecil ke arah tembok, bukan ke petugas,” jelas Roy.
Ia menilai langkah kepolisian cenderung mengkriminalisasi anak dan tidak mempertimbangkan aspek perlindungan anak.
“Harapan kami pihak kepolisian mengkaji ulang, kalau perlu lakukan pemeriksaan ulang yang benar. Jangan sampai anak pelajar dikorbankan hanya karena ikut-ikutan dalam kerumunan massa,” tegasnya.
Lebih jauh, Roy menilai penahanan anak justru bisa menimbulkan dampak negatif. “Dengan diperlakukan anak dipenjara bukan menyelesaikan masalah, justru malah bisa membuat anak jengkel atau dendam. Selain itu, imej di lingkungan menjadi buruk karena anak pernah dipenjara,” pungkasnya.
Terpisah, Kasatreskrim Polresta Kediri AKP Cipto Dwi Leksana saat dimintai keterangan jurnalis media Detikzone terkait hal ini, tidak memberikan jawaban sepatah kata pun.
Kasus ini menuai perhatian publik karena menyangkut penerapan pasal terhadap anak di bawah umur dalam situasi demonstrasi.
Pihak keluarga dan RPDAI berharap aparat hukum lebih mengedepankan pendekatan keadilan restoratif, bukan semata-mata penegakan hukum yang berpotensi merugikan masa depan anak.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Republik Sandiwara dan Pemimpin Pura-pura Gila

Jokowi Dan Polisi Potret Gagalnya Reformasi

Artikel Investigatif: SMA Negeri 72 Jakarta — Ledakan, Rasa Sakit, dan Isu Kompleks di Balik Tragedi

RRT Nyatakan Siap Hadapi Pemeriksaan Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Rasional dan Proporsional Dalam Menyikapi Zohran Mamdani

Tragedi di Lapangan Kandis Riau, Nyawa Melayang Aparat Diam, Yusri: PHR Jangan Lepas Tangan

Pertahanan Yang Rapuh di Negeri Seribu Pulau: Membaca Geopolitik Indonesia Lewat Kacamata Anton Permana

Yusri Usman Dan Luka Lama Migas Indonesia: Dari TKDN, Proyek Rokan, hingga Pertamina Yang Tak Pernah Berbenah

Off The Record

Bangsa Ini Tidak Butuh Presiden Yang Pura-Pura Gila



No Responses