Kerugian Rp300 Triliun Dihentikan! Enam Smelter Timah Ilegal Disita, Negara Ambil Alih

Kerugian Rp300 Triliun Dihentikan! Enam Smelter Timah Ilegal Disita, Negara Ambil Alih
Presiden Prabowo Subianto didampingi Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri Rosan Roeslani, dan Kapolri Listyo Sigit saat menyaksikan penyerahan enam smelter timah rampasan di Pangkal Pinang, 6 Oktober 2025. (Sumber: Biro Pers Sekretariat Presiden / Antara / CNBC Indonesia)

PANGKAL PINANG — Langit Pangkal Pinang siang itu tampak cerah. Di tengah deretan pipa logam dan tungku besar yang berdiri gagah, Presiden Prabowo Subianto berdiri di antara barisan pejabat tinggi negara.

Hari itu, ia menyaksikan langsung momen bersejarah — penyerahan enam smelter timah ilegal senilai Rp 6–7 triliun kepada PT Timah Tbk, hasil sitaan Kejaksaan Agung RI dalam kasus mega korupsi tambang timah di Bangka Belitung.

“Kita hentikan kebocoran besar ini. Negara tidak boleh kalah dari mafia tambang,” ujar Presiden Prabowo dengan nada tegas, disambut tepuk tangan para hadirin.

Turut hadir Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri Investasi Rosan Roeslani, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

Presiden Prabowo tinjau timah dan smelter ilegal

Aset Triliunan Kembali ke Negara

Enam smelter yang diserahkan merupakan bagian dari barang rampasan perkara korupsi pertambangan timah ilegal periode 2015–2022. Nilai total asetnya mencapai Rp6 hingga Rp7 triliun, meliputi bangunan smelter, alat berat, logam timah, dan tanah dengan potensi mineral langka.

Barang-barang rampasan tersebut kini resmi menjadi milik negara dan diserahkan melalui skema berjenjang — dari Kejaksaan Agung ke Kementerian Keuangan, lalu kepada Badan Layanan Umum (BLU) Danantara, untuk selanjutnya dikelola oleh PT Timah Tbk.

Di antara aset yang kini beralih ke negara antara lain:

1) 6 unit smelter timah termasuk milik PT Tinindo Internusa

2) 108 alat berat dan 195 mesin pertambangan

3) Lebih dari 770 ton logam timah siap ekspor

4) 22 bidang tanah seluas hampir 240 ribu meter persegi

5) Uang tunai Rp202 miliar dan sejumlah mata uang asing

6) Serta tanah jarang (rare earth) bernilai strategis yang masih dalam tahap verifikasi kandungan.

Kejaksaan Agung menyebut, aset-aset ini merupakan hasil kejahatan terorganisir yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun akibat penambangan dan ekspor ilegal selama bertahun-tahun di Bangka Belitung.

Smelter timah ilegal disita

Presiden: “Negara Harus Menang atas Mafia Tambang”

Prabowo menyebut kasus ini sebagai pelajaran pahit bagaimana sumber daya alam strategis Indonesia dikuasai oleh segelintir pihak secara ilegal.

“Bangka Belitung memiliki kekayaan besar, tapi selama ini bocor ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hari ini kita ambil kembali hak rakyat,” ujarnya.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan, penyitaan ini merupakan bagian dari strategi asset recovery terbesar yang pernah dilakukan lembaganya.

“Kita tidak hanya menghukum pelaku, tapi juga mengembalikan hasil kejahatan ke pangkuan negara,” katanya.

Menurut data Kejaksaan, dari penyelidikan terhadap jaringan tambang ilegal, terungkap adanya kolusi antara oknum aparat, pengusaha, dan pejabat daerah yang menyebabkan kerugian masif bagi negara. Kasus ini pula yang menyeret sejumlah nama besar di industri timah nasional.

Potensi Tambang Strategis: “Tanah Jarang” dan Masa Depan Industri

Selain logam timah, hasil sitaan juga mengandung potensi mineral tanah jarang (rare earth elements) — bahan baku penting untuk teknologi tinggi seperti baterai, semikonduktor, dan kendaraan listrik.
Jika dikelola secara sah, para analis memperkirakan potensi pendapatan negara bisa mencapai Rp4–5 triliun per tahun.

Namun, pengelolaan aset rampasan bukan tanpa tantangan. PT Timah harus menyiapkan investasi tambahan untuk memulihkan smelter yang sudah lama tidak beroperasi, menata ulang pasokan bijih dari penambang legal, serta memastikan tata kelola ramah lingkungan.

Babak Baru Pengawasan Tambang Nasional

Kasus timah ilegal di Bangka Belitung selama ini menjadi simbol kegagalan pengawasan tambang nasional. Ribuan tambang rakyat dan smelter bawah tanah beroperasi tanpa izin, merusak lingkungan, serta menggerus pendapatan negara.

Dengan penyerahan aset besar-besaran ini, pemerintah berharap tercipta efek jera dan pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola pertambangan nasional.

“Tidak boleh lagi ada tambang ilegal yang merusak dan memperkaya segelintir orang,” kata Bahlil Lahadalia.

Kementerian Investasi bersama Kementerian ESDM kini menyiapkan regulasi baru untuk memperketat izin, mengintegrasikan rantai pasok, dan memastikan setiap gram timah berasal dari sumber legal.

Presiden Prabowo Subianto didampingi Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri Rosan Roeslani, dan Kapolri Listyo Sigit saat menyaksikan penyerahan enam smelter timah rampasan di Pangkal Pinang, 6 Oktober 2025.
(Sumber: Biro Pers Sekretariat Presiden / Antara / CNBC Indonesia)

Dari “Kejahatan Tambang” ke Harapan Baru

Penyerahan aset timah rampasan ini bukan sekadar simbol politik, tapi langkah awal menuju perubahan tata kelola sumber daya alam yang selama ini “bocor” di tangan mafia tambang.

Presiden Prabowo menutup kunjungannya di Pangkal Pinang dengan satu kalimat singkat:

“Kita mulai dari sini. Negara harus menang atas ketamakan.”

Sebuah kalimat yang menggema — bukan hanya untuk Bangka Belitung, tapi untuk seluruh kekayaan alam Indonesia yang masih menunggu dibenahi.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K