Ahmad Cholis Hamzah: Arek-Arek Suroboyo Itu Bukan Sekelompok Preman

Ahmad Cholis Hamzah: Arek-Arek Suroboyo Itu Bukan Sekelompok Preman
Ilustrasi para pejuang Surabaya tahun 1945

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Setiap memperingati Hari Pahlawan 10 Nopember, saya juga mengenang gugurnya sepupu saya yang bernama Cak Madjid, yang waktu kecilnya diasuh almarhumah ibu saya. Cak Madjid pada usia 20 tahun-an bergabung di pasukan Laskar Hisbullah – sayap milisinya Nahdlatul Ulama (NU) yang bersama ribuan pasukan Hisbullah dan pejuang Indonesia lainnya yang bergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat, Tentara Pelajar Indonesida dll ikut bertempur melawan Inggris dan Belanda bulan Oktober-Nopember 1945.

Mereka ini adalah anak-anak muda yang rela berjihad membela negara dan bersedia mati syahid. Dan Cak Madjid – sepupu saya yang kulitnya putih, ganteng, ibadahnya kuat, rutin membaca kitab kuning itu gugur ditembak Belanda pada saat akan menghancurkan sebuah jembatan di Mojokerto. Seperti diketahui pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya itu merembet sampai daerah-daerah pinggiran Surabaya seperti Mojokerto itu.

Almarhum Cak Madjid dan ribuan syuhada pertempuran 10 Nopember 1945 itu telah membuka mata Belanda bahwa mereka itu bukanlah “Gang of Collaborators” atau kelompok yang bisa dibayar, seperti preman. Gang of Collaborators ini istilah dari penjajah Belanda kepada para pejuang Surabaya. Namun mereka adalah sekelompok pejuang yang membela negara.

Akan halnya pertempuran yang sekarang berlangsung di Gaza Palestina, pihak Amerika Serikat dan sekutunya negara-negara barat dan Israel menyebut secara resmi para pejuang Hamas itu adalah sekelompok teroris. Negara Turkiye dan Rusia menolak menyebut Hamas kelompok teroris, kata presiden Turkiye – Hamas itu adalah sekelompok orang yang memperjuangkan kemerdekaan negerinya.

Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya itu situasinya hampir sama dengan pertempuran di Gaza antara Israel dan pejuang Hamas yang sekarang masih berrlangsung, dimana Israel dengan bantuan Amerika Serikat menggempur Gaza dari segala arah dengan kekuatan penuh pasukan darat, udara dan lautnya nya dengan persenjatan canggih. Sedangkan pejuang Hamas tidak memiliki pesawat tempur, tank dan kapal perang. Itu adalah pertempuran yang tidak seimbang sebenarnya.

Pertempuran 10 Nopember 1945 juga demikian karena tentara Inggris menggunakan kapal–kapal perang besar, tank, kendaraan lapis baja, dan pesawat terbang. Tercatat ada 6.000 pasukan British Indian, di susul tambahan 24.000 tentara Inggris dengan 24 tank Sherman buatan Amerika Serikat dan beberapa tank kelas ringan, 24 pesawat tempur dan 5 kapal perang-–2 berjenis Cruiser dan 3 jenis Destroyer.

TERKAIT :

Sebaliknya para pejuang Indonesia bersenjatakan bambu runcing, klewang, clurit, senjata rampasan dari tentara Jepang dan senjata seadanya lainnya serta doa-doa dari almarhum Abah saya dan para Kiai di Sidoarjo sebelum berangkat ke medan tempur..

Pertempuran 10 Nopember 1945 itu pecah setelah Brigadir Jendral Aubertin Walter Sothern Mallaby, komandan Brigade 49 Divisi India yang merupakan bagian dari Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang datang ke Surabaya untuk membantu penjajah Belanda – terbunuh di Jembatan Merah Surabaya oleh para pejuang Surabaya, dan ini memicu keluarnya ultimatum Inggris untuk membumi hanguskan Surabaya.

Pertempuran yang dimulai tanggal 10 November 1945 itu menelan ribuan nyawa para pejuang Indonesia (ada yang mencatat 16.000 jiwa) dan ribuan orang mengungsi keluar kota Surabaya – almarhumah ibu saya dan para familinya mengungsi sampai didaerah Batu, Malang.

Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya membuka mata dunia kala itu bahwa para mujahid Indonesia seperti sepupu saya Cak Madjid itu bukanlah “Sekelompok Preman” yang tidak memiliki dukungan rakyat, tapi mereka adalah pejuang berani mati Indonesia, yang sejak awal bersedia untuk gugur syahid dengan tersenyum demi kemerdekaan bangsa dan negara yang kita cintai ini.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K