Analisa test DNA: untuk cek keturunan Rasululah ini lemah

Analisa test DNA: untuk cek keturunan Rasululah ini lemah

Soegianto, Fakultas Sain dan Teknologi UNAIR

Perdebatan mengenai nasab keturunan Rasulullah Muhammad melalui metode genetika telah menimbulkan gelombang diskusi di Indonesia, terutama di media sosial. Isu ini memanas ketika klaim-klaim berdasarkan hasil tes DNA diambil sebagai dasar untuk mengakui atau menolak nasab seseorang sebagai keturunan langsung dari Nabi. Beberapa pihak mengangkat haplogroup J1 dan varian turunannya, seperti J-M267 dan J-L859, sebagai penanda keturunan Quraisy atau Ahlul Bait, sementara pihak lain dengan tegas menolak klaim tersebut, karena dianggap tidak memiliki dasar sejarah yang kuat atau tidak selaras dengan genealogi tradisional.

Kontroversi Nasab Berbasis DNA

Salah satu diskusi yang banyak mencuat adalah klaim bahwa individu yang membawa haplogroup tertentu (misalnya, J1 atau J-L859) dapat diakui sebagai keturunan Nabi. Pengujian genetika melalui Y-chromosome yang diklaim mampu melacak garis keturunan paternal ke Quraisy atau Imam Hasan sering kali digunakan sebagai argumen, seperti contoh dari Family Tree DNA yang mencatat adanya mutasi genetik BY1939 pada individu tertentu. Namun, klaim ini ditolak oleh beberapa ahli, yang menegaskan bahwa pengujian genetika tidak cukup kuat untuk menentukan nasab secara pasti.

Beberapa kritikus menyoroti ketidaksesuaian kronologis antara temuan genetika dengan sejarah, di mana perhitungan masa mutasi SNP untuk haplogroup tertentu menunjukkan leluhur yang lahir sekitar tahun 624 M, padahal kakek ke-11 Nabi Muhammad seharusnya hidup sebelum masa Nabi. Klaim ini dinilai membingungkan karena kakek ke-11 Nabi tidak mungkin lahir setelah Rasulullah SAW.

Pendapat Para Ahli

Banyak ahli sejarah dan genealogi tradisional menekankan pentingnya bukti sejarah yang lebih valid, seperti catatan nasab dan dokumen yang diwariskan turun-temurun dalam keluarga-keluarga yang mengklaim keturunan dari Nabi. Mereka berpendapat bahwa genetika tidak dapat berdiri sendiri dalam memverifikasi klaim tersebut tanpa dukungan bukti historis yang konkret. Selain itu, para pakar genetika juga mengingatkan bahwa haplogroup hanya menunjukkan kesamaan garis paternal pada tingkat populasi besar, bukan individu spesifik.

Respons Masyarakat

Di media sosial, pendukung klaim nasab melalui genetika berpendapat bahwa teknologi DNA memberikan cara baru dan modern untuk menelusuri nasab yang mungkin tidak bisa dilakukan oleh generasi sebelumnya. Di sisi lain, kelompok yang skeptis terhadap metode ini menilai bahwa hasil tes DNA harus diimbangi dengan ketelitian historis. Mereka juga menyoroti bahwa nasab dalam Islam, terutama untuk keturunan Nabi, lebih kompleks karena mencakup faktor sosial, spiritual, dan historis yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan data genetika.

Kesimpulan

Diskusi tentang klaim nasab melalui DNA di Indonesia mencerminkan pertentangan antara metode ilmiah modern dan tradisi genealogis Islam yang telah bertahan selama berabad-abad. Meskipun teknologi DNA menawarkan alat baru untuk memahami hubungan paternal, penggunaan hasilnya dalam konteks nasab Nabi Muhammad tetap kontroversial. Banyak yang percaya bahwa bukti sejarah dan dokumen nasab tetap harus menjadi dasar utama dalam menentukan keturunan Rasulullah SAW, sementara genetika dapat berfungsi sebagai pendukung tambahan, bukan pengganti.

Refleksi dan Saran

Dalam menghadapi perdebatan ini, sangat penting untuk menempatkan hasil ilmiah dalam konteks yang tepat dan tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Baik sejarah maupun genetika memiliki peran dalam memahami nasab, namun keduanya harus digunakan dengan hati-hati dan saling melengkapi.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K