Eksplorasi Al-Hind dari hadist dan kajian ilmiah

Eksplorasi Al-Hind dari hadist dan kajian ilmiah

Oleh: Soegianto, Fakultas Sain dan Teknologi

Soegianto, Pengajar di Universitas Airlangga Surabaya

Dari Qatadah ra, beliau berkata bahwa Allah swt meletakkan Baitullah (di bumi) bersama Nabi Adam as. Allah swt telah menurunkan Nabi Adam a.s di bumi dan tempat di turunkannya adalah di tanah AL HIND. Dan dalam keadaan kepalanya di langit dan kedua kakinya di bumi, lalu para malaikat sangat memuliakan Nabi Adam a.s, kemudian Nabi Adam a.s pelan-pelan berkuranglah tinggi beliau. (H.R. Musonif Abdur Razaq).

Dari Ibnu Abbas r.huma. telah berkata : “Sesungguhnya tempat pertama dimana Allah swt turunkan Nabi Adam as di bumi adalah di AL HIND”. (H.R.Hakim).

Rasulullah bercerita tentang perang Al-Hind, diantara yang beliau sabdakan, ‘Sekelompok pasukan dari kalian akan memerangi Al-Hind, Allah memenangkan mereka, sehingga mereka mengikat raja Al-Hind dengan rantai. Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka (anggota pasukan itu). Ketika mereka akan kembali mereka akan bertemu dengan ‘Isa bin Maryam di Syam.” (Abu Hurairah)

“Ada dua kelompok dari umatku di mana Allah akan menyelamatkan mereka dari api neraka; kelompok yang memerangi Al-Hind dan kelompok yang berperang bersama Nabi Isa ‘Alaihissalam.” (An-Nasa’i)

Diriwayatkan oleh Sunan an-Nasa’i, antara lain: Diriwayatkan bahwa Abu Hurairah mengatakan: “Utusan Allah berjanji bahwa kita akan menyerang Al-Hind. Jika aku hidup (cukup lama) untuk melihatnya, maka aku akan mengorbankan diriku dan kekayaanku. Jika aku terbunuh, maka aku termasuk ke dalam golongan syahid, dan jika aku selamat, maka aku akan menjadi Abu Hurairah Al-Muharrar ((yang terbebas dari Api Neraka).” [Sunan an-Nasa’i 3174, derajat Sahih]

Dari Ibnu Abbas r.anhum. telah meriwayatkan Ali Bin Abi Thalib ra. Telah berkata : “Di bumi tanah yang paling wangi adalah tanah Al-Hind (karena) Nabi Adam a.s. telah diturunkan di AL HIND, maka pohon–pohon dari AL HIND telah melekat wangi-wangian dari surga.” (H.R.Hakim)

Dari Ibnu Abbas ra. meriyawatkan dari Nabi saw telah bersabda bahwa Sesungguhnya Nabi Adam as. telah pergi haji dari Al-Hind ke Baitullah sebanyak seribu kali dengan berjalan kaki tanpa pernah naik kendaraan walau sekalipun. (H.R.Thabrani).

“Dan datanglah Jibril as. membawa batu Hajar Aswad dari AL Hind yang berwarna sangat putih sekali terbuat dari Batu Yakut Putih persis pohon staghomah (pohon yang daun dan buahnya berwarna putih).”

Dan Nabi Adam a.s itu diturunkan bersama-sama dengan Batu Hajar Aswad dari surga . Kemudian (pelan-pelan) Batu Hajar Aswad pun menjadi hitam disebabkan oleh dosa-dosa manusia.

Ketika Nabi Ismail as. datang membawa sebuah batu kepada Nabi Ibrahim as. tiba-tiba dia melihat Batu Hajar Aswad sudah ada di Rukun Yamani. (Dengan heran) Nabi Ismail as. bertanya : “Wahai Bapakku siapakah yang membawanya?”.

Nabi Ibrahim as. menjawab : “Yang membawanya adalah seseorang yang lebih cekatan kerjanya dari kamu.”

Kemudian mereka berdua membangun Kabbah sambil berdoa dengan kalimat-kalimat yang mana Allah swt. telah uji Nabi Ibrahim as. (Tafsir Ibnu Katsir)

KAJIAN ILMIAH

Dokumen yang saya sertakan adalah sebuah disertasi akademik yang berjudul “Budaya Maritim dalam Kitāb cAjā’ib al-Hind (Buku Keajaiban Hindia) oleh Buzurg Ibn Shahriyār (w. 399/1009)”. Disertasi ini ditulis oleh Suhanna Shafiq dan diserahkan kepada Universitas Exeter sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Master of Philosophy (MPhil) dalam Studi Arab dan Islam pada bulan Agustus 2011.

Tujuan dan Fokus Disertasi

Disertasi ini memiliki beberapa tujuan utama: Meneliti Budaya Maritim Arab-Persia-Hindia Abad Pertengahan: Fokus utama penelitian adalah pada budaya maritim di Samudra Hindia selama abad ketiga-empat/sembilan-sepuluh. Ini mencakup analisis praktik pelayaran, hierarki di kapal, kepercayaan dan takhayul para pelaut, serta metode navigasi yang digunakan.

Analisis Kitāb cAjā’ib al-Hind: Disertasi ini secara khusus menganalisis karya Buzurg Ibn Shahriyār, yang merupakan kumpulan cerita pelaut dari abad pertengahan. Kitāb cAjā’ib al-Hind berisi berbagai kisah tentang keajaiban dan pengalaman maritim di wilayah Hindia dan sekitarnya.

Terminologi Maritim: Salah satu fokus utama adalah studi tentang terminologi maritim yang digunakan dalam Kitāb cAjā’ib al-Hind. Ini mencakup analisis etimologi dan kesinambungan penggunaan istilah-istilah maritim dari periode klasik hingga zaman modern.

Sumber-sumber Sejarah: Selain Kitāb cAjā’ib al-Hind, disertasi ini juga membandingkan terminologi dan informasi dengan sumber-sumber sezaman seperti Akhbār al-Ṣīn wa l-Hind dan Aḥsan al-taqāsīm fī macrifat al-aqālīm oleh al-Muqaddasī.

Struktur Disertasi

Disertasi ini dibagi menjadi beberapa bab yang mencakup berbagai aspek penelitian:

Bab 1: Pendahuluan: Menyediakan latar belakang dan tujuan penelitian.

Bab 2: Tinjauan Pustaka: Membahas literatur dan sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian.

Bab 3: Latar Belakang Sejarah dan Geografis: Memberikan gambaran tentang dunia Samudra Hindia pada abad ketiga-empat/sembilan-sepuluh.

Bab 4: Analisis Kitāb cAjā’ib al-Hind: Membahas penulis, metode pengumpulan informasi, dan isi karya tersebut.

Bab 5: Kehidupan di Laut: Membahas sistem hierarki di kapal, kepercayaan, takhayul, dan metode pelayaran.

Bab 6: Analisis Terminologi Maritim: Melakukan analisis terperinci terhadap terminologi maritim yang ditemukan dalam Kitāb cAjā’ib al-Hind.

Bab 7: Kesimpulan: Menyimpulkan temuan penelitian.

Signifikansi Penelitian

Penelitian ini penting karena memberikan wawasan mendalam tentang budaya maritim Arab-Persia-Hindia pada masa abad pertengahan, serta memberikan kontribusi pada studi terminologi maritim yang digunakan dalam literatur Arab klasik dan abad pertengahan. Disertasi ini juga menunjukkan bagaimana sumber-sumber sastra Arab dapat digunakan untuk memahami budaya material maritim pada masa tersebut.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan termasuk analisis tekstual terhadap sumber-sumber sastra dan leksikon Arab klasik serta perbandingan dengan karya-karya sezaman. Penelitian ini juga mengadopsi pendekatan historis dan linguistik untuk memahami penggunaan dan perkembangan terminologi maritim.

Secara keseluruhan, disertasi ini merupakan studi akademis yang komprehensif tentang budaya maritim dan terminologi dalam literatur Arab abad pertengahan, dengan fokus khusus pada Kitāb cAjā’ib al-Hind oleh Buzurg Ibn Shahriyār.

RESUME

Dalam dokumen tersebut, istilah “al-Hind” merujuk pada wilayah Hindia dalam konteks geografis dan budaya pada zaman pertengahan Islam. Istilah ini tidak hanya mencakup Hindia seperti yang kita kenal sekarang, tetapi juga meliputi wilayah yang lebih luas yang dipengaruhi oleh budaya dan perdagangan Hindia, termasuk sebagian besar Asia Selatan dan beberapa wilayah di Asia Tenggara.(Jaman belanda Indonesia dikenal dengan Hindia Belanda)

Berikut adalah beberapa poin penting terkait “al-Hind” dalam konteks dokumen tersebut: Geografis dan Sejarah: “al-Hind” pada periode abad pertengahan mencakup wilayah yang merupakan pusat perdagangan utama di Samudra Hindia.

Wilayah ini memiliki pelabuhan-pelabuhan yang penting dan kota-kota pelabuhan yang strategis yang menjadi pusat pertukaran barang, budaya, dan pengetahuan antara Timur dan Barat.

Budaya dan Perdagangan: Hindia (al-Hind) dikenal sebagai pusat perdagangan yang kaya, dengan berbagai produk seperti rempah-rempah, tekstil, dan barang mewah lainnya yang sangat dicari di pasar internasional.

Pedagang Arab dan Persia sering berlayar ke wilayah ini untuk berdagang, yang menjadikan Hindia sebagai salah satu pusat perdagangan maritim terpenting di dunia.

Sumber Informasi: Dalam karya Buzurg Ibn Shahriyār, Kitāb cAjā’ib al-Hind, “al-Hind” menjadi fokus utama dalam menceritakan keajaiban, mitos, dan pengalaman pelaut Arab yang berlayar ke wilayah ini. Karya ini menggabungkan laporan dan cerita dari para pelaut dan pedagang yang memiliki pengalaman langsung dengan Hindia dan perairan di sekitarnya.

Terminologi Maritim: Studi tentang terminologi maritim dalam teks ini juga mencerminkan pentingnya “al-Hind” sebagai pusat aktivitas maritim. Terminologi yang digunakan menggambarkan praktik pelayaran, jenis kapal, dan teknik navigasi yang berlaku di perairan sekitar Hindia.

Secara keseluruhan, “al-Hind” dalam dokumen ini tidak hanya merujuk pada Hindia secara geografis tetapi juga mencakup aspek budaya, ekonomi, dan maritim yang lebih luas yang terkait dengan wilayah ini selama abad pertengahan.

Dalam dokumen tersebut, “al-Hind” merujuk pada wilayah yang luas yang mencakup India dan sekitarnya. Berikut adalah penjelasan spesifik mengenai area yang dimaksud dengan “al-Hind”:

Samudra Hindia: Wilayah ini termasuk perairan luas yang meliputi Samudra Hindia, yang sering disebut sebagai Laut India dan Laut Cina dalam teks tersebut. Ini mencakup wilayah dari Afrika Timur hingga Cina, menunjukkan bahwa al-Hind tidak terbatas pada India modern saja, tetapi juga mencakup berbagai wilayah maritim yang terhubung melalui perdagangan dan pelayaran.

Tujuh Lautan: Buzurg Ibn Shahriyār membagi Samudra Hindia menjadi tujuh lautan, yang mencakup:

Fārs: Koridor dari Mesopotamia Selatan hingga Oman. Lār: Dari Afrika Timur hingga India Barat. Laut Harkand: Di Teluk Benggala. Kalahbar: Di sekitar pantai barat Semenanjung Melayu. Salahit: Di dekat Sumatra. Laut Kardanj: Antara pulau Sumatra dan Borneo. Laut Ṣanji: Laut Cina Selatan.

Kota dan Pelabuhan: Dokumen ini juga menyebutkan pelabuhan-pelabuhan penting di sepanjang pesisir India, yang berperan sebagai pusat perdagangan utama. Pelabuhan ini menjadi tempat persinggahan dan perdagangan bagi para pedagang dari berbagai wilayah, termasuk Arab dan Persia.

Peradaban Maritim: Al-Hind juga merujuk pada budaya maritim yang berkembang di wilayah ini, dengan pelaut dan pedagang yang berpengalaman dalam navigasi dan perdagangan jarak jauh. Pengetahuan tentang navigasi bintang, teknik pelayaran, dan berbagai ritual maritim dijelaskan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari para pelaut di wilayah ini.

Secara keseluruhan, “al-Hind” dalam konteks dokumen ini meliputi wilayah yang lebih luas daripada India modern, mencakup seluruh wilayah maritim yang terkait dengan Samudra Hindia dan sekitarnya, serta menyoroti pentingnya wilayah ini dalam perdagangan dan budaya maritim pada masa itu.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K