Oleh: Sutoyo Abadi
Politik Jokowi selalu mempertontonkan kekumuhan terus menerus mempertontonkan praktek politik gorong gorong.
Sosok presiden yang sakit dan terganggu jiwa dan pikirannya. Beberapa yanyg termasuk kategori ini adalah Gangguan Bipolar, Delusi, Skidzofrenia, Dimensia & Delirium.
Prilaku politiknya hanya hanya fokus transaksional mengejar kalah dan menang, lalu lupa akan substansi dari mengapa orang berpolitik yakni untuk membangun bonum commune ( kebaikan bersama ).
Jokowi sedang menciptakan skenario politik kartel baru untuk mengamankan anaknya sekaligus mengamankan dirinya, di ujung kekuasaannya yang penuh resiko akan di gantung di monas atau di kubur di IKN.
Politik kartel sesungguhnya memiliki fungsi yang lebih luas dengan ciri cirinya :
– melemahkan bahkan akan memusnahkan ideologi partai.
– sikap permisif dalam pembentukan kartel koalisi
– melumpuhkan oposisi
– pemilu / pilkada dan pilpres hanya formalitas
– parpol hanya menjadi pelengkap kartel koalisi
Dalam kaca mata politik polarisasi semacam ini hanya akan dilakukan oleh orang terganggu jiwanya, karena akan sangat mengganggu dan merusak program dan jalannya roda pemerintahan membangun bonum commune
Gibran akan menduduki jabatan Wakil Presiden harus memiliki parpol sebagai kelengkapan terlibat pembentukan kartel politik. Jokowi wajib bertindak cepat sebelum habis masa jabatannya harus bisa membajak atau mengkudeta salah satu parpol besar untuk Gibran.
Kita sudah mulai melihat manuver politik Jokowi untuk menjaga Gibran, menyergap Golkar dan Ketum Golkar harus mundur sebelum habis masa jabatannya digantikan putra mahkotanya Gibran sang Wakil Presiden mendatang.
Skenario politik Jokowi terang benderang akan mempertahankan kartelisasi oligarkis kawin silang antara politik kartel dan oligarki yang saat ini menjadi nyawa kekuasaan Jokowi.
Upaya kudeta terebut seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi untuk penguatan posisi Wakil Presiden dan untuk meneruskan kawin silang politik kartel dangan oligarki di bawah kendali Gibran meneruskan peran ayahnya sebagai boneka oligargi.
Posisi Gibran selepas Jokowi lengser tanpa memiliki posisi sebagai ketum parpol besar perannya bisa hanya sebagai pupuk bawang, fungsi utama melindungi ayahnya setelah lengser dari segala mara bahaya akan lumpuh total.
Spekulasi skenario Jokowi menerkam Golkar kalau benar benar terjadi bukan jaminan Jokowi akan aman dari sergapan hukum setelah lengser dari jabatannya. (*)
EDITOR: REYNA
Related Posts

Potret ‘Hutan Ekonomi’ Indonesia

Prof. Djohermansyah Djohan: Biaya Politik Mahal Jadi Akar Korupsi Kepala Daerah

Muhammad Taufiq Buka Siapa Boyamin Sebenarnya: Kalau Siang Dia LSM, Kalau Malam Advokad Profesional

Purbaya Dimakan “Buaya”

Pengakuan Kesalahan Oleh Amien Rais Dalam Amandemen Undang‑Undang Dasar 1945

Menemukan Kembali Arah Negara: Dari Janji Besar ke Bukti Nyata

Informaliti

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia



No Responses