Oleh: Ady Amar, kolumnis
Semacam perlawanan yang muncul. Perlawanan lewat ketidakpercayaan atas hasil rilis berbagai lembaga survei, yang muncul karena hasil rilis survei selama ini jauh panggang daripada api.
Setidaknya di media sosial perlawanan itu ditampakkan dengan pernyataan ketidakpercayaan. Menertawakan rilis hasil survei dari lembaga survei tertentu, yang memang tampak absurd dengan lebih menggiring opini untuk keterpilihan kandidat tertentu.
Mari kita lihat salah satu lembaga survei yang mentereng, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA. Melihat rekam jejaknya, baik jika menyitir sebuah pepatah lama: kemarau setahun bisa terhapus oleh hujan sehari. Bermakna, tak ada hasil rilis surveinya itu benar 100 persen. Ada kalanya meleset. Bahkan meleset jauh.
Denny JA, founder dan CEO-nya, bisa disebut pollster generasi kedua. Pollster generasi pertama adalah mereka yang tergabung sebagai peneliti di LP3ES. Namun demikian, Denny JA justru namanya lebih moncer dibanding pollster generasi pertama. Mengapa bisa demikian, rasanya tak patut untuk dibahas.
Berjibun penghargaan boleh diterima Denny JA atas prestasi lembaga surveinya, itu tidaklah dipungkiri. Rekam jejaknya bisa mudah dilihat. Terdapat beberapa kekeliruan dari prediksinya siapa yang keluar sebagai pemenang dalam kontestasi pemilihan politik, setidaknya tingkat daerah.
Contoh paling nyata adalah rilis yang dibuat LSI Denny JA pada Pilkada DKI Jakarta, 17 Januari 2017 -sengaja dipilih di sini untuk memperlihatkan bagaimana rilisnya pada Pilpres 2024 kali ini pun menempatkan kandidat yang sama juga di posisi 3, posisi buncit- Anies Baswedan-Sandiaga Uno disebut dalam rilisnya punya elektabilitas stagnan dan cenderung turun.
Bagus jika kita melihat rilis hasil LSI Denny JA sebulan menjelang putaran 1 Pilgub DKI Jakarta. Hasil surveinya memperlihatkan elektabilitas: Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylviana Murni 36,7 persen. Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat 32,6 persen. Sedangkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno 21,4 persen.
Hasil survei LSI Denny JA menyimpulkan, Anies-Sandi akan tersingkir di perhelatan Pilgub putaran pertama. Survei itu dirilisnya kurang dari sebulan menjelang pemungutan suara, 15 Februari 2017. Baiklah sekarang kita lihat hasil Pilgub DKI Jakarta putaran 1 itu: Ahok-Djarot mendapat 42,6 persen. Anies-Sandi 39,7 persen. Dan, AHY-Sylviana 17,6 persen.
Ternyata tidak terbukti, bahkan hasil surveinya meleset jauh. AHY-Sylviana yang ditempatkan pada posisi 1, ternyata terlempar ke posisi 3 alias nomor buncit. Tidak berlanjut keputaran 2. Bahkan pada putaran 2, justru Anies-Sandi yang keluar sebagai pemenang mengalahkan Ahok-Djarot yang incumbent.
Perubahan pilihan dalam satu bulan dari paslon yang sebelumnya dijagokan, itu secara teori kemungkinannya sangat kecil. Maka, melesetnya hasil survei LSI Denny JA, itu membuktikan tidak selalu hasil surveinya benar dalam memprediksi hasil pemilihan.
Pilkada DKI Jakarta 2017 membuktikan track record seorang Denny JA patut dipertanyakan. Memang bukan lembaga surveinya saja yang meleset hasil surveinya. Tercatat di antaranya, Litbang KOMPAS, Poltracking, dan lainnya. Rilis lembaga survei hampir semua seakan koor menyebut, Anies-Sandi tercecer di putaran 1.
Saat ini, dalam Pilpres 2024, LSI Denny JA rilis surveinya menempatkan Prabowo Subianto (belum berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka) ada di posisi 1. Dan, Anies Baswedan di posisi 3. Akankah kesalahan prediksi yang sama dibuat LSI Denny JA, seperti Pilgub DKI di mana pada putaran 1 yang terlempar justru yang hasil surveinya ada di posisi 1 (AHY-Sylviana).
Melesetnya hasil survei LSI Denny JA di atas (Pilgub DKI Jakarta), meski 100 kali hasil survei yang dirilisnya benar, tetap saja ada kesalahan prediksi pada peristiwa pemilihan, meski tingkat daerah. Namun, Pilkada DKI Jakarta ini bukan pemilihan tingkat daerah biasa, boleh disebut pilkada plus, yang mampu menguras emosi publik luas.
Menempatkan Anies Baswedan dalam Pilpres 2024 di posisi 3 -saat ini Anies berpasangan dengan Muhaimin Iskandar- seperti jadi keharusan. Dan, itu bukan hanya rilis dari LSI Denny JA. Tapi, sebagian besar lembaga survei yang merilis surveinya pun menempatkannya di posisi 3. Sedang posisi 1 dan 2 -Pilpres 2024 diikuti 3 paslon- bisa diberikan pada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, atau Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Seperti tergantung siapa yang memesan, atau mengontrak lembaga survei bersangkutan. Maka, LSI Denny JA selalu menempatkan Prabowo (sebelum Gibran jadi pasangannya) pada posisi 1. Sedang rilis lembaga survei lainnya, SMRC selalu menempatkan Ganjar (sebelum Mahfud MD jadi pasangannya) pada posisi 1.
Sepertinya hasil rilisnya akan tetap demikian, meski Prabowo dan Ganjar disandingkan dengan paslon masing-masing. Sengaja memperhadapkan LSI Denny JA dengan SMRC, yang sama-sama dianggap sebagai lembaga survei papan atas, atau setidaknya paling aktif merilis hasil surveinya. Tentu tidak bermaksud mengecilkan lembaga survei lainnya.
Anies jadi langganan ditempatkan di posisi 3, bahkan itu semacam kesepakatan diam-diam dari sebagian besar lembaga survei yang merilis hasil surveinya. Anies seperti jadi musuh bersama.
Baik kita lihat saja rilis yang dibuat LSI Denny JA beberapa saat lalu. Rilis yang bisa disebut menggiring opini dengan mengecilkan Anies. Rilis surveinya di Sumatera Utara, itu memunculkan kehebohan tersendiri. Dalam hasil rilisnya, Anies dipilih 5 persen.
Sumatera Utara dipilih, itu karena suara pemilihnya terbesar se-Sumatera. Ada lebih dari 10 juta suara, tentu akan menyumbang suara signifikan. Prabowo Subianto- seperti biasa dibuat di posisi 1- mendapat 65 persen suara. Ganjar Pranowo 30 persen suara.
LSI Denny JA memang terbilang “laris manis” dipilih pemesan, itu bisa jadi karena kreativitas survei yang dimainkannya, yang seperti trik sulap yang mengecoh. Cenderung menantang akal sehat publik hingga memunculkan kehebohan tersendiri.
Mari kita kupas tipis-tipis kebenaran surveinya di Sumatera Utara itu. Sekaligus memperlihatkan kreativitas seorang Denny JA. Angka survei yang dirilisnya, ternyata hanyalah sub sampel dari survei nasional. Artinya, sampel di Sumatera Utara respondennya hanya 65 orang.
Itu bisa disebut kreativitas, yang sepertinya tak dimiliki lembaga survei lainnya. Membuat seolah rilis surveinya itu mandiri. Artinya, dibuat khusus mensurvei masyarakat Sumatera Utara. Ternyata itu tadi, hanyalah sub sampel dari survei nasional. Hasil survei yang tak layak diumumkan secara mandiri, karena itu hanya bagian dari agregat nasional.
Kreativitas LSI Denny JA itu melampaui kepatutan. Karena menggunakan sampel yang terlalu kecil untuk satu wilayah dengan 10 juta lebih pemilih, itu absurd. Margin of error sampel 65 responden adalah +/- 12,5 persen. Ibarat foto, gambarnya tampak blur, sehingga kurang jelas.
Dimunculkannya survei model kreativitas demikian semata lebih pada penggiringan opini dengan membesarkan keterpilihan kandidat dari pihak yang memesannya, dan tentu mengecilkan pihak lainnya. Dalam konteks kreativitasnya itu, sungguh mengecilkan Anies sampai tingkat tak patut. Pantas jika yang lalu sampai membuat elite Partai NasDem Sumatera Utara meradang.
Pola dibuat sama, seperti putaran 1 pada Pilkada DKI Jakarta. Bisa jika disebut penggiringan opini. Agaknya seperti sesuatu yang biasa jika meyakinkan kliennya selalu menggunakan teori bandwagon effect. Dimana pemilih akan digiring ikut pada kandidat yang suaranya terbesar.
Maknanya, jika suara paslon A terbesar dibanding kandidat lainnya, maka pemilih khususnya yang belum punya pilihan digiring memilih paslon A, karena tingkat keterpilihan/memenangi kontestasi tinggi dibanding paslon lainnya.
Teori ini sebenarnya sangat lemah, acap dijadikan legitimasi jualan lembaga survei pada klien semata. Bahkan teori ini boleh juga jika mau disebut absurd, itu jika melihat pemilih yang sudah melek alias paham betul opini yang coba dimainkan lembaga survei untuk menipu nalar publik. Soal ini, silakan saja jika Denny JA akan membantahnya! (*)
EDITOR: REYNA
Related Posts

Novel Imperium Tiga Samudra (8) – Horizon 3

Presiden Pasang Badan Untuk Jakowi Dan Luhud B. Panjaitan

Saya Muslim..

Informaliti

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya



No Responses