Penguasaan STEM Dalam Menyelesaikan Masalah Maritim Melalui Pendekatan ICZM UntuK Kebangkitan Ekonomi Biru

Penguasaan STEM Dalam Menyelesaikan Masalah Maritim Melalui Pendekatan ICZM UntuK Kebangkitan Ekonomi Biru
Ilustrasi

Penulis: M I Jifaturrohman, M F Rahmat, W A Pratikto
Departemen Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

    M I Jifaturrohman  M F Rahmat  W A Pratikto

Meskipun Indonesia memiliki banyak potensi ekonomi laut, pengelolaan yang berkelanjutan diperlukan untuk menjaga ekosistem laut tetap sehat. Konsep blue economy dan ICZM menjadi penting untuk pengelolaan sumber daya kelautan yang komprehensif.

Untuk mendukung kemajuan berkelanjutan, fokus pada pengetahuan mendalam dan pembangunan berbasis sumber daya lokal harus ada. Perguruan Tinggi memainkan peran penting dalam penerapan IPTEK dan manajemen profesional. Tantangan seperti kurangnya produktivitas lembaga penghasil IPTEK dan teknologi impor harus diatasi.

Metode STEM sangat penting untuk mengintegrasikan ide Blue Economy dan ICZM. Untuk mencapai kesimpulan yang inklusif, artikel ini menyajikan informasi dan argumen logis menggunakan pendekatan deskriptif dan analitik.

Penerapan blue economy dan ICZM dapat diimplementasikan untuk mengatas berbagai permasalahan wilayah pesisir dengan mempertimbangkan berbagai aspek dalam sudut pandangnya antara lain: pendekatan terpadu, pengelolaan sumber daya laut, kesejahteraan masyarakat pesisir, keberlanjutan lingkungan, pengelolaan pariwisata, dan kolaborasi antar sektor.

Kedua konsep ini juga dapat dikolabroasikan sebagai media mempromosikan eco-tourism di Indonesia melalui berbagai forum-forum regional di Kawasan AsiaPasifik melalui pendekatan diplomasi budaya.

Penggunaan STEM dalam pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam sangat diperlukan, untuk membantu menyelesaikan masalah dengan mengumpulkan data dan menganalisis serta memecahkan permasalahan yang terjadi, dan juga mampu untuk memahami hubungan antara suatu permasalahan dan masalah lainnya.

Penggunaan IPTEK merupakan salah satu penerapan dari konsep STEM. Adanya Perguruan Tinggi berperan penting dalam proses kemajuan IPTEK yang nantinya akan membantu dalam proses pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam.

Ilustrasi

Ekonomi Biru 

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau dan garis pantai sepanjang kurang lebih 108.000 km[1], Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas dan sumber daya laut alam yang melimpah. Hal ini mendukung beragam sektor kelautan dan memberikan prospek yang signifikan untuk pendirian sektor-sektor baru yang sedang berkembang. Perairan Indonesia menawarkan peluang ekonomi di berbagai sektor, termasuk sumber daya laut baik yang hidup maupun yang tidak hidup, industri, pariwisata, transportasi, dan logistik.

Menurut data World Bank memperkirakan ekonomi laut Indonesia memiliki nilai tahunan lebih dari 280 miliar USD. Bahkan nilai potensi pariwisata terumbu karangnya saja mampu mencapai 3 miliar USD. Produksi perikanan tangkap laut mencatat surplus perdagangan sebesar 4,12 miliar USD pada tahun 2018 yang menunjukkan adanya permintaan signifikan dari pasar internasional.

Seperti yang dijelaskan pada Gambar 1 di bawah ini, jika dilihat dari nilai USD perekonomian maritim di berbagai Negara ASEAN, Indonesia jauh lebih berpotensi pada berbagai sektor seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan produk ikan, galangan kapal, jasa transportasi kelautan.

Tentunya dalam mengeloa sumber daya alam yang begitu besar ini, Indonesia perlu menggunakan sebuah basis perekonomian maritim yang berkelanjutan dan berorientasi pada lingkungan dengan mengedepankan jaminan kesehatan dan ketahanan ekosistem laut demi menjamin manfaat bagi generasi sekarang dan masa depan.

Basis perekonomian maritim Indonesia yang saat ini masih terus diupayakan adalah melalui Ekonomi Biru. Ekonomi biru (blue economy) merupakan suatu gagasan ekonomi kelautan yang berkelanjutan dengan menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial sekaligus memastikan kelestarian lingkungan tersebut dalam jangka panjang.

Pengembangan ekonomi biru Indonesia menjadi hal yang sangat penting untuk transformasi ekonomi dan keluar dari jebakan pendapatan menengah. Visi Indonesia 2045 menyerukan transformasi ekonomi dari ekonomi yang bergantung pada sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis manufaktur dan jasa yang modern, kompetitif, dan bernilai tambah tinggi untuk menjamin kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Transformasi ekonomi akan memanfaatkan kekuatan maritim negara ini dengan meningkatkan manajemen sumber daya laut yang lebih baik untuk mengoptimalkan pengembangan ekonomi biru guna meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekaligus USD million membangun sektor maritim yang kompetitif, inovatif, dan berkelanjutan.

Diharapkan transformasi ekonomi ini akan membantu meningkatkan lapangan kerja, produktivitas, dan nilai tambah. Namun realitanya untuk mengimplementasikan konsep ekonomi biru ini menjumpai berbagai kompleksitas permasalahan yang dihadapi di lapangan. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir (internal matter), dan faktor eksternal seperti climate change, gelombang tinggi, sea-level raise, overfishing, illegal fishing harus diselesaikan dengan metode yang tepat yang mampu mengintegrasikan seluruh komponen-komponen organisasi dan pihak terkait menjadi sebuah solusi yang komprehensif.

Integrated Coastal Zone Management atau ICZM adalah sebuah konsep pendekatan yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir dan merupakan pedoman untuk mengelola kawasan pesisir secara terpadu.

Metodologi ICZM ini telah dikembangkan secara selama bertahun-tahun. Konsep ini membutuhkan kemampuan kelembagaan untuk menangani masalah antar sektoral, seperti lintas disiplin ilmu, batas-batas kelembagaan, dan kewenangan pemerintah serta peran serta Perguruan Tinggi sebagai pusat studi keilmuan.

Perlunya kerangka berpikir yang tepat, dimana dapat mendukung pengembangan potensi kelautan Indonesia agar mampu bersaing dengan negara lain. Salah satu model kerangka berpikir dalam mengembangkan potensi kelautan Indonesia adalah dengan menerapkan konsep STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics).

STEM merupakan suatu pendekatan yang merujuk kepada empat komponen ilmu pengetahuan yang dibentuk berdasarkan perpaduan beberapa disiplin ilmu, seperti Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika.

Kolaborasi dalam proses kerangka berpikiri ini akan membantu dalam mengumpulkan dan menganalisis serta memecahkan permasalahan yang terjadi, dan juga mampu untuk memahami hubungan antara suatu permasalahan dan masalah lainnya.

Model STEM juga dapat berkembang apabila dikaitkan dengan lingkungan, sehingga terwujud sebuah pola piker yang berorientasi kepada penyelesaian suatu masalah dengan menghadirkan fakta akurat yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.

Perekonomian berbasis blue economy yang dipadukan dengan metode ICZM untuk menghadapi berbagai isu-isu permasalahan yang cukup dinamis ini memerlukan modal kerangka berpikir yang solutif yang dapat dituangkan dalam bentuk model STEM.

Hal ini diperlukan karena melihat sumber daya alam Indonesia yang besar dimana meliputi daratan dan lautan, maka dapat berpotensi sebagai “competitive advantages” bangsa dan “prime mover” pembangunan ekonomi nasional.

Kemudian apabila dalam pemanfaatan tersebut tidak didasari dengan pengetahuan yang dalam, maka akan merusak dan tidak menjaga keberlangsungan lingkungan tersebut. Sehingga nantinya akan berdampak langsung kepada masyarakat terutama rakyat miskin yang sumber mata pencahariannya sangat bergantung dengan hasil alam dan juga akan menyebabkan degradasi lingkungan yang akan semakin memprihatinkan. Untuk itu perlu adanya pembangunan dengan berorientasikan kepada rakyat berbasis sumber daya lokal agar dapat menunjang Indonesia yang lebih maju dan makmur.

Problem

Pembangunan dan pemanfaatan wilayah pesisir yang terpadu dapat terwujud dengan cara dengan menerapkan Ilmu Pengatahuan dan Teknologi (IPTEK) dan manajemen secara tepat sasaran. Peran perubahan ini dapat dilakukan salah satunya melalui melalui Perguruan Tinggi.

Namun ada permasalahan lainnya yang terjadi dalam pelaksanaannya, diantaranya secara umum pelaku dan pegiat usaha belum menerapkan IPTEK dan manajemen sebagaimana mestinya. Sebagai contoh adalah sebagian teknologi yang digunakan masih berstatus impor, lembaga penghasil IPTEK (Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, dan lain-lain) masih kurang produktif dalam menghasilkan teknologiteknologi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri serta adanya ketidaksesuaian antara kebijakan maupun program pemerintah dengan pelaku usaha terutama rakyat kecil dan/atau antara lembaga penghasil IPTEK maupun pengguna (users).

Oleh karena itu peran sentral dari Perguruan Tinggi adalah menjadikan IPTEK dan manajemen secara professional dapat diterapkan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam untuk kemakmuran dan kemajuan bangsa.

Penggunaan Metode STEM dalam hal ini dapat dilakukan sebagai kunci utama penyelarasan konsep yang sudah ada tersebut seperti Blue Economy dan Integrated Coastal Zone Management (ICZM).

Maka dari itu pada artikel ini akan membahas bagaimana peran dan potensi STEM dapat berguna dalam pelakasanaan konsep Blue Economy dan Integrated Coastal Zone Management (ICZM).

Blue Economy, ICZM dan Marine Ecotourism di Indonesia dan Asia Pasifik

G. A. Pauli dalam The Blue Economy, menjelaskan ada perbedaan cara pandang dan bekerjanya red, green dan blue economy.

Ekonomi merah (red economy) menjelaskan tentang dominansi terhadap cara pandang ekonomi manusia secara antroposentris dan berfokus pada eksploitasi sumber daya tanpa pertimbangan hubungan timbal balik kepada alam, dinilai sebagai penyebab kebangkrutan, krisis, dan kerusakan dunia.

Sebaliknya, green economy menjunjung konsep membutuhkan investasi yang lebih tinggi dari perusahaan dan pembayaran yang tinggi dari konsumen untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan, namun terkadang sulit diimplementasikan pada masa krisis dan dirasa eksklusif.

Meskipun upaya perlindungan lingkungan dari green economy berusaha melakukan upaya terpuji, tetapi tidak menjamin keberlanjutan.

Oleh karena itu, blue economy hadir dengan konsep yang berbeda dari red and green economy. Perbedaan yang paling mendasar dapat terlihat pada bagaimana konsep red economy focus pada pengambilan sumber daya alam dan tidak memperhatikan isu lingkungan.

Sedangkan green economy yang memusatkan perhatiannya kepada energi alternatif dan lingkungan yang berkelanjutan tetapi dengan inverstasi yang cukup mahal dan terkesan sangat eksklusif. Kemudian blue economy lebih maju dari gagasan dua konsep ekonomi sebelumnya karena sepenuhnya yang bersifat ramah lingkungan dan bertujuan untuk mentransformasikan sistem ekonomi secara menyeluruh.

Blue economy akan menciptakan lapangan kerja di masa datang, makin meluasnya modal social, serta pembangunan ke arah berkelanjutan. Blue economy juga membicarakan tentang transisi energi terbarukan serta menciptakan alternatif ekonomi yang adil dan berkelanjutan pada setiap lapis social-masyarakat.

Sisi unik dari blue economy ini terletak pada nilai tambah melalui keterlibatan aktif dalam siklus alami sumber daya yang terhubung dalam suatu simbiosis yang bersifat regreneratif sehingga kesatuan ekosistem alami tetap terjaga kelimpahannya. Sebagai contoh adalah limbah yang dihasilkan oleh industri perikanan yang dapat dikonversi menjadi sebuah produk lainnya seperti untuk pakan udang, ikan kerapu dan sebagainya yang menjadikannya sebuah kebermanfaatan dalam menyerap nilai perekonomian.

Integrated Coastal Zone Management (ICZM) dan blue economy memiliki hubungan erat karena keduanya bertujuan untuk mengelola pemanfaatan sumber daya di zona pesisir dengan pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa relevansi antara ICZM dan blue economy

Keuntungan lain dengan penerapan kedua konsep tersebut dapat membuka jalan untuk Indonesia berdiplomasi dengan negara-negara lain baik di sekitar Asia Tenggara (South East Asia) maupun seluruh dunia terutama berdiplomasi dengan tujuan membangun perekonomian maritim, sehingga dapat mendukung upaya Indonesia menjadi negara maritim dunia.

Saat ini Indonesia sudah memiliki beberapa track record dalam berdiplomasi mengenai pengembangan bidang kelauatan, yang diantaranya yaitu, bergabungnya Indonesia ke dalam anggota IORA (Indian Ocean Rim Association) yang merupakan satu-satunya organisasi regional yang mewadahi negara-negara pesisir Samudra Hindia.

Samudera Hindia memiliki nilai-nilai strategis terutama untuk perekonomian dunia, yakni sebagai penghubung perdagangan dari Asia ke Eropa-Afrika dan sebaliknya.

Kemudian terjadi jalin kerjasama antara Indonesia dan United States of America (USA) melalui NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), dimana pada kerjasama ini bertujuan untuk mengembangkan potensi pemanfaatan sumber daya kelautan dan meningkatkan IPTEK di bidang kelautan.

Selanjutnya Dwi dan Subekti dalam bukunya Upaya Indonesia Meningkatkan Pariwisata Maritim melalui Diplomasi Kebudayaan di Asia Tenggara mengatakan, kerjasama dalam sektor pariwisata dengan negara ASEAN dalam ATF (ASEAN Tourism Forum), dapat menciptakan dan meningkatkan kesadaran negara-negara di ASEAN sebagai daerah tujuan wisata yang sangat kompetitif di Asia Pasifik, mempromosikan parawisata, dan memperkuat kerja sama antara berbagai sektor industry pariwisata ASEAN. Forum-forum ini kemudian dapat dijadikan sebagai instrument dalam mencapai kepentingan nasional melalui pendekatan diplomasi budaya.

Metode STEM Dalam Membangun Daya Saing Indonesia

STEM ( (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) merupakan singkatan dari sebuah pendekatan pembelajaran interdisiplin. Menurut Torlakson dalam bukunya Innovate: A Blueprint for Science, Technology, Engineering, and Mathematics in
California Public Education
, menyatakan bahwa pendekatan dari keempat aspek ini merupakan pasangan yang serasi antara masalah yang terjadi di dunia nyata dan juga pengkajian berbasis masalah.

Pendekatan ini mampu menciptakan sebuah sistem pengkajian atau identifikasisecara kohesif dan aktif karena keempat aspek dibutuhkan secara bersamaan untuk menyelesaikan masalah. Salah satu penerapan STEM dalam membantu pembangunan yang terpadu adalah peran penggunaan IPTEK dalam pembangunan itu sendiri.

Indonesia jika dilihat dari potensi sumber daya alamnya yang meliputi lautan dan daratan, maka sumber industri berbasis IPTEK dan manajemen professional yang dapat dikembangkan adalah seperti beberapa aspek berikut:

1. Kelautan dan Perikanan
2. Pariwisata/Marine Ecotourism
3. Pertanian, perkebunan, hortikultura, dan peternakan
4. Kehutanan
5. Energi dan tambang sumberdaya mineral

Beberapa contoh penelitian dalam penerapan IPTEK untuk mengembangkan aspek-aspek tersebut, yaitu seperti penelitan Paharuddin et al, yang dimana pada penelitian tersebut menerapkan teknologi untuk transpalasi dan restorasi karang dengan tujuan mengembangkan marine ecotourism di Pulau Karanrang, Sulawesi Selatan. Kemudian ada juga penelitian Herison et al. yang membuat suatu desain dan implementasi dari WebGIS untuk marine ecotourism di Pulau Tegal, Lampung.

Sedangkan dari pemerintah juga telah menghasilkan beberapa implementasi berbasis IPTEK khususnya di bidang kelautan dan perikanan yang dilakukan oleh KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), yang diantaranya BARATA (Bali Radar Ground Receiving Station) merupakan radar canggih yang dioperasikan oleh Balai Riset dan Observasi Laut (BROL), Jembrana.

Dengan teknologi ini, KKP mampu mendeteksi praktik illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing dan tumpahan minyak di wilayah perairan Indonesia, termasuk ZEE. Selanjutnya Speectra (Special Area for Conservation and Fishing Refugia) merupakan model pengelolaan perikanan dengan memanfaatkan rawa banjiran yang sudah dimodifkasi menjadi ekosistem rehabilitasi. Perairan rawa banjiran (flood plain area) berfungsi sebagai tempat spawning, nursery dan feeding ground untuk ikan, namun ekosistem ini lebih cepat rusak bahkan hilang. Speectra terletak di salah satu instalasi Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPUPP) BRSDM yang berada di Patra Tani, Muara Enim, Sumatera Selatan.

Peran IPTEK dalam pembangunan suatu bangsa tentunya akan sangat berdampak pada peningkatan nilai pemikiran, keterampilan, maupun mutu pelayanan dari sumber daya manusia itu sendiri. Hal tersebut juga akan memicu meningkatnya produktivitas dan efisiensi proses nilai tambah dan secara langsung akan meningkatkan daya saing sumber daya manusia bangsa itu sendiri.

Sehingga akan meningkatkan juga kualitas kehidupan dan ketentraman di masa depan nanti. Untuk menuju hal tersebut pengembangan IPTEK harus terfokuskan, mulai dari ilmu dasar yang harus dilaksanakan karena memiliki sifat khas dan menentukan kualitas kehidupan, baik fisik maupun non fisik, kemudian memfokuskan IPTEK terapan yang akan berguna untuk pencegahan maupun menyelesaikan masalah yang sedang atau akan dihadapi, baik dalam jangka waktu menengah maupun jangka panjang.

Adapun 3 kekuatan utama yang dapat merubah dan mengarahkan kemampuan daya saing suatu bangsa, yang pertama adalah globalisasi. Globalisasi dapat menjadi kekuatan utama di zaman sekarang karena tidak adanya batasan lagi antara sesama manusia maupun negara untuk berkonektivitas.Sehingga pasar dan produk yang berasal dari Indonesia dapat lebih mudah untuk mendunia atau terglobalisasikan dan sistem jual beli akan terbuka lebar. Namun tantangannya kompetisi akan semakin ketat, maka dari itu dunia usaha tekhususnya pelaku usaha perlu dukungan IPTEK yang handal dan memadai agar tidak tertinggal oleh perubahan zaman yang semakin cepat ini.

Kemudian yang kedua adalah konektivitas, dimana internet atau dunia maya merupakan salah satu wadah yang dapat dikembangkan menjadi suatu penunjang untuk peningkatan jejaring bangsa atau sumber daya manusia.

Gambar 2 menjelaskan bahwa menurut data dari International Institute for Management Development (IMD), Indonesia menduduki peringkat 34 sebagai Negara dengan tingkat kompetitif yang dicatat berdasarkan track record perdagangan internasional, lapangan kerja, dan infrastruktur teknologi di suatu negara.

Kemudian kompetitif dalam hal harga, praktik manajemen, dan kesehatan serta lingkungan juga menjadi aspek lain yang dinilai. Dalam lingkup ASEAN, Indonesia masih kalah dari beberapa negara tetangga, yaitu diantaranya Thailand pada peringkat 30, Malaysia pada peringkat 27, dan Singapura pada peringkat 4. Berdasarkan hal tersebut tentunya hal ini akan menjadi suatu evaluasi bersama baik pihak pemerintah hingga lapisan masyarakat (SDM) untuk terus berkembang dalam kemajuan penggunaan IPTEK demi mendukung pemanfaatan sumber daya alam secara terpadu.

Adapun menurut laporan tersebut, bahwa perekonomian yang paling sukses cenderung lebih kecil, memiliki kerangka kelembagaan yang baik, termasuk sistem pendidikan yang kuat, dan akses yang baik ke pasar dan mitra dagang. Kemudian ekonomi juga harus gesit dan dapat beradaptasi untuk menavigasi lingkungan yang tidak dapat diprediksi saat ini.

Selanjutnya yang ketiga adalah intensitas informasi dan pengetahuan, dalam produksi yang efisien berkaitan erat dengan pengetahuan. Faktanya hampir 70% pekerja di negara maju adalah pekerja yang berbasis informasi. Maka dari itu pengetahuan atau kemampuan sumber daya manusia untuk mengolah informasi merupakan hal penting untuk menyokong pembangunan dengan pemanfaatan IPTEK lebih maju. Karena saat ini juga banyak perusahaan yang mempekerjakan karyawannya untuk bekerja menggunakan kemampuan otak atau berfikir dibandingkan tenaga atau tangan. Hal ini disebabkan akan ada masanya beberapa pekerjaan yang awalnya dapat dilakukan oleh manusia, namun saat ini sudah mulai tergantikan oleh bantuan mesin, teknologi, ataupun Artificial Intelligent (AI).

Seperti dilansir dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Institut Pertanian Bogor (PPID IPB) bahwa kemampuan AI telah berkembang dalam bidang perikanan, dimana penggunaan AI telah diterapkan dalam proses identifikasi spesies, identifikasi karakteristik spesies (tingkah laku, gender, morfometrik), sortir benih ikan, budidaya, dan uji kesegaran ikan. Sedangkan aplikasi AI untuk bidang kelautan sendiri adalah adanya prediksi cuaca dan dinamika laut, identifikasi habitat/substrat bawah air, dan bahkan mampu membuat sistem peringatan dini untuk penanggulan bencana pesisir.

Untuk menjawab tantangan tersebut maka diperlukan orientasi pendidikan dan proses alih IPTEK. Karena dunia pendidikan dapat berperan sebagai agen pembangunan yang harus mampu mengantisipasi keterbukaan arus informasi dan perkembangan IPTEK. Kemudian pendidikan berfungsi untuk menyiapkan sumber daya manusia sebagai penerima arus informasi dan perkembangan IPTEK dengan bekal untuk mengelola, menyesuaikan, dan mengembangkan melalui perkembangan teknologi (aplikasi teknologi terapan). Kajian yang berorientasi kepada kebutuhan pasar dan industry harus menjadi acuan dalam sistem pendidikan, sehingga hubungan antara Perguruan Tinggi dan Dunia Industri dapat terbangun berdasarkan kebutuhan dan kemitraan. Selain itu dapat berfungsi juga sebagai wahana mempersiapkan sumber daya manusia yang adaptif, mampu menerima informasi dengan baik dan benar, menyesuaikan dan mengembangkan arus perubahan yang terjadi dalam lingkungannya.

Pada penerapan di bidang kelautan, optimalisasi peran Perguruan Tinggi telah dilakukan dalam Program Mitra Bahari (PMB). Perguruan Tinggi dan Industri seharusnya memiliki forum dan kegiatan bersama, sehingga hasil penelitian dan kajian Perguruan Tinggi memiliki relevansi kuat dengan kebutuhan pasar. Hasil dari penelitian tersebut dapat ditransfer dan dimanfaatkan masyarakat dan dunia industri agar nilai tambahnya menjadi lebih besar. Semua ini bertujuan agar industri nasional dan berbagai kegiatan di masyarakat dapat lebih berbasis IPTEK.

Berikut adalah ilustrasi diagram interaksi keterkaitan antara Pemerintah, Perguruan Tinggi, Industri, dan Masyarakat yang dapat dilihat pada Gambar 3: 

Berdasarkan hal tersebut adapun manfaat yang dapat saling menguntung karena adanya kolaborasi Perguruan Tinggi dan Industri, yaitu bagi pihak Perguruan Tinggi tentunya akan menambah pendapatan, dapat menjadi sumber dana riset, memperbaiki pola pengajaran karena didukung pengalaman industry, dan hasil kerjasama tersebut berupa asset nasional. Sedangkan bagi pihak

Industri, dapat mengembangkan R&D, membantu diversifikasi produk yang dihasilkan, berkurangnya pajak karena kerjasama terhadap Perguruan Tinggi, dan membantu mencapai kebutuhan yang diinginkan

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari artikel ini yaitu:

1. Penerapan blue economy dan ICZM dapat diimplementasikan untuk mengatas berbagai permasalahan wilayah pesisir dengan mempertimbangkan berbagai aspek dalam sudut pandangnya antara lain: pendekatan terpadu, pengelolaan sumber daya laut, kesejahteraan masyarakat pesisir, keberlanjutan lingkungan, pengelolaan pariwisata, dan kolaborasi antar sektor. Kedua konsep ini juga dapat dikolabroasikan sebagai media mempromosikan ¬ecotourism di Indonesia melalui berbagai forum-forum regional di Kawasan Asia-Pasifik melalui pendekatan diplomasi budaya.

2. Penggunaan STEM dalam pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam sangat diperlukan, untuk membantu menyelesaikan masalah dengan mengumpulkan data dan menganalisis serta memecahkan permasalahan yang terjadi, dan juga mampu untuk memahami hubungan antara suatu permasalahan dan masalah lainnya. Penggunaan IPTEK merupakan salah satu penerapan dari konsep STEM. Adanya Perguruan Tinggi berperan penting dalam proses kemajuan IPTEK yang nantinya akan membantu dalam proses pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K