SURAKARTA – Judicial Corruption Watch (JCW) dengan tegas mengecam penetapan tersangka oleh Polda Metro Jaya terhadap Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, Tifauzia Tyassuma, serta lima pihak lainnya dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Presiden ke-7 Joko Widodo terkait isu ijazah.
JCW menilai proses ini sarat cacat prosedur, tergesa-gesa, dan menjadi bukti nyata korupsi yudisial terstruktur yang sistematis untuk membungkam kritik rakyat serta melindungi dokumen negara yang patut dipertanyakan keasliannya.
“Penetapan tersangka ini bukan penegakan hukum murni, melainkan bentuk korupsi yudisial tingkat tinggi yang terorganisir. Aparat hukum dijadikan alat kekuasaan untuk membungkam suara rakyat yang menuntut transparansi atas dokumen publik. Bagaimana bisa menjerat dengan pasal pencemaran nama baik sementara keaslian ijazah Jokowi belum pernah diuji secara terbuka dan forensik di pengadilan?” kata Haekal, peneliti JCW.
JCW membeberkan lima kejanggalan fatal yang semakin memperkuat dugaan intervensi politik dan korupsi dalam proses hukum ini:
1. Keaslian ijazah Jokowi belum terbukti di pengadilan Solo. Surat penghentian penyelidikan Bareskrim Polri hanya dokumen internal tanpa pengujian ijazah asli di hadapan hakim. Sementara itu, sidang Citizen Lawsuit (CLS) nomor 211/Pdt.G/2025/PN Skt di PN Surakarta yang sedang berlangsung justru menunjukkan para tergugat – termasuk Jokowi, Rektor UGM Prof. dr. Ova Emilia, dan Wakil Rektor Prof. Wening Udasmoro – memilih tidak berani hadir langsung.
“Ini bukti ketakutan menghadapi bukti fisik. sidang CLS ini akan menjadi momen pembongkaran besar-besaran,”
2. Polda Metro Jaya abaikan prinsip due process of law. Meski mengklaim memeriksa 130 saksi dan 22 ahli, penyidik tak pernah menghadirkan ijazah asli Jokowi tahun 1985 untuk diuji forensik independen di depan publik. “Ini mirip kasus korupsi besar yang ditutup tanpa audit forensik. Penyidik seolah buru-buru menutup kasus demi lindungi pihak tertentu,” sindir JCW, seraya menambahkan bahwa gelar perkara pun terkesan formalitas tanpa melibatkan ahli netral dari pihak penquestion ijazah.
3. Pasal berlapis UU ITE sebagai senjata pembungkam kritik. JCW mencatat, jeratan Pasal 310-311 KUHP jo. Pasal 27 ayat 3 UU ITE serta pasal manipulasi data sering dipakai rezim otoriter untuk kriminalisasi. “Roy Suryo cs justru melakukan analisis ilmiah atas dokumen publik yang wajib dibuka berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Buku ‘Jokowi’s White Paper’ yang mereka terbitkan pada Agustus 2025 adalah bukti penelitian serius, bukan fitnah,” tegasnya.
4. Timing mencurigakan: Tepat saat sidang CLS memasuki tahap krusial. Penetapan tersangka diumumkan 7 November 2025, hanya berselang hari sebelum sidang jawaban tergugat di PN Surakarta pada 11 November.Ini upaya sistematis mengalihkan perhatian publik dari fakta bahwa Jokowi dan UGM tak berani tunjukkan ijazah asli. Mediasi CLS sebelumnya sudah deadlock karena tergugat menolak tuntutan transparansi.
5. Preseden buruk bagi kebebasan akademik dan penelitian. Roy Suryo sendiri menegaskan, Ini akan membuat siapa pun takut mempertanyakan kebenaran. JCW setuju, penetapan ini melanggar Pasal 28F UUD 1945 tentang hak memperoleh informasi.
Dukungan massif kepada Roy Suryo dkk terus mengalir dari berbagai kalangan yang menilai ini kriminalisasi.
Koordinator Indonesia Bersatu, Muslim Arbi: “Ini melukai bangsa. Korupsi yudisial nyata ketika aparat lindungi dokumen negara yang meragukan.”
Forum Tanah Air (FTA): “Tanpa putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, penetapan tersangka inkonstitusional.”
Tim AKUWI (penggugat CLS): “Kami siap buktikan di Pengadilan Solo bahwa ijazah itu patut dipertanyakan. Aparat jangan ganggu proses hukum sipil yang sedang berjalan.”
Pakar telematika lain: “Analisis Roy Suryo cs ilmiah, bukan manipulasi.”
JCW juga menyoroti sikap Roy Suryo yang tetap santai dan senyum menghadapi status tersangka, serta ajakannya agar rekan-rekannya tegar. Ini bukti integritas mereka. Sebaliknya, ketakutan pihak tergugat terlihat dari absennya Jokowi di sidang CLS.
JCW mendesak langkah tegas:
1. Polda Metro Jaya segera cabut status tersangka dan hentikan kriminalisasi.
2. Jokowi wajib hadir langsung di PN Surakarta dengan membawa ijazah asli untuk diuji oleh Pengadilan.
3. Kompolnas, Komisi III DPR, dan Komisi Kejaksaan turun tangan selidiki dugaan korupsi yudisial serta intervensi politik dalam kasus ini.
4. Mahkamah Agung awasi ketat sidang CLS agar hakim tetap independen dan tak terintimidasi.
“Rakyat tidak bodoh. Ketika tergugat sembunyi di balik e-Court, ijazah tak pernah ditunjukkan, dan aparat buru-buru tetapkan tersangka kritik – itu pertanda besar ada rahasia gelap yang disembunyikan. JCW akan kawal sampai kebenaran terungkap,” tegas Haekal.
Pemeriksaan Roy Suryo dkk sebagai tersangka dijadwalkan Kamis (13/11/2025). Kuasa hukum mereka menyatakan siap ajukan praperadilan, gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Polda Metro Jaya. Sidang CLS di PN Surakarta tetap terbuka untuk umum – rakyat diajak hadir sebagai saksi sejarah.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Wawancara Eksklusif dengan Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra (1): “The Gasoline Godfather” Dan Bayangan di Balik Negara

Hari Pahlawan Diperingati Para Pecundang Negara

Menteri Amran di ITS

Hari Pahlawan dan Krisis Mentalitas Penyelenggara Negara : Sebuah Refleksi

Panitia Dan Kepala Desa Tirak Menolak Rekomendasi Camat Kwadungan, Aliansi Minta Seleksi Diulang

Wakil Ketua Komisi IX Yahya Zaini: Rumah Sakit Tak Boleh Tolak Pasien Darurat, Administrasi Nomor Dua

Viral, Lagi-Lagi Kepala Sekolah MAN 3 Kandangan, Komite dan Humas Diduga Lakukan Pungli, Terancam Dilaporkan ke Polres Kediri

FTA meminta penghentian seluruh proses kriminalisasi dan intimidasi terhadap 8 aktivis dan peneliti

Republik Sandiwara dan Pemimpin Pura-pura Gila

Jokowi Dan Polisi Potret Gagalnya Reformasi



No Responses