Bubarkan Polri

Bubarkan Polri
Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

Oleh: Sutoyo Abadi

ILC Karni Ilyas tadi malam mengangkat topik soal Reformasi Polri 25/9/2025. Hadir ahli digital forensik Dr. Rismon Hasiholan Sianipar  sebagai salah satu nara sumber ILC, dari pilihan reformasi atau bubarkan langsung mengeluarkan statemen bubarkan Polri.

Kembali membongkar salah satu bobroknya Kepolisian  yaitu di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri yang dinilai tukang merekayasa. Sebelumnya Rismon berulangkali mengungkap hal itu dalam kasus kopi sianida Jessica Wongso dimana Rismon menjadi saksi ahli, dan kasus lainnya.

Statemen Rismon menghangatkan pro kontra dengan versinya masing – masing. Hanya kasus negara membubarkan kepolisian dan memecat polisi itu biasa terjadi, akibat kesalahan yang dilakukan oleh oknum atau bahkan lembaga kepolisian.

Mikheil Saakashvili,  Presiden Georgia sejak tahun 2004,  pada tahun  2005 memecat seluruh personel Polisi karena terindikasi terlibat korupsi. Tindakan tegas di ambil  80-90 persen polisi dipecat sekitar 25 ribu-30 ribu orang.

Mikheil Saakashvili membentuk kekuatan baru dengan  merekrut  orang-orang baru. Butuh 2-3 bulan untuk mencari orang-orang yang berintegritas, memberikan mereka pelatihan di akademi yang disponsori AS. Memberi mereka 20 kali lipat gaji, seragam baru, alat komunikasi buatan AS, dan fasilitas lainnya.

Hasilnya, warga Georgia yang tadi malas berurusan dengan polisi karena disebutnya bikin sakit kepala, sekarang hal-hal kecil saja, seperti kunci hilang dan masalah keluarga, warga tak segan berurusan dengan polisi. Angka kriminalitas menurun. Polisi lama dulu sering memukul orang, menyiksa sambil memeras. Polisi yang baru ini terdidik dan terkendali, zero tolerance tentang penyiksaan

Jacob Zuma, Presiden Afrika Selatan terpilih pada 2011. Memecat Kepala Kepolisian Jenderal Pol Bheki Cele karena dugaan korupsi dan ditahan pada Oktober 2012,  juga pecat 2 ( dua ) menterinya karena tersangkut korupsi.

Ollanta Humala, Presiden Peru pada 2011,  sangat  keras pada korupsi dan penyelundupan narkoba, memecat 2/3 jajaran petinggi Kepolisian untuk mengatasi akar korupsi. Sekitar 30 dari 45 petinggi Kepolisian, termasuk Kepala Kepolisian Peru dan Kepala Satuan Pemberantasan Narkoba, di pecat dan dipaksa  pensiun dini.

Alvaro Colom,  Presiden Guatemala pada Januari 2012,  memecat Kepala Kepolisian Peru Porfirio Perez dan asistennya Rolando Mendoza, karena menggelapkan barang bukti kokain sebesar 118 kg dan memecat Mendagri  Raul Velasquez. Karena menerima suap dari Bandar Narkoba yang memiliki kemampuan untuk membayar lebih dari pada gaji bulanan yang diterima polisi.

Vladimir Putin, Presiden Rusia memecat petinggi kepolisian Rusia yakni Kepala Deputi Komite Investigasi Moskow, Ivan Glukhov, dituding menerima suap US$ 3 juta dari 2 ( dua ) pengusaha. Di gantikan dengan Mayjen Vladimir Morozov, yang sebelumnya menjadi Kepala Kepolisian Daerah Smolensk.

Di Indonesia berdasarkan Perpres No. 54 thn. 2022 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berawal dari  positioning  Polri langsung di bawah Presiden, Polisi dipersenjatai melebihi kekuatan senjata TNI, dengan imbalan loyalitas buta Polisi pada Presiden, petaka awal  terjadi kerusakan di tubuh Polri.

Perselingkuhan Presiden dengan Polri penyebab kewenangan dan kekuasaan Polri bukan terkendali justru menjadi liar bahkan menjadi kepentingan politik Presiden boneka Taipan.

Polisi, menjadi kekuatan super body, menabrak siapapun yang berseberangan dengan kekuasaan, akibat Presiden telah memanjakan polri melampaui peran, fungsi dan tupoksinya. Dalam UU nomor 2 thn 2002 tentang Kepolisian, tugas polisi itu hanya tiga : penegak hukum, menjaga kamtibmas, dan melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat.

Makin liar munculnya oknum kepolisian menjadi herder mengamankan proyek Taipan Oligarki karena bisa di suap membayar lebih besar dari gaji yg di terima dari negara.

Terpantau dimana mana  berperan sebagai body guard Oligarki, sebagai penjaga   rampasan tanah  jarahannya dari gangguan dan mengusir penduduk dengan paksa dan dimana mana polisi harus benturan dengan masyarakat

Masyarakat sudah merasakan  terjadilah “peyoratif” pada institusi Polri tidak bisa di hindari karena terjadinya akumulasi negatif Polri sebagai lembaga, karena secara tersirat kiprah Polri terkait peran dan fungsinya menyimpang jauh dari tupoksinya. Sedangkan secara yuridis konstitusional, posisinya melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat.

“Bagaimana menghilangkan stigma peyoratif apa bisa Polri kembali sesuai tupoksinya ?” . Perubahan makna ke meliorasi atau ameliorasi (kembali baik) dari kondisi yang buruk harus ada penataan ulang insitusinya.

Sepakat dengan Rismon Hasiholan Sianipar pilihan bubarkan Polri dan tata ulang seperti polisi Georgia, rasanya lebih memenuhi aspirasi rakyat daripada sekedar reformasi Polri yang tetap di curigai, apalagi kalau sampai hasil atau dampak tidak berbeda dengan polisi saat ini.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K