Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Bayangkan kalau seorang istri memberitahu suaminya kalau tidak ada uang untuk beli makanan lalu sang suami dengan entengnya menjawab “ya jangan makan”; atau istri mengeluh tidak ada uang untuk bayar SPP sekolah anaknya dan suami juga dengan sekenanya menjawab “ya jangan sekolah”. Tentu si istri akan marah-marah mengingat jawaban yang terkesan seenaknya itu tidak ada unsur solusinya. Jawaban – jawaban seperti itu pernah diucapkan para petinggi negara ini ketika harga beras naik lalu menyarankan agar makan dua sisir pisang saja cukup mengganti nasi; ketika harga minyak goreng naik maka rakyat diminta ya jangan menggoreng – dikukus aja.
Narasi jawaban seperti diatas baru-baru ini juga diucapkan oleh Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding. Dia berpendapat untuk menggurangi angka pengangguran terbuka di Jawa Tengah maka dia mendorong masyarakat untuk bekerja di luar negeri secara resmi. Hal tersebut disampaikan Karding dalam acara talkshow dan peresmian Migrant Center di Gedung Prof. Soedarto, Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Kamis (26/6/2025). “Di Jateng ada (hampir) 1 juta (pengangguran) yang belum terserap, anda (mahasiswa) calon (tenaga kerja) yang tidak terserap, maka segera berpikir ke luar negeri,” tutur Karding. Da menyebut, secara nasional angka pengangguran di Indonesia telah melampaui 70 juta orang. Dalam kondisi seperti ini, bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) terampil disebutnya sebagai salah satu solusi utama untuk mengurangi pengangguran.
Cekak aos atau singkat kata sang menteri mengatakan bahwa “kalau di Republik Indonesia ini tidak ada pekerjaan; ya kerja saja di luar negeri”.
Meskipun kemudian Menteri Abdul Kadir Karding meng-klarifikasi ucapannya itu bahwa dia tidak menyuruh warga bekerja di luar negeri karena negara tidak mampu memberikan lapangan pekerjaan, namun hanya memberi alternatif lapangan pekerjaan; toh masyarakat sudah ramai mengemukakan pendapat yang tidak setuju dengan pernyataannya itu.
Memang sebagai menteri yang membidangi Pekerja Mogran, dia banyak informasi tentang kondisi negara-negara maju seperti di Eropa dan Jepang dimana struktur penduduknya banyak orang-orang sepuhnya ketimbang anak-anak muda usia produktif dan kondisi seperti itu menjadi peluang bagi warga negara Indonesia untuk bekerja sebagai perawat misalnya (dan jumlah yang diterima juga tidaklah banyak).
Bekerja diluar negeri memang mengutungkan dilihat dari segi pendapatan dibanding bila bekerja di tanah air dan syah-syah saja bila ada peluang. Akan tetapi bekerja diluar negeri itu tidaklah semudah yang dibayangkan karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Antaralain sipencari kerja harus memahami bahasa dan budaya di tempat kerja diluar negeri, peraturan dan Undang-Undang tentang pekerja asing negara lain; perlu memahami sistem Pajak Penghasilan dan Pelaporan Pajak, memahami Kontrak Kerja secara seksama; memahami sistim pelaporan bila ada pelanggaran dsb dsb.
Perlu dipertimbangkan oleh negara bahwa bila banyak warga negara kita (terutama yang skilled atau trampil dan pintar) bekerja di luar negeri maka akan terjadi “Brain Drain” atau larinya orang-orang pintar ke negara lain.
Lagian kalau banyak warga kita yang lari keluar negeri untuk mencari kerja maka akan timbul kesan bahwa negara sudah “give-up” atau menyerah atau lempar handuk putih tanda menyerah karena tidak mampu menyediakan lapangan kerja untuk rakyatnya sendiri,
Pemerintah harus serius menangani masalah pengangguran dan penyediaan lapangan kerja ini mengingat begitu banyaknya anak-anak bangsa ini yang berusaha mencari pekerjaan seperti yang terjadi di Bekasi lalu dimana sekitar 25.000 anak-anak muda pencari kerja rela antri berjam-jam demi bisa mengisi lowongan pekerjaan yang jumlahnya sangat – sangat terbatas.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Giat BSPS Kementerian Perumahan, Merenovasi Rumah sekaligus Menumbuhkan Semangat Swadaya Masyarakat

Misteri Kebahagiaan

Diduga Ada Oknum ASN Melakukan Penipuan Jual Beli “Kursi” Calon Perangkat Desa Tirak

“Ratu Pupuk Indonesia”: Ucok Khadafi Soroti Keistimewaan Istri Dirut Pupuk Indonesia

Hakim Perlu Dilindungi

Masa Depan ITS

Gubernur Riau Ditangkap KPK: “Taring Kekuasaan Tumpul di Balik Uang Proyek”

Ubaedillah Badrun: Presiden Tak Bisa Tutupi Korupsi dengan Nama Rakyat, Harus Diberi Peringatan Keras

Ketika ‘Taring Purbaya’ Dicabut: Siapa yang Sebenarnya Menanggung Utang Whoosh?

Amazon mendekati ‘titik tak bisa kembali,’ ilmuwan memperingatkan menjelang COP30



No Responses