WASHINGTONDC / RIYADH— Dalam manuver diplomatik yang kembali menuai kontroversi global, Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, mengusulkan penggantian nama geografis yang telah digunakan selama lebih dari dua milenium: dari “Teluk Persia” menjadi “Teluk Arab”.
Usulan ini dilontarkan menjelang kunjungan resmi Trump ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab minggu depan. Dalam pernyataan resminya dari Gedung Putih, Trump menyebut nama “Teluk Persia” sebagai istilah “usang secara politis dan tidak merepresentasikan realitas aliansi strategis saat ini di kawasan.”
“Saya pikir sudah waktunya dunia modern mengadopsi nama modern: Teluk Arab. Teman-teman kita di Timur Tengah akan menyukainya — dan mereka adalah sekutu besar,” ujar Trump dalam konferensi pers yang cepat berubah menjadi arena debat geopolitik.
Reaksi Internasional: Iran Murka, Arab Saudi Tersenyum
Tak butuh waktu lama, reaksi keras muncul dari Teheran. Pemerintah Iran mengecam pernyataan Trump sebagai “penghinaan sejarah” dan “intervensi kultural terang-terangan.”
“Teluk Persia telah disebut demikian selama lebih dari 2.500 tahun, bahkan oleh para penjelajah Yunani kuno. Ini bukan hanya nama, ini identitas bangsa,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran dalam pidato yang ditayangkan langsung di televisi nasional.
Sebaliknya, media dan pejabat di Teluk Arab seperti Arab Saudi, UEA, dan Bahrain menyambut hangat wacana ini. Tagar #ArabianGulf trending di media sosial wilayah Teluk, disertai unggahan meme yang menyindir Iran dengan bumbu politik dan humor satir.
Sengketa Nama: Lebih dari Sekadar Geografi
Isu penamaan ini bukan sekadar soal peta. Ia mencerminkan tarik menarik kekuasaan, identitas nasional, dan aliansi geopolitik di kawasan paling strategis dan sensitif di dunia. Selama beberapa dekade terakhir, negara-negara Arab memang telah menggunakan istilah “Arabian Gulf” dalam buku teks dan media mereka — sebuah bentuk diplomasi diam-diam melawan pengaruh Iran di kawasan.
Namun, langkah Trump mencuatkan kembali perdebatan lama ke panggung global — dan menciptakan ketegangan baru yang bisa berdampak pada negosiasi energi, keamanan maritim, dan bahkan perdagangan minyak lintas Selat Hormuz.
Sejarah Singkat: Nama yang Mengakar
Nama “Teluk Persia” telah digunakan sejak zaman Kekaisaran Achaemenid (550 SM), dan dipertahankan oleh banyak peta resmi, termasuk PBB dan National Geographic. Namun, sejak 1960-an, negara-negara Arab Teluk mulai mempopulerkan “Arabian Gulf” dalam upaya meminimalisasi peran dominan Iran di kawasan.
“Dengan satu kalimat, Trump berpotensi membuka luka lama yang telah ditambal dengan susah payah oleh diplomat selama bertahun-tahun,” ujar seorang analis Timur Tengah di Council on Foreign Relations.
Dunia Menunggu Dampaknya
Apakah ini sekadar retorika khas Trump menjelang pemilu, atau awal dari kebijakan luar negeri baru yang lebih condong ke negara-negara Arab Teluk? Dunia tengah menanti dampaknya, terutama Iran, yang telah menyatakan bahwa usulan tersebut bisa “mengganggu stabilitas maritim regional.”
Untuk sekarang, peta masih bertuliskan Persian Gulf. Tapi dengan Trump, segalanya bisa berubah — bahkan nama sebuah laut.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Ach. Sayuti: Soeharto Layak Sebagai Pahlawan Nasional Berkat Jasa Besarnya Dalam Fondasi Pembangunan Bangsa

SPPG POLRI Lebih Baik Dibanding Yang Lain Sehingga Diminati Sekolah

Pak Harto Diantara Fakta Dan Fitnah

Surat Rahasia Bank Dunia: “Indonesia Dilarang Membangun Kilang Minyak Sendiri”

Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Mengaku Ditekan 2 Tokoh (PY) dan (HR) Untuk Memperhatikan Perusahaan Riza Chalid

Prabowo Melawan Akal Sehat atas Dugaan Ijazah Palsu Jokowi dan Kereta Cepat Whoosh

Pangan, Energi dan Air

Penasehat Hukum RRT: Penetapan Tersangka Klien Kami Adalah Perkara Politik Dalam Rangka Melindungi Mantan Presiden Dan Wakil Presiden Incumbent

NKRI Sesungguhnya Telah Bubar

Dalang Lama di Panggung Baru



No Responses