JAKARTA – Pengangkatan Muhammad Qodari sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) menyisakan lebih dari sekadar serah terima jabatan: pernyataannya tentang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Perumahan Maruarar (Ara) Sirait memantik gelombang tanya. Apakah benar Qodari menyebut Ara “keduluan” Purbaya soal kebijakan stimulus — sehingga terkesan mengusulkan Ara lebih pantas sebagai Menkeu — dan, yang lebih penting, untuk siapa sebenarnya Qodari bekerja?
Pertama fakta: Qodari benar mengeluarkan pernyataan yang membandingkan kebijakan Purbaya dan Ara dalam forum publik. Dalam beberapa rekaman pidato dan cuplikan media sosial yang beredar, ia memuji langkah Ara yang dianggap “lebih dulu” menggerakkan dana untuk sektor perumahan melalui pelonggaran GWM (Giro Wajib Minimum) lalu membandingkannya dengan langkah Purbaya yang mengalihkan dana besar untuk stimulus ekonomi. Penggalan ucapan itu dipotret dan diberitakan berulang kali oleh media daring dan saluran video.
Catatan penting: Qodari tidak secara eksplisit menyatakan kalimat “Ara lebih cocok menjadi Menteri Keuangan daripada Purbaya” dalam kutipan yang dapat ditemukan — tetapi nada dan framing pembandingannya jelas memberi ruang interpretasi demikian di publik. Beberapa tajuk lokal menafsirkan pernyataannya sebagai sindiran halus atau penilaian preferensial yang menempatkan Ara sebagai figur yang melakukan tindakan ekonomi praktis lebih dahulu ketimbang Purbaya. Laporan-laporan ini memicu reaksi dan kritik publik.
Bagaimana reaksi? Pengamat dan tokoh publik langsung merespons. Ada seruan agar Kepala KSP lebih berhati-hati dan bijak dalam menyampaikan penilaian tentang pejabat lain, karena posisi KSP bukan sekadar staf; ia adalah corong kebijakan presiden dan penjaga komunikasi istana. Beberapa komentar menilai pernyataan itu berpotensi menafsirkan pembentukan kabinet sebagai arena preferensi internal daripada keputusan kolektif Presiden.
Lalu, Qodari bekerja untuk siapa? Jawaban formal—dan tak kontroversial—adalah: secara institusional Kepala KSP bekerja untuk Presiden, menjalankan fungsi kepemimpinan staf, memfasilitasi koordinasi kebijakan, dan mengawal program prioritas presiden. Pengumuman pelantikan dan serah terima menegaskan tugas resmi itu.
Namun praktik politik lebih rumit. Kepala KSP, oleh karena kedekatannya dengan lingkar istana, kerap menjadi kanal pengaruh — baik untuk mengamankan program presiden, maupun untuk menyampaikan narasi yang menguntungkan kelompok tertentu. Dalam kasus Qodari, pernyataannya yang membandingkan Purbaya dan Ara membuka ruang untuk dugaan bahwa ia tidak sekadar “mengawal komunikasi”, melainkan juga mempromosikan narasi yang menempatkan figur tertentu (Ara) dalam posisi lebih aktif soal kebijakan sosial-ekonomi. Beberapa pengamat menyebut bahwa tindakan semacam ini bisa mencerminkan kepentingan jaringan politik tertentu, entah itu pendukung kebijakan spesifik, kepentingan program, atau aliansi personal.
Apa konsekuensinya? Bila Kepala KSP menggunakan panggung publik untuk melakukan penilaian yang bisa diartikan sebagai mentoring atau lobby terhadap calon pejabat, maka itu menimbulkan masalah: mengaburkan batas fungsi administratif dan permainan politik internal. Di negara yang menghargai tata kelola pemerintahan yang jelas, peran KSP idealnya netral mengawal keputusan kolektif presiden — bukan menjadi panggung bagi preferensi personal yang bisa memicu ketegangan antar-menteri.
Kesimpulan sementara: Qodari memang mengeluarkan pernyataan yang membandingkan Purbaya dan Ara, dan pernyataan itu dipahami sebagian publik sebagai dukungan implisit kepada Ara. Secara resmi, ia bekerja untuk Presiden Prabowo — tetapi secara politik, pernyataan dan posisinya menunjukkan potensi peran sebagai aktor yang mempromosikan narasi atau kepentingan tertentu di dalam lingkar istana. Publik berhak menuntut transparansi: apakah Kepala KSP berbicara sebagai penjelas kebijakan pemerintah, atau sebagai penggerak preferensi politik internal?
EDITOR: REYNA
Related Posts

PBB meluncurkan proses formal untuk memilih sekretaris jenderal berikutnya

Kecerdasan Spiritual Fondasi Kebahagiaan

Kubu Jokowi TawarkanMediasi Kepada Roy cs

Bukan Sekadar Layar: Kehadiran yang Membentuk Hati Anak

TNI AL Amankan Dua Kapal Pengangkut Nikel Ilegal di Perairan Morowali–Konut

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (8) : Penghargaan Dunia Dan Jejak Diplomasi Global Indonesia

Apa Mungkin Selama Ini Negara Tidak Tahu?

Buntut Pemusnahan Dokumen, Taufiq Ancam Laporkan Semua Komisioner KPU Surakarta

Kasus Lapangan Terbang Morowali Hanya Kasus Kecil

Habib Umar Alhamid Ingatkan Jangan Ada UU dan Kebijakan “Banci” di Pemerintahan Prabowo



No Responses