Oleh: Budi Puryanto
Dr. Syahganda Nainggolan, lahir 27 November 1965 di Medan, adalah salah satu figur aktivis Indonesia yang tetap konsisten bersuara dalam ruang publik.
Latar belakangnya sebagai mahasiswa yang aktif di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan keterlibatannya dalam gerakan mahasiswa pada era 1980-an membentuk dasar pemikirannya yang kritis terhadap kekuasaan dan sistem politik.
Seiring perjalanan kariernya, Syahganda banyak memainkan peran intelektual di balik berbagai gerakan sosial, pendirian lembaga riset, dan kritik kebijakan publik. Di antara gagasan-gagasan utamanya, beberapa tema menjadi benang merah:
1. Kebebasan berpikir dan ruang publik
Di laman resmi GREAT Institute, lembaga riset yang didirikannya, Syahganda menekankan bahwa “suara akal sehat kerap dikalahkan oleh kebisingan propaganda, dan kebenaran dibungkam oleh kepentingan yang menyaru sebagai pembangunan.”
Ia memandang bahwa demokrasi bukan hanya soal pemilihan dan institusi formal, tetapi lebih soal kemerdekaan berpikir dan keterbukaan publik terhadap wacana berbeda.
Dari sudut ini, ia berargumen bahwa lembaga pemikiran seperti GREAT Institute harus menjadi ruang perlawanan intelektual — tempat kebijakan diuji lewat nalar, bukan kekuasaan.
2. Keterhubungan gagasan “Negara Pemberdaya” dan ekonomi kerakyatan
Syahganda sering menegaskan bahwa pembangunan bangsa tidak boleh hanya terjebak dalam paradigma utang, investasi asing, atau pertumbuhan angka-angka makro. Baginya, kesejahteraan rakyat perlu menjadi tolok ukur utama. Di peluncuran GREAT Institute, ia menyebut bahwa lembaganya akan menjadi mitra berpikir strategis bagi negara yang berpihak kepada rakyat — tidak hanya sebagai wacana pelengkap.
Ia juga menyebut bahwa ideologi dan nilai menjadi penting dalam menentukan arah kebijakan. Dalam wawancara eksklusif dengan VOI, Syahganda menyarankan agar Presiden Prabowo “bebas dari bayang-bayang masa lalu” agar bisa mengimplementasikan gagasan-gagasan progresif tanpa terganggu oleh pengaruh kekuasaan sebelumnya.
3. Kritik terhadap ketergantungan kelembagaan dan bayang-bayang politik lama
Salah satu gagasan yang mencuat adalah kritik Syahganda terhadap “bayangan kekuasaan masa lalu” dalam pemerintahan baru. Ia berpendapat bahwa perubahan struktural tidak akan maksimal jika figur pemimpin masih dikekang atau dipengaruhi oleh rezim sebelumnya.
Dalam wawancara tersebut, ia juga menyoroti bahwa banyak menteri dan struktur politik masih membawa jejak rezim sebelumnya, sehingga tantangan transformasi menjadi lebih berat baginya.
4. Peran lembaga riset sebagai instrumen kebijakan dan demokrasi intelektual
Gagasan lembaga riset tidak sekadar “alat penguat opini”, menurut Syahganda, tetapi harus menjadi laboratorium gagasan kebijakan yang bisa diuji oleh publik. Dalam peluncuran GREAT Institute, ia menyatakan bahwa lembaga ini tidak dibentuk untuk sekadar mempercantik wacana, melainkan untuk memperkaya opsi kebijakan melalui data, refleksi, dan keberanian intelektual.
Ia menekankan bahwa institusi seperti ini mesti independen dan memiliki integritas metodologis agar tidak menjadi “alat politik”, melainkan mitra pengendali kekuasaan yang kritis.
5. Gagasan pemimpin baru: lepas dari bayang-bayang masa lalu
Dalam wawancara VOI (15 Agustus 2025), Syahganda menyebut bahwa Presiden Prabowo harus melepaskan diri dari pengaruh politik masa lalu agar bisa memimpin secara orisinal.
Ia berpendapat bahwa pembangunan gagasan dan kebijakan tidak bisa maksimal bila pemimpin masih tergantung pada struktur lama.
Ia juga mengkritik budaya elit dan praktik politik yang masih “mengulang rezim lama” dalam figur menteri atau pejabat publik, dan menilai ini sebagai hambatan bagi transformasi lebih jauh.
EDITOR: REYNA
Related Posts

PBB meluncurkan proses formal untuk memilih sekretaris jenderal berikutnya

Kecerdasan Spiritual Fondasi Kebahagiaan

Kubu Jokowi TawarkanMediasi Kepada Roy cs

Bukan Sekadar Layar: Kehadiran yang Membentuk Hati Anak

TNI AL Amankan Dua Kapal Pengangkut Nikel Ilegal di Perairan Morowali–Konut

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (8) : Penghargaan Dunia Dan Jejak Diplomasi Global Indonesia

Apa Mungkin Selama Ini Negara Tidak Tahu?

Buntut Pemusnahan Dokumen, Taufiq Ancam Laporkan Semua Komisioner KPU Surakarta

Kasus Lapangan Terbang Morowali Hanya Kasus Kecil

Habib Umar Alhamid Ingatkan Jangan Ada UU dan Kebijakan “Banci” di Pemerintahan Prabowo



No Responses