KUPANG – Sebuah siang yang semula biasa berubah menjadi kepanikan massal. Suara ambulans meraung di jalanan Kota Kupang. Puluhan siswa berseragam biru-putih dilarikan ke rumah sakit. Raut panik orang tua memenuhi lorong rumah sakit, sementara tenaga medis berjibaku memberikan pertolongan pertama.
Hari itu, Selasa, 22 Juli 2025, Kota Kupang diguncang kabar mengejutkan: ratusan siswa SMPN 8 diduga mengalami keracunan makanan, usai mengikuti kegiatan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah pusat. Informasi awal menyebutkan, lebih dari 100 siswa mengalami gejala mual, muntah, dan sakit perut. Mereka tersebar di RSU Mamami, RS Siloam, dan RSUD SK Lerik. Dugaan kuat mengarah pada makanan yang disajikan dalam program MBG.
Ombudsman NTT Tinjau Langsung: Jangan Anggap Sepele
Tak menunggu lama, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, turun langsung ke RSU Mamami pada pukul 13.00 WITA. Ia ingin memastikan penanganan medis terhadap para siswa berjalan optimal.
“Kami menyaksikan langsung kondisi anak-anak. Mereka dalam keadaan sadar, namun sebagian masih mengeluhkan sakit perut. Pihak rumah sakit bekerja cepat, dan kami apresiasi itu. Namun, kondisi mereka tetap harus dipantau dalam beberapa hari ke depan,” kata Darius saat dikonfirmasi Suara Flores, Selasa 22 Juli 2025 melalui sambungan WhatsApp.
Pertanyaan Besar: Dari Mana Sumber Keracunan Ini?
Belum ada kesimpulan resmi soal sumber keracunan. Namun, kecurigaan publik mengarah pada makanan yang disediakan dalam program MBG.
Darius menegaskan bahwa penyelidikan menyeluruh sangat diperlukan untuk memastikan apakah benar makanan dari program ini yang menjadi penyebab. BPOM dan laboratorium kesehatan lainnya diharapkan segera menganalisis sampel makanan dan minuman yang dikonsumsi siswa hari itu. Penelusuran menyeluruh juga harus mencakup kebersihan tempat pengolahan, rantai distribusi, hingga proses penyajian.
Potensi Kejadian Luar Biasa (KLB): Perlu Investigasi Serius
Mengacu pada Permenkes No. 2 Tahun 2013, Darius meminta Dinas Kesehatan Kota Kupang segera melakukan penyelidikan epidemiologi. Jika terbukti dua orang atau lebih mengalami gejala serupa setelah mengonsumsi makanan yang sama, kasus ini bisa masuk kategori Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan.
“Ini bukan soal siapa yang salah, ini soal mencegah agar tidak ada korban berikutnya. Surveilans harus dilakukan menyeluruh, dari korban hingga tempat pengolahan makanan. Ini tanggung jawab semua pihak,” tegasnya.
Mengevaluasi Program MBG: Niat Baik Tak Boleh Berujung Petaka
Program Makan Bergizi Gratis sejatinya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak sekolah. Namun jika terbukti bahwa program ini menjadi pemicu keracunan massal, maka seluruh aspek penyelenggaraannya—termasuk penyedia makanan dan pengawasan distribusinya harus dievaluasi total.
“Ini alarm keras bagi penyelenggara. Jangan sampai niat baik berujung tragedi. Kita perlu pastikan makanan yang diberikan di sekolah benar-benar aman, sehat, dan layak konsumsi,” ucap Darius tegas.
Ketika Makanan Sekolah Jadi Ancaman Kasus ini menjadi cermin serius tentang betapa pentingnya pengawasan dalam setiap program publik, terlebih yang melibatkan konsumsi massal oleh anak-anak. Pemerintah, sekolah, penyedia makanan, dan masyarakat semua punya peran. Kini, publik menunggu hasil uji laboratorium dan kesimpulan resmi dari Dinas Kesehatan. Namun yang pasti, nyawa dan kesehatan anak-anak adalah prioritas utama yang tak boleh ditawar.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Muhammad Taufiq Buka Siapa Boyamin Sebenarnya: Kalau Siang Dia LSM, Kalau Malam Advokad Profesional

Purbaya Dimakan “Buaya”

Pengakuan Kesalahan Oleh Amien Rais Dalam Amandemen Undang‑Undang Dasar 1945

Menemukan Kembali Arah Negara: Dari Janji Besar ke Bukti Nyata

Informaliti

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Patianrowo Nganjuk dan Komite Diduga Lakukan Pungli, Terancam Dilaporkan ke Polres Nganjuk



No Responses