Geopolitik, Ekonomi, dan Kedaulatan: Indonesia di Mata Dr. Anton Permana

Geopolitik, Ekonomi, dan Kedaulatan: Indonesia di Mata Dr. Anton Permana
Dr Anton Permana

JAKARTA – Dalam percaturan geopolitik dunia yang kian kompleks, muncul sosok intelektual yang vokal dan konsisten menyuarakan kepentingan bangsa: Dr. H. Anton Permana, S.IP., M.H.. Sebagai seorang ahli geopolitik, ekonomi, dan alumnus Lemhannas, Anton tidak hanya bicara pada tataran konseptual, tetapi juga menyingkap realitas politik, pertahanan, dan keamanan yang kerap luput dari sorotan publik. Ia dikenal sebagai figur yang berani, lugas, dan tidak segan mengkritik pemerintah maupun elit politik ketika melihat ada yang berpotensi menggerus kedaulatan bangsa.

Karena sikap kritisnya ini, dia pernah di penjara pada masa rezim sebelum ini. Namun dia tidak goyah. bak karang dilautan, meski diterjang gelombang, dia tetap berdiri kokoh, bahkan semakin kuat.

Kedaulatan Negara sebagai Pondasi Utama

Dalam berbagai kesempatan, Anton menegaskan bahwa kedaulatan negara bukanlah sekadar jargon politik, melainkan pondasi eksistensi Indonesia. Ia kerap mengingatkan bahwa ancaman terbesar Indonesia tidak hanya datang dari luar negeri, tetapi juga dari kelengahan internal: lemahnya visi kebangsaan, ketergantungan ekonomi pada asing, serta politik transaksional yang menggadaikan kepentingan rakyat.

Menurutnya, arsitektur pertahanan Indonesia harus diletakkan dalam kerangka total defense system, di mana TNI, pemerintah, dan rakyat bergerak dalam satu komando. Ia sering mengutip pengalaman bangsa lain, yang meskipun kecil secara teritorial, mampu bertahan dari tekanan global karena soliditas nasional dan kemandirian ekonominya.

TNI dan Pertahanan Nasional

Anton Permana, dengan latar Lemhannas yang menekankan wawasan kebangsaan, melihat TNI sebagai garda terdepan kedaulatan yang tidak boleh dipolitisasi. Ia menolak keras tuduhan-tuduhan yang mencoba melemahkan citra TNI. Dalam pandangannya, TNI adalah institusi yang solid, satu komando, dan menjadi benteng terakhir ketika politik dan diplomasi gagal.

Ia juga menyoroti pentingnya modernisasi alutsista bukan hanya sebagai simbol kekuatan, tetapi sebagai faktor deterensi di tengah perebutan geopolitik Asia Pasifik. Baginya, investasi di sektor pertahanan bukanlah beban, melainkan jaminan keberlangsungan negara.

Geopolitik Global dan Posisi Indonesia

Dalam isu global, Anton kerap menyoroti potensi konflik besar dunia yang berimbas langsung pada Indonesia. Ia mengingatkan, perang dagang Amerika Serikat–Tiongkok, ketegangan Laut Cina Selatan, hingga eskalasi Timur Tengah tidak boleh dipandang sebagai isu jauh. “Indonesia berada di jalur silang geopolitik dunia,” ujarnya, “dan siapa pun yang menguasai jalur maritim Indonesia, pada dasarnya menguasai denyut perdagangan global.”

Karena itu, ia menekankan pentingnya Indonesia membentuk Dewan Keamanan Nasional yang terintegrasi, melibatkan intelijen, diplomasi, pertahanan, dan masyarakat sipil. Bagi Anton, ancaman non-militer seperti perang siber, krisis pangan, hingga energi, sama berbahayanya dengan invasi militer.

Ekonomi dan Kedaulatan Pangan-Energi

Selain isu militer, Anton juga menyoroti ekonomi sebagai medan pertempuran baru. Ia menyebut bahwa neoliberalisme dan utang luar negeri telah menjerat banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga ruang kedaulatannya terpangkas. “Ketahanan ekonomi adalah bagian dari ketahanan nasional,” tegasnya.

Dalam beberapa kesempatan, ia menekankan pentingnya ketahanan pangan dan energi. Bagi Anton, bangsa yang tidak bisa memberi makan rakyatnya dan mengendalikan energinya sendiri, lambat laun akan kehilangan kedaulatan. Ia mendorong agar kebijakan pemerintah lebih berpihak pada produksi dalam negeri, pemberdayaan petani, dan riset teknologi energi alternatif.

Suara Kritis di Tengah Arus Globalisasi

Keberanian Anton dalam menyampaikan kritik membuatnya sering dipandang sebagai suara moral yang mengingatkan bangsa. Ia tidak hanya menyampaikan analisis akademis, tetapi juga menegaskan tanggung jawab moral untuk menjaga Indonesia dari “jebakan globalisasi” yang sering menyamar sebagai investasi dan bantuan.

Ia percaya bahwa Indonesia memiliki modal besar: populasi produktif, kekayaan alam melimpah, serta posisi geopolitik strategis. Namun semua itu bisa berubah menjadi kerentanan jika tidak dikelola dengan visi nasional yang kuat.

Penutup

Dr. Anton Permana bukan sekadar akademisi yang berbicara dari ruang kelas atau seminar. Ia adalah pengingat keras bahwa kedaulatan adalah harga mati. Dalam setiap pernyataannya, Anton selalu mengajak bangsa untuk sadar bahwa dunia sedang bergerak cepat, dan Indonesia tidak boleh terjebak dalam euforia politik sesaat atau kepentingan jangka pendek.

Suara lantang Anton seolah menegaskan kembali pesan para pendiri bangsa: bahwa merdeka bukan hanya soal bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga mampu berdiri tegak, berdaulat, dan bermartabat di tengah dunia yang terus berubah.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K