Kesejahteraan Sosial Dalam Islam

Kesejahteraan Sosial Dalam Islam
Muhammad Chirzin

Oleh: Muhammad Chirzin

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, universal, dan paripurna. Islam memberikan panduan hidup yang utuh menyeluruh, termasuk kesejahteraan sosial. Sejarah mencatat kesuksesan para nabi, sahabat, tabiin dan ulama dalam membangun kesejahteraan bagi masyarakatnya.

Kesejahteraan sosial dalam Islam adalah keseimbangan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah swt dan dengan sesama manusia – hablun minallah wa hablun minannas. Prinsip ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah) saja, tetapi juga hubungan manusia dengan sesama (hablum minannas).

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin menempatkan kesejahteraan sosial sebagai salah satu tujuan utama. Dalam Al-Quran dan hadis, terdapat banyak panduan yang menekankan pentingnya kepedulian terhadap sesama, pemerataan ekonomi, dan tanggung jawab sosial.

Kesejahteraan sosial dalam Islam berpijak pada nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan pemerataan, antara lain dengan kerelaan berbagi. Allah swt berfirman, “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian” (QS Az-Zariyat 19).

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk berbagi dan memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi.

Prinsip zakat, infak, dan sedekah menjadi instrumen utama dalam Islam untuk mencapai kesejahteraan sosial. Zakat, sebagai kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, bertujuan mengurangi kesenjangan ekonomi dan memberikan dukungan kepada golongan yang kurang mampu.

Zakat diperuntukkan bagi delapan golongan, termasuk fakir miskin, mualaf, dan orang yang terlilit utang. Sesungguhnya sedekah itu hanyalah untuk fakir, miskin, para amil, orang yang dilunakkan hatinya, orang dalam perbudakan, orang yang terlilit utang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang terlantar dalam perjalanan. Itulah yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Tahu, Maha Bijaksana. (QS At-Taubah 60)

Kesejahteraan sosial bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga komunitas dan negara. Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah beriman seseorang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan” (HR Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa kepedulian terhadap sesama adalah bagian dari iman.
Al-Quran mengandung konsep-konsep kesejahteran sosial. Kesejahteraan sosial merupakan cita-cita dan tolok ukur suatu peradaban. Kesejahteraan sosial akan diikuti oleh aspek-aspek kehidupan yang lain, yakni ekonomi, politik, supremasi hukum, dan sebagainya.

Anjuran untuk memperhatikan kesejahteraan sosial antara lain terdapat dalam QS An-Nisa` 9: Hendaklah orang-orang takut kepada Allah sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatirkan kesejahteraannya. Maka, hendakalah mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara dengan tutur kata yang benar. (QS An-Nisa` 9)

Indikator kesejahteraan sosial antara lain terdapat dalam QS Quraisy 3-4,
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka’bah), yang telah memberikan makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar, dan mengamankan mereka dari rasa takut. (QS Quraisy 3-4)

Indikator kesejahteraan sosial dalam ayat tersebut ialah: (1) tauhid, (2) pemenuhan konsumsi, (3) hadirnya rasa aman dan nyaman.
Allah swt menjanjikan kesejahteran bagi kaum yang beriman dan beramal saleh.

Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, dani dia beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An-Nahl 97)

Allah swt berjanji akan menganugerahkan kesejahteraan bagi hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan kebaikan, tanpa memandang perbedaan jenis kelamin.

Peran Allah swt dalam mewujudkan kesejahteraan hamba-Nya, siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (QS Ath-Thalaq 2-3)
Menghadirkan Allah swt dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Manusia berusaha semaksimal mungkin, Allah swt yang menentukan hasilnya. (QS Ath-Thalaq 2-3)

Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, pasal 1: Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga Negara sehingga mampu mengembangkan diri dan menjalankan fungsi sosialnya.

Aspek yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, yaitu aspek material (kebutuhan pokok), aspek spiritual (keagamaan), dan aspek sosial (kemasyarakatan).

Menurut ilmuan sosial kesejahteraan sosial ialah terpenuhinya keinginan, kebebasan dalam berekspresi, terjaminnya hak-hak sebagai warga Negara, dan lain sebagainya. Paradigma baru dalam mengartikan kesejahteraan sosial, yaitu dibutuhkanya aspek spiritualitas dalam mewujudkannya. Tidak ada kesejahteraan tanpa peran nilai-nilai religius dan ketuhanan.

Kebahagian hakiki adalah kebahagiaan lahir dan batin, jasmani dan rohani, luar dan dalam, fisik dan ruh manusia. Jika kebahagian jasmani dapat dipenuhi dengan hal-hal materil, kebutuhan rohani dapat dipenuhi dengan ketaatan dan kedekatan kepada Allah swt.

Manusia harus meyakini keberadaan Allah swt dan beribadah sesuai dengan apa yang telah disyariatkan-Nya dan dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad saw. Allah swt dan Rasul-Nya mengajarkan bahwa untuk sejahtera tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan konsumsi dan rasa aman saja, melainkan harus didasari tauhid, keimanan yang mendalam kepada Allah swt.

Menurut ilmu ekonomi kita dituntut memenuhi kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Umat Islam harus merdeka secara ekonomi, yang akan mempermudah mereka mencapai kesejahteraan sosialnya.

Hadirnya rasa aman juga menjadi indikator kesejahteraan sosial. Dalam membangun kesejahteraan sosial, pemerintah harus memberikan rasa aman bagi warganya.

Sebagai pemimpin Rasulullah saw telah memberikan teladan dalam menghadirkan rasa aman bagi umat yang tecermin dalam Piagam Madinah. Melalui Piagam Madinah menghadirkan kenyaman dan kepastian hukum bagi rakyatnya.

Rasulullah bersabda: ”Wahai Abu Dzar, seandainya umat manusia ini seluruhnya berpegang teguh kepada ajaran agama-Nya, niscaya hal itu cukup bagi mereka.”

Rasulullah saw bersabda: “Sungguh beruntung orang yang berserah diri, yang diberi rezeki dengan rasa cukup, dan diberikan perasaan cukup atas apa yang telah Dia berikan kepadanya.” (HR Muslim).

Rasa cukuplah yang menjadi cikal-bakal kebahagiaan seseorang, bukan ketamakan akan harta, dan bukan pula kemegahan yang melalaikan.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K