Oleh: Budi Puryanto, Pemimpin Redaksi
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, meminta Komisi I DPR untuk segera menjalin komunikasi intensif dengan Pemerintah terkait polemik transfer data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) ke Amerika Serikat. Permintaan ini muncul menyusul kekhawatiran publik atas keamanan dan kedaulatan data nasional, yang belakangan ramai dipersoalkan setelah muncul dugaan bahwa sejumlah data sensitif milik WNI diakses oleh pihak asing tanpa pengawasan atau mekanisme pengendalian yang memadai.
Dasco menegaskan bahwa DPR tidak ingin bersikap reaktif dalam menanggapi isu ini. Namun, ia juga mengingatkan agar persoalan ini tidak dibiarkan berlarut-larut tanpa kejelasan, karena menyangkut hak privasi warga dan citra Indonesia dalam menjaga kedaulatan digital.
“Kami mendorong Komisi I DPR RI segera membuka dialog dengan pemerintah, terutama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Luar Negeri. Hal ini penting agar polemik ini tidak berkembang menjadi ketidakpercayaan publik terhadap institusi,” ujar Dasco dalam pernyataannya di Gedung DPR RI, Senayan, Senin (28/7).
Polemik ini pertama kali mencuat setelah muncul laporan bahwa beberapa perusahaan digital global yang beroperasi di Indonesia diduga mentransfer data pelanggan ke luar negeri—terutama ke Amerika Serikat—tanpa adanya perjanjian perlindungan data bilateral yang tegas. Isu ini semakin mencemaskan setelah terungkap bahwa data yang dimaksud meliputi informasi pribadi, lokasi, kebiasaan konsumsi, bahkan potensi profil risiko pengguna.
Dasco menekankan bahwa sebelum DPR mengambil sikap legislatif—baik melalui pembentukan panitia khusus (pansus) maupun revisi undang-undang terkait perlindungan data—maka harus terlebih dahulu diperoleh penjelasan utuh dari pihak pemerintah. Dalam hal ini, Komisi I memiliki peran sentral karena membidangi urusan pertahanan, luar negeri, dan informasi.
“Kita tidak ingin mengambinghitamkan siapa pun, tapi pengawasan dan transparansi harus ditegakkan. Rakyat perlu tahu bagaimana data mereka diproses dan dilindungi,” tambah politisi Partai Gerindra tersebut.
Dalam beberapa bulan terakhir, isu kedaulatan data memang menjadi perhatian global. Indonesia sendiri telah memiliki UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP), namun implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan infrastruktur, minimnya literasi data, hingga belum adanya perjanjian timbal balik dengan negara lain yang sering menerima data dari Indonesia.
Dasco juga meminta agar semua pihak menahan diri dan tidak membangun narasi spekulatif hingga proses klarifikasi berjalan dengan baik. Ia menyatakan bahwa perlindungan data bukan sekadar soal teknis, tetapi menyangkut prinsip dasar HAM dan kedaulatan negara.
Sebagai penutup, Dasco menegaskan komitmen DPR RI untuk menjaga kepentingan rakyat dalam ruang digital, serta memastikan bahwa Indonesia tidak menjadi negara yang lemah dalam urusan perlindungan data di tengah gempuran era digital global.
“Kita tidak boleh jadi penonton di era digital ini. Kita harus jadi wasit, penjaga, sekaligus pembuat aturan yang berpihak pada rakyat,” pungkasnya.
EDITOR: REYNA
Baca juga artikel terkait:
Related Posts

Aliansi Masyarakat Tirak Nilai Seleksi Perangkat Desa Cacat Hukum, Akan Bawa ke DPRD dan PN

Isolasi Dalam Sunyi – Gibran Akan Membeku Dengan Sendirinya

Pertalite Brebet di Jawa Timur: Krisis Kepercayaan, Bukan Sekadar Masalah Mesin

Ini 13 Ucapan Kontroversial Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

Purbaya Yudhi Sadewa: Dari Bogor ke Kursi Keuangan — Jejak Seorang Insinyur yang Menjadi Ekonom Kontroversial

The Guardian: Ketika Bendera One Piece Jadi Lambang Perlawanan Generasi Z Asia

Kolaborasi Manusia Dan AI: Refleksi Era Digital di IdeaFest 2025

Digital Counter-Revolution: Mengapa Pemerintah Indonesia Berbalik Takluk pada Media Sosial?

Otonomi Yang Melayani : Menanggapi Cak Isa Anshori dengan Kacamata Tata Kelola Islam

Komik Edukasi Digital dari ITS Jadi “Senjata” Literasi Anak di Daerah Terpencil”



No Responses