ADU KETAHANAN ANTARA ALIRAN DENGAN ISME

Oleh : Agus Mualif Rohadi, penulis buku Himda (Muhammad) Dalam Konflik Agama dan Bangsa

Aliran agama pertama kali muncul pada agama yahudi sekitar satu abad sebelum masehi. Yaitu ketika agama yahudi bersentuhan dengan tradisi materialistik helenik bangsa Yunani yang menjajah bangsa Israel. 3 aliran utama adalah Saduqi yang orientasinya berat ke messianik sehingga sangat perhatian dengan kekuasaan, qumran yang berat ke cara hidup esenik dan farisi yang lebih menitik beratkan kepada ajaran taurat.

Aliran pada agama Kristen embrionya justru muncul sejak kelahirannya karena perbedaan visi tentang Ke Tuhan an Yesus, yang awalnya hanya ada dua visi namun kemudian terpecah pecah menjadi puluhan aliran.

Dalam Islam, aliran mulai muncul pada awal kepemimpinan dinasti abasiyah. Aliran dalam Islam awalnya karena kaum salih menjauh dari kekuasaan dan menjadi ustadz atau pemikir namun lambat laun karena mempunyai banyak pengikut kemudian menjadi penyeimbang kekuasaan, kemudian mempengaruhi kekuasaan.

Antar aliran pada suatu agama, didalamnya terdapat kesamaan sekaligus perbedaan. Meskipun awalnya dari satu aliran namun karena adanya peristiwa tertentu kemudian terpecah sehingga terbentuk aliran agama lainnya.
Misal, jika kita lihat Syi’ah. Awalnya hanya satu yaitu Syi’ah imamiyah (imam 12), pecahan pertamanya adalah Syi’ah ismailiyah, terus pecah lagi dan pecah lagi dan pecah lagi. Ada Fatimiyah dan banyak lagi sampai puluhan dari yang moderat adalah zaidiyah, dan yang ekstrim ada ghullu, rafidah dan lain lain.Demikian pula Sunni juga bermacam – macam variannya. Demikian pula yang terjadi pada aliran lainnya.

Aliran agama (apapun agamanya) adalah kombinasi orientasi AQIDAH dan dan orientasi kepemimpinan (KHILAFAH). Artinya, agama apapun alirannya selalu mengandung orientasi ke Tuhan an, orientasi ketaaan pada pemimpin utama dan orientasi risalah.

Lalu mengapa Agama hingga saat ini hanya menghasilkan aliran dan tidak melahirkan ISME?

Ideologi, yang mulai muncul pada abad 19, bermula dari pemikiran tentang menciptakan sistem ekonomi untuk kesejahteraan yang membutuhkan sistem politik.

Perbedaan ideologi terletak pada perbedaan orientasi dan pendekatan dalam mencapai kesejahteraan, perbedaan orientasi peran negara dan peran rakyat dalam perekonomian, dan perbedaan pandangan atas fungsi dan kepemilikan modal. Perbedaan tersebut memunculkan konsekuensi terjadinya perbedaan sistem politik dan kenegaraan.

Ideologi dalam konsepnya tidak meletakkan dasar ke Tuhan an dan tidak bersumber dari risalah agama.

Mengapa ideologi tidak mengenal agama?

Karena ideologi berawal tumbuh di eropa yang muncul dari hujatan terhadap peranan agama Kristen yang dianggap tidak membantu meningkatkan kesejahtetaan manusia.

Kitab Tanakh dan injil memang tidak menyediakan ayat – ayat yang dapat ditarik untuk menciptakan sistem ekonomi. Namun disisi lain, dalam perkembangan ideologi hal itu justru membuat agama yahudi dan Kristen tidak ada masalah dengan ideologi ideologi tersebut, karena kitabnya tidak bersinggungan secara langsung dengan ideologi.

Jadi aliran agama jauh berbeda dengan isme – isme.

Ada sedikit penyimpangan dalam perkembangan ideologi yaitu yang terjadi pada bangsa israel, yang mampu mengkombinasikan sosialisme dengan visi messianik, menjadi sosialisme yahudi dan dikenal dengan zionisme. Meskipun demikian, terdapat pula penolakan terhadap zionisme pada sebagian bangsa Isreal yang tidak ingin visi messianik dikotori dengan sosialisme.

Lalu bagaimana visi kitab suci terhadap masalah ekonomi dan kesejahteraan yang menjadi sentral dalam ideologi?

Pada kitab Tanakh dan Injil tidak menyediakan ayat ayat yang dapat ditarik untuk menciptakan sistem ekonomi,
sedang al – Qur’an mempunyai cukup banyak ayat ayat yang dapat menginspirasi penciptaan sistem ekonomi.

Namun demikian al – Qur’an tidak secara spesifik mengarahkan pada terbentuknya suatu sistem ekonomi tertentu. Yang ada adalah pendekatan untuk menciptakan sistem ekonomi.

Islam justru secara spesifik memberi penekanan besar pada kewajiban pada umatnya untuk membayar zakat, sodaqoh, mal. Islam juga menerapkan larangan praktik riba yang dapat berakibat terjadinya penghisapan. Mengapa begitu?

Itu menunjukkan bahwa dalam risalah Islam, rizki adalah bagian taqdir yang justru menjadi tolok ukur keimanan. Gampangnya adalah dalam kekayaan individu di dalamnya terdapat kekayaan atau hak orang lain (kalau hal ini ditafsir sebagai orientasi sosialis ya boleh saja atau hanya disebut sebagai tanggung jawab sosial individu yang melekat dan wajib dilaksanakan sebagai konsekuensi keimanan ya boleh juga).

Islam tidak membahas peran negara dalam perihal itu, karena sudah ditetapkan sebagai peran dan kewajiban setiap orang. Negara boleh mengelola tetapi tidak bisa melarang orang yang menyalurkan zakat, shodaqoh atau malnya sendiri sesuai hitungan dan kemauannya sendiri. Karena hal ini dipandang sebagai bagian pertanggung jawaban setiap orang atas rizki yang diperolehnya dan merupan bagian kualitas keimanan setiap orang yang akan menentukan tempat bagi setiap orang di akhirat nanti.

Dalam sejarahnya, negara Islam pernah menerapkan pembayaran jizyah terhadap kaum yang dilindungi sebagai kompensasi terhadap biaya yang dikeluarkan untuk perlindungan. Konsep jizyah muncul dari seorang pemimpin beriman Islam yang berarti jizyah dapat diterjemahkan sebagai biaya yang muncul berdasarkan sistem keimanan Islam, dimana seorang pemimpin muslim sedang menjalankan kewajiban kemanusiaan terhadap kaum lain yang harus dilindungi hak hak nya dan keamanan hidupnya, yang hasil jizyah harus dikelola dengan dasar kemanusiaan (bagaimana jika dibandingkan dengan konsep pajak?).

Saat ini, dalam politik ekonomi antar negara sepertinya terdapat kebutuhan menciptakan kompromi dalam pengaturan ekonomi global yang sama sekali tidak mempertimbangkan perbedaan ideolologi.

Apakah hal ini justru akan menjadi awal era baru atau step kearah punahnya ideologi?

Disamping itu, pengaturan persaingan ekonomi global sudah banyak menuai kecaman karena justru lebih mengutungkan negara kuat dan kaya, serta menciptakan ketimpangan ekonomi antar negara.

Lalu dimanakah peran agama dalam masalah tersebut?

Apakah suatu saat nanti agama dapat melahirkan sistem kesejahteraan yang lebih berkeadilan?

Para pemimpin dan orang orang kuat dari penganut agama Yahudi dan Kristen di banyak negara sudah terlibat langsung dan berada di garis depan dalam penciptaan sistem ekonomi global saat ini (yang dapat ditelusuri sejak dari peranan negara negara yang memenangkan perang dunia pertama dengan terbentuknya liga bangsa bangsa dan perang dunia kedua yang membentuk perserikatan bangsa bangsa).

Dengan demikian, secara hipotetis, tinggal Islam yang diharapkan memunculkan alternatif sistem ekonomi yang dapat lebih menciptakan keadilan ekonomi global.

Bagaiamakah hal ini dapat muncul dari agama Islam, sedang sampai saat ini Islam masih menyimpan masalah yang menyangkut huhungan antar aliran agama yang disisi lain dapat digunakan sebagai alat adu domba dengan tujuan penguasaan sumber daya.

Jika Kristen dan Yahudi sudah sampai pada kematangan hubungan antar aliran dalam agama sehingga relatif tidak muncul konflik antar aliran dalam agama tersebut, namun energinya justru menciptakan kesenjangan ekonomi global,
sedang pada agama.Islam masih dalam proses menuju kematangannya dan oleh karena itu masih terdapat pula konflik berlatar aliran.

Setelah nantinya mencapai kematangan hubungan antar aliran, dapatkah Islam menjadi alternatif menciptakan kesejahteraan ekonomi yang berkeadilan?

Dari sisi keimanan, Islam telah menempatkan model tanggung jawab sosial untuk memperkecil kesenjangan ekonomi melalui tradisi zakat sodaqoh, mal dan larangan praktik riba untuk menciptakan suatu sistem ekonomi berkeadilan dan mewujudkan kesejahteraan hidup bersama (dapat dibaca : global).

Namun masih membutuhkan waktu yang sangat lama untuk hal itu. Salah satu prasyaratnya adalah kematangan hubungan antar aliran dalam Islam.

Related Posts