Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta
Kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo mencuat kembali. Rakyat meminta kejelasan kepada pihak UGM dan Jokowi tentang status ijazahnya.
TIRUBNNEWS.COM, Jakarta menurunkan berita, bahwa polemik ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo hingga kini masih mengemuka dan menjadi pembicaraan publik.
Juru bicara PDIP, Guntur Romli pun menantang Jokowi agar menunjukkan ijazah asli lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) kepada publik. “Jokowi mesti meniru sikap kenegarawanan Presiden ke-44 AS Barack Obama, yang pada 2011 menunjukkan akta kelahirannya ke publik ketika dituduh tidak lahir di Amerika Serikat…” kata Guntur, Selasa (15/4/2025).
Ketika disambangi oleh TPUA, pihak Jokowi tetap berdalih pada asas actori in cumbit probatio. Untuk menyudahi kontroversial ijazahnya, seharusnya Jokowi tunjukkan saja ijazahnya kepada masyarakat.
Pada Selasa, 15 April 2025 pukul 07.30 massa peserta aksi Geruduk UGM Nasional sudah berkumpul di Masjid Kampus UGM. Ketika bergerak menuju Fakultas Kehutanan, mereka mengalami sejumlah hambatan. Mulai dari upaya mengurung massa di halaman masjid kampus dengan menutup pagar, sampai upaya pengusiran dari area Fakultas Kehutanan.
Sejumlah petugas keamanan kampus bersikap represif. Dengan dalih sedang ada ujian, mereka berkali-kali mengusir massa dan mengarahkan ke bundaran yang berjarak cukup jauh. Yang sangat memprihatinkan, Korlap malah ikut-ikutan mengarahkan massa ke luar dari lokasi dengan menggunakan megaphone. Bahkan, ketika Roy Suryo, dr. Tifa dan Rismon Sianipar keluar memberi keterangan, Korlap terus berteriak-teriak agar massa meninggalkan lokasi.
Ketiga perwakilan yang telah berdialog dengan pimpinan UGM kecewa atas sambutan dan pelayanan mereka. Tidak ada data yang diperoleh, kecuali skripsi Jokowi yang baru diambilkan dari perpustakaan setelah didesak oleh ketiga perwakilan. Sementara contoh pengesahan skripsi semasa Jokowi, 1985, yang ditunjukkan oleh pihak pimpinan UGM dan difoto, ternyata berjudul tesis.
Bahwa UGM tidak berhak menunjukkan ijazah asli Jokowi, karena itu berada di tangan pemiliknya. Bahwa skripsi Jokowi yang tanpa tanda tangan para penguji itu dianggap tradisi. Roy Suryo menyimpulkan, bahwa skripsi Jokowi yang tidak ditandatangani penguji berarti belum diuji.
Pada hari berikutnya, Rabu, 16 April 2025 Tim TPUA pun menyambangi Rumah Jokowi. Ketiga tokoh TPUA, Rizal Fadillah, Kurnia, dan Damai Lubis yang diterima Jokowi di rumahnya bilang, tidak ada ijazahnya. Mereka menolak ditawari makan-minum. Alasannya puasa. Padahal, aslinya mereka cuma hati-hati dan waspada. Namanya juga bertamu ke rumah orang yang reputasinya dalam menghalalkan segala cara sudah amat terkenal, tulis Edy Mulyadi.
Jokowi tidak bersedia menunjukkan ijazahnya kepada tim, dengan alasan tidak punya kewajiban untuk melakukannya. Dia akan menunjukkannya bila diminta dalam persidangan.
Pada hari yang sama ketika Jokowi ditemui di kediamannya di Solo, Banjarsari, memperlihatkan ijazah-ijazahnya ke awak media. Jokowi memperlihatkan ijazah pada SDN Tirtoyoso, SMP Negeri 1 Surakarta, dan SMA Negeri 6 Surakarta, serta ijazah kuliah di UGM. Hanya saja, saat memperlihatkan itu, awak media tidak diperkenankan untuk memfoto.
“Saya baru memutuskan untuk memperlihatkan kepada bapak ibu baru tadi malam,” ucapnya. Saat ditanya mengenai dirinya yang tidak lagi memakai kacamata tersebut, Jokowi menjawab, “Oh yang itu sudah pecah,” pungkasnya.
Untuk menyudahi pro-kontra Ijazah Jokowi, Pierre Suteki mengusulkan dekonstruksi Asas “Actori In cumbit Probatio” dengan membagi beban pembuktian. Menurutnya penggunaan ijazah palsu merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Dalam peradilan terdapat asas universal dari pepatah hukum Latin, “actori in cumbit probatio” yang berarti beban pembuktian berada di tangan penggugat – siapa yang menggugat dialah yang wajib membuktikan.
Prinsip “Actori in cumbit probatio” juga berarti bahwa penggugat dalam sengketa hukum memiliki tanggung jawab untuk memberikan bukti guna mendukung tuntutan mereka.
Asas actori in cumbit probatio berkonsekuensi pada aktif pasifnya hakim. Berdasar asas tersebut hakim tidak terbebani dengan pembuktiannya. Terkait dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas dugaan adanya ijazah palsu, haruskah beban pembuktian hanya ada pada penuduh atau penggugat, sementara tertuduh atau tergugat hanya pasif, diam, sebatas membantah tanpa menunjukkan barang bukti (ijazah) yang dipersoalkan?
Terkait dengan tuduhan ijazah palsu tersebut, tidak mungkin barangnya ada dalam penguasaan penuduh. Maka, hakim harus bersikap adil dengan membagi beban pembuktian kepada pihak penuduh dan tertuduh, yakni memerintahkan pihak tertuduh untuk menghadirkan dokumen yang digugat keasliannya tersebut. Dengan cara demikian perkara akan segera selesai. Tanpa itu perkara ini tiada henti.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Patianrowo Nganjuk dan Komite Diduga Lakukan Pungli, Terancam Dilaporkan ke Polres Nganjuk

Aksi Selamatkan Hiu: Pemuda Banyuwangi Kembangkan Aplikasi Berbasis Kecerdasan Buatan untuk Identifikasi Spesies Hiu Secara Akurat

Pemilu Amerika 2025: Duel Sengit AI vs Etika di Panggung Politik Dunia

Jakarta 2030: Ketika Laut Sudah di Depan Pintu

Dari Wayang ke Metaverse: Seniman Muda Bawa Budaya Jawa ke Dunia Virtual

Operasi Senyap Komisi Pemberantasan Korupsi: Tangkap Tangan Kepala Daerah dan Pejabat BUMD dalam Proyek Air Bersih

	




No Responses