Oleh: Daniel Mohammad Rosyid
Pilpres langsung versi UUD2002 terbukti membawa problem maladminitrasi dan akuntabilitas publik yang buruk. 150 juta pemilih secara langsung tidak memiliki legal standing yang jelas sehingga sulit menagih paslon terpilih. Yang terpilih pun biasanya jumawa, mudah mengabaikan DPR dan rakyat pemilihnya. Dengan ketimpangan literasi, informasi, ekonomi dan sosial, mayoritas pemilih menentukan pilihannya dengan cara menebak, hasil penggiringan opini, intimidasi dan politik uang. Apalagi jika paslon diajukan oleh koalisi partai politik hasil dagang sapi dengan para bandar politik, maka pilpres berpotensi memilih paslon yang keliru. Akan lahir berbagai regulasi yang hanya menguntungkan para bandar politik yang menyediakan logistik Pilpres, tidak berpihak pada kepentingan mayoritas pemilih.
Potensi kekeliruan Pilpres ini terbukti sekarang dengan Gibran sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo. Wakil Presiden itu by default harus mampu menjadi Presiden jika presiden berhalangan tetap. Tidak boleh negara berjalan tanpa presiden walau satu menit sekalipun. Begitu presiden berhalangan tetap, wakil presiden harus segera dilantik menjadi presiden. Untuk menjamin keberlanjutan, wakil presiden seharusnya memang ditetapkan sebagai calon presiden periode berikutnya. Wapres adalah president in waiting. Dia magang menyiapkan diri sebagai Presiden. Dia bukan sekedar ban serep. Dia harus dilibatkan dalam tugas2 presiden agar memberi pengalaman yg cukup untuk menjadi presiden. Jabatan presiden sebagai amanah besar cukup sebentar dan sekali saja. Syarat menjadi cawapres seharusnya tidak jauh berbeda dengan syarat menjadi presiden. Kepemimpinan nasional akan makin terjamin keberlanjutannya tanpa gejolak yang berarti.
Pilpres memang seharusnya diserahkan kembali pada MPR sebagai lembaga tertinggi negara sesuai UUD45. Biarkan wakil2 rakyat pilihan hasil Pemilu, para raja2 dan tokoh adat utusan daerah, dan para pemimpin organisasi massa, organisasi profesi, organisasi tani, nelayan, dan buruh yang sudah melayani masyarakat bertahun-tahun memilih presiden dan wakilnya buat masyarakat luas. Akuntabilitas paslon juga mudah ditagih wakil2 kita di MPR melalui kepatuhan pada GBHN dan Sidang Istimewa, bukan melalui pemakzulan yang berbelit-belit, justru karena pilpres ini ongkosnya makin mahal bagi APBN dan bagi para bandar politik.
Proses menuju Pilpres 2024 sudah dipenuhi kontroversi jika bukan skandal etik MK, KPK, KPU dan Bawaslu. Ditambah dengan pembobolan Daftar Pemilih Tetap, hasil pilpres ini tidak menentu jika bukan sulit dipercaya. Kemungkinan besar pemilih akan keliru memilih presiden dan wakilnya. Akhirnya Pemilu akan terus meninggalkan kepiluan.
Rosyid College of Arts, Gunung Anyar, Surabaya, 9 Des. 2023
EDITOR: REYNA
Related Posts

Potret ‘Hutan Ekonomi’ Indonesia

Prof. Djohermansyah Djohan: Biaya Politik Mahal Jadi Akar Korupsi Kepala Daerah

Muhammad Taufiq Buka Siapa Boyamin Sebenarnya: Kalau Siang Dia LSM, Kalau Malam Advokad Profesional

Purbaya Dimakan “Buaya”

Pengakuan Kesalahan Oleh Amien Rais Dalam Amandemen Undang‑Undang Dasar 1945

Menemukan Kembali Arah Negara: Dari Janji Besar ke Bukti Nyata

Informaliti

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia



No Responses