Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Kali ini, sorotan tertuju pada nasib puluhan WNI yang menghadapi situasi genting di Myanmar, negara yang hingga kini masih dilanda krisis politik dan konflik bersenjata. Dalam pernyataannya kepada media, Dasco mendesak pemerintah agar tidak melonggarkan diplomasi kemanusiaan demi menyelamatkan dan melindungi hak-hak WNI yang terdampak situasi tidak menentu di negara tersebut.
Krisis Myanmar yang dimulai sejak kudeta militer tahun 2021 telah memicu instabilitas nasional, mengguncang perekonomian, merusak struktur pemerintahan sipil, dan menciptakan gelombang pengungsi, termasuk para pekerja asing yang sebelumnya mencari nafkah di negara itu. Tidak sedikit dari mereka adalah WNI, terutama yang bekerja sebagai buruh migran informal, staf restoran, pengajar bahasa, dan pekerja di sektor digital ekonomi.
Diplomasi Tidak Boleh Mandek
“Negara tidak boleh lepas tangan,” tegas Dasco dalam konferensi pers yang digelar usai Rapat Paripurna DPR. “Kami mendesak Kementerian Luar Negeri dan seluruh perwakilan Indonesia di Asia Tenggara untuk memperkuat diplomasi bilateral maupun multilateral agar WNI di Myanmar mendapatkan perlindungan maksimal, terutama mereka yang terdampak kekerasan atau kehilangan tempat tinggal.”
Menurut data yang dihimpun oleh lembaga swadaya masyarakat migran, sedikitnya 112 WNI terindikasi dalam kondisi rawan—terjebak di zona konflik atau mengalami ketidakpastian status hukum. Beberapa bahkan dilaporkan tidak bisa dihubungi oleh keluarga mereka sejak pertengahan tahun lalu. Situasi semakin diperparah dengan pemadaman internet berkala yang dilakukan junta militer Myanmar.
Dasco dan Peran DPR dalam Diplomasi Kemanusiaan
Langkah Dasco menandai komitmen legislatif untuk menjembatani komunikasi antara rakyat dan eksekutif dalam isu-isu luar negeri, khususnya yang menyangkut perlindungan WNI. Meski fungsi diplomasi berada di tangan eksekutif, DPR memiliki peran penting dalam pengawasan dan advokasi kebijakan luar negeri berbasis kemanusiaan.
Sebagai Wakil Ketua DPR yang dikenal vokal dalam isu-isu nasionalisme dan perlindungan hak sipil, Dasco menyuarakan perlunya pembentukan “satgas diplomasi darurat” yang fokus menangani krisis kemanusiaan di kawasan, termasuk Myanmar, Thailand Selatan, dan daerah-daerah yang rawan bagi WNI.
“Ini bukan hanya soal diplomasi negara. Ini menyangkut martabat dan tanggung jawab bangsa. Kita tidak boleh membiarkan saudara-saudara kita menjadi korban diam-diam di negeri orang tanpa perhatian serius,” ujarnya.
Upaya Pemerintah yang Perlu Didorong Lebih Jauh
Pemerintah melalui KBRI Yangon sebenarnya telah melakukan beberapa evakuasi terbatas sejak 2021. Namun, karena situasi keamanan yang terus memburuk, sebagian besar operasi evakuasi dilakukan secara diam-diam dan terbatas dalam cakupan.
Menanggapi hal itu, Dasco menyarankan agar pemerintah Indonesia menggandeng negara-negara ASEAN, terutama melalui jalur diplomasi kemanusiaan, untuk membuka koridor evakuasi atau memberikan akses konsuler lebih luas bagi korban WNI. “ASEAN tidak bisa terus-menerus ‘non-interference’ ketika kemanusiaan dipertaruhkan,” tegasnya.
Kisah Nyata: Jeritan WNI yang Tertahan
Dalam sebuah wawancara dengan keluarga korban, diketahui ada seorang WNI bernama Dina (bukan nama sebenarnya), seorang pengajar bahasa Inggris di Mandalay, yang kini tidak bisa kembali ke Indonesia karena kehilangan dokumen dan jalur transportasi yang aman. Sang ibu, yang tinggal di Bekasi, telah tiga kali mengirim permintaan bantuan ke Kemenlu namun belum mendapat kabar pasti.
“Dina terakhir kirim pesan April lalu. Dia bilang kondisinya makin tidak aman. Saya mohon pemerintah bantu pulangkan anak saya,” ujar sang ibu dengan suara bergetar.
Kisah seperti Dina bukanlah satu-satunya. Banyak kisah serupa menggambarkan betapa gentingnya situasi yang dihadapi WNI di negara konflik seperti Myanmar, dan pentingnya intervensi cepat dan terkoordinasi.
Tantangan dan Jalan ke Depan
Masalah perlindungan WNI di zona konflik tentu tidak mudah. Pemerintah harus bekerja dengan informasi terbatas, medan sulit, serta kebijakan keras negara tuan rumah. Namun, seperti yang ditegaskan Dasco, tanggung jawab negara adalah melampaui tantangan tersebut demi warganya.
DPR juga tengah mempertimbangkan pemanggilan perwakilan Kementerian Luar Negeri dan BNP2TKI untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) khusus membahas langkah konkret dalam merespons situasi WNI di Myanmar dan negara rawan lainnya.
Diplomasi adalah Cermin Keberpihakan
Langkah Sufmi Dasco Ahmad mendorong diplomasi aktif dan serius dalam kasus Myanmar bukan hanya soal politik luar negeri, tapi juga cermin dari keberpihakan terhadap rakyat yang rentan. Dalam dunia yang terus bergejolak, diplomasi tidak hanya soal meja perundingan dan nota kesepahaman, tetapi juga tentang keberanian untuk bertindak demi kemanusiaan.
Sebagaimana pepatah tua menyebut: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang melindungi warganya di mana pun mereka berada.” Dan kali ini, panggilan itu datang dari Myanmar.
EDITOR: REYNA
BACA ARTIKEL TERKAIT :
Related Posts

Informaliti

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan

Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang



No Responses