Oleh: Diana Bakti Siregar
Kadang, saat anak rewel, kita menyerah terlalu cepat pada layar. “Daripada nangis… daripada tantrum…” Kalimat itu terdengar wajar. Sebuah solusi instan, membuat anak berhenti rewel, dan memberi mama waktu sejenak untuk bernapas. Tapi pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya: apa yang terjadi di hati dan pikiran kecil mereka ketika layar menjadi teman utama?
Anak-anak lahir dengan fitrah yang halus, penuh keingintahuan dan rasa ingin dihargai. Mereka ingin dilihat, didengar, dan dibimbing , bukan hanya dihibur. Ketika HP atau gadget selalu menjadi “penyelamat cepat”, hati mereka belajar bahwa perhatian orang dewasa bisa diganti alat elektronik, kesabaran menunggu dan menahan diri tidak penting, dan teguran atau arahan bukan untuk membimbing tapi sesuatu yang mengganggu. Sedikit demi sedikit, perilaku ini memengaruhi adab dan sopan santun mereka, sekaligus menumpuk risiko terhadap mental health .
Seorang sahabat berbagi keresahan yang mungkin dirasakan banyak mama muda: “Tolong sampaikan ya… pelajaran akhlak itu tolong ditingkatkan. Anak-anak sekarang sama guru sudah nggak ada sopan. Ditegur sedikit, lapor polisi. Lalu bagaimana guru bisa mendidik? Kalau guru terus-terusan takut, akhirnya guru tidak peduli. Bagaimana bisa lahir generasi beriman?” Kata-kata itu ringkas, tapi mengetuk kesadaran: pendidikan akhlak dan bimbingan nyata tidak bisa digantikan oleh layar.
Sebagai guru sekolah alam dan praktisi parenting nabawiyah, aku sering menyaksikan bahwa anak-anak yang terlalu cepat diberi HP cenderung kehilangan kesempatan untuk belajar menunggu, menahan diri, dan mengatur emosi . Talents Mapping mengingatkan kita bahwa setiap anak punya potensi unik yang tumbuh optimal ketika hati mereka ditemani, bukan sekadar dihentikan tangisnya. Dan pendidikan berbasis fitrah menekankan bahwa akhlak dan mental sehat lahir dari keteladanan orang dewas a dan interaksi nyata, bukan dari hiburan instan.
Memberi HP bukanlah kesalahan. Tapi ketika selalu menjadi solusi cepat, hati mereka belajar bahwa kebahagiaan dan perhatian bisa dibeli, bukan didapatkan melalui proses menunggu, belajar bersabar, atau memahami batasan. Anak-anak yang terbiasa dengan layar sebagai penyelamat cepat seringkali mengalami kesulitan mengontrol diri, menghargai orang lain, dan menyelesaikan konflik dengan bijak . Inilah yang kemudian berdampak pada perilaku di rumah, di sekolah, bahkan pada mental health mereka jangka panjang.
Sebagai orang dewasa, kita punya pilihan: ikut cepat memberi gadget, atau menjadi pendamping yang hadir nyata . Kehadiran nyata bukan sekadar memberi arahan, tapi juga menahan diri dari jawaban instan, mendengarkan keluh kesah mereka, menegur dengan lembut tapi tegas, dan memberi ruang anak belajar menunggu. Kehadiran kita adalah pondasi tempat mereka belajar adab, sopan santun, dan ketahanan mental . Tanpa itu, apapun pelajaran di sekolah tidak akan menembus hati mereka.
Refleksi kecil ini bukan untuk menyalahkan siapa pun. Ini pengingat lembut, bahwa perhatian dan cinta nyata lebih penting daripada sejenak tenangnya layar. Memberi waktu, bicara dengan sabar, dan menuntun anak untuk mengenali perasaan mereka adalah investasi terbesar yang bisa kita lakukan sebagai orang dewasa. Anak-anak akan mengingat bukan seberapa sering mereka diberi gadget, tapi seberapa sering hatinya disentuh dengan kehadiran kita .
Maka mari berhenti bertanya, “Siapa yang salah?” dan mulai bertanya: “Apa yang bisa aku lakukan sekarang untuk menemani hatinya?”
Generasi beradab, sopan, dan mental sehat tidak lahir dari gadget , tetapi dari orang dewasa yang berani hadir dan mendampingi hati mereka. Waktu yang kita beri untuk hadir di hati anak-anak jauh lebih berharga daripada sejenak tenangnya layar. Dan pada akhirnya, saat mereka dewasa, yang akan mereka ingat bukan gadget, tapi hati yang dulu hadir untuk mereka .
Tentang Penulis :
Diana Bakti Siregar adalah Penulis, Praktisi Pendidikan dan Talents Mapping, Founder Sekolah Alam Satu Langit Bogor dan Citayam.
EDITOR: REYNA
Related Posts

PBB meluncurkan proses formal untuk memilih sekretaris jenderal berikutnya

Kecerdasan Spiritual Fondasi Kebahagiaan

Kubu Jokowi TawarkanMediasi Kepada Roy cs

TNI AL Amankan Dua Kapal Pengangkut Nikel Ilegal di Perairan Morowali–Konut

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (8) : Penghargaan Dunia Dan Jejak Diplomasi Global Indonesia

Apa Mungkin Selama Ini Negara Tidak Tahu?

Buntut Pemusnahan Dokumen, Taufiq Ancam Laporkan Semua Komisioner KPU Surakarta

Kasus Lapangan Terbang Morowali Hanya Kasus Kecil

Habib Umar Alhamid Ingatkan Jangan Ada UU dan Kebijakan “Banci” di Pemerintahan Prabowo

Bravo, Prasiden Prabowo Beri Rehabilitasi ke Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi!



No Responses