JAKARTA – Proses seleksi calon Ketua dan Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) periode 2025-2029 menimbulkan keprihatinan publik akibat indikasi pelanggaran prosedural dan ketidaktransparanan yang terjadi sejak tahap awal seleksi. Berbagai kejanggalan yang muncul mengarah pada dugaan permainan politik dalam panitia seleksi yang dibentuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Berdasarkan pengumuman resmi Panitia Seleksi (Pansel) Kementerian ESDM Nomor 12.Pm/KP/05/SJN.P/2025 dan Nomor 13.Pm.KP.05/SJN.P/2025, tercatat 36 pelamar dinyatakan lulus seleksi administrasi dan dijadwalkan mengikuti assessment test pada tanggal 26-28 Mei 2025.
Namun, dalam perkembangan terakhir, tiba-tiba muncul dua nama tambahan yaitu Nurhasan Saidi dan Amir Uskara yang sebelumnya tidak tercantum dalam daftar lolos administrasi, tetapi kemudian dimasukkan dalam jadwal assessment pada tanggal 28 Mei 2025.
Perubahan susunan peserta ini dilakukan tanpa pemberitahuan yang transparan kepada publik dan bahkan kepada peserta seleksi lainnya. Yang lebih mencurigakan, kedua nama tambahan ini langsung mengikuti assessment tanpa melalui proses verifikasi administrasi yang dapat diakses secara terbuka.
Yang memperkuat indikasi ketidakwajaran dalam proses ini adalah berdasarkan lampiran surat yang beredar Nomor R-41/Pres/07/2025 tanggal 29 Juli 2025 ternyata sejumlah calon berpengalaman justru tidak lolos seleksi. Salah satunya adalah Basuki Trikora, anggota Komite BPH Migas periode saat ini yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pertamina.
Pengalaman Basuki Trikora dalam mengatur kebijakan distribusi BBM bersubsidi selama ini diakui secara luas, sehingga kegagalannya dalam seleksi yang dilakukan oleh panitia seleksi (pansel) Kementerian ESDM menimbulkan berbagai pertanyaan mendasar tentang kriteria penilaian yang digunakan pansel.
Para pengamat energi menilai Basuki Trikora memiliki kompetensi teknis yang mumpuni dalam hal regulasi hilir migas, yang justru menjadi syarat utama untuk menjadi anggota Komite BPH Migas. Penolakan terhadap kandidat dengan credential seperti ini mengindikasikan adanya pertimbangan non-teknis yang lebih dominan dalam proses seleksi.
Sejak awal para pengamat energi telah memprotes pembentukan Pansel BPH Migas oleh Kementerian ESDM ini.
Berdasarkan UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, wewenang pembentukan pansel seharusnya berada di Sekretariat Kepresidenan, bukan di Kementerian ESDM. Cara-cara Menteri ESDM dalam seleksi Komite bisa berisiko fatal. Pengelolaan hilir Migas menjadi korban, Para pengamat energi juga menilai proses yang dilaksanakan tidak fair dan tidak transparan serta berpotensi melanggar undang-undang.
Salah satu persyaratan kontroversial dalam seleksi ini adalah batasan usia 40-60 tahun untuk pelamar. Namun yang lebih memprihatinkan, aturan ini memberikan pengecualian dimana pelamar di atas 60 tahun tetap dapat mendaftar
dengan rekomendasi dari Menteri ESDM. Ketentuan ini dinilai telah melanggar prinsip kesetaraan dan berpotensi menjadi pintu masuk praktik kolusi dan nepotisme.
Dengan wewenang memberikan rekomendasi, Menteri ESDM dapat dengan mudah memilih kandidat yang memiliki kedekatan politik atau hubungan tertentu, bukan berdasarkan kompetensi murni. Praktik semacam ini dalam jangka panjang dapat melanggengkan dinasti politik dan oligarki dalam sektor energi, dimana jabatanjabatan strategis hanya diisi oleh orang-orang yang memiliki akses kepada kekuasaan.
BPH Migas sebagai regulator hilir migas memegang peran krusial dalam mengawasi distribusi BBM bersubsidi dan pengaturan transportasi gas melalui pipa. Keberadaan komite yang tidak profesional dan tidak kompeten akan berpotensi mengganggu ketahanan energi nasional dan menyuburkan praktik inefisiensi serta penyimpangan dalam sektor hilir migas.
Dunia usaha membutuhkan regulator yang kompeten, independen, dan dapat dipercaya. proses seleksi yang bermasalah akan menimbulkan ketidakpercayaan pelaku usaha terhadap kredibilitas regulator, yang pada akhirnya dapat berdampak pada penurunan investasi di sektor energi Indonesia.
Proses rekrutmen yang tidak transparan untuk mengisi lembaga strategis seperti BPH Migas menunjukkan masih lemahnya good governance dalam tata kelola pemerintahan, khususnya di sektor energi yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Masyarakat dan Para pemangku kepentingan serta pengamat energi menuntut Presiden:
1.Menghentikan sementara proses seleksi yang sedang berjalan dan menganulir pansel yang dibentuk Kementerian ESDM
2.Membangun kembali pansel yang sah sesuai UU Migas melalui Sekretariat Kepresidenan dengan melibatkan unsur publik dan pakar independent.
3.Menghapus ketentuan rekomendasi Menteri ESDM untuk pelamar di atas 60 tahun karena berpotensi menjadi sarang kolusi dan nepotisme.
4.Meninjau ulang seluruh proses seleksi sejak tahap administrasi hingga assessment untuk memastikan prinsip meritokrasi dan kompetensi menjadi pertimbangan utama.
5.Menyelidiki adanya indikasi intervensi politik dan benturan kepentingan dalam proses seleksi calon anggota Komite BPH Migas.
Didapati informasi terpisah bahwa beberapa peserta seleksi akan melakukan gugatan atas hasil seleksi Komite BPH Migas ke PTUN dalam waktu dekat. Proses seleksi Komite BPH Migas yang sedang berjalan telah mencederai prinsip akuntabilitas, transparansi dan kesetaraan dalam pengisian jabatan strategis nasional.
Klausul rekomendasi Menteri ESDM untuk pelamar di atas 60 tahun merupakan bibit kolusi dan nepotisme yang tidak boleh dibiarkan dalam tata kelola pemerintahan yang bersih.
Para pengamat dan pakar energi mendesak, terutama Presiden Prabowo dan DPR, untuk mengambil langkah tegas guna menyelamatkan proses seleksi dan memastikan terpilihnya anggota Komite BPH Migas yang benar-benar professional, kompeten, dan bebas dari kepentingan politik tertentu. Kredibilitas regulator energi nasional sedang dipertaruhkan, dan hanya dengan proses yang bersih dan transparanlah kepercayaan publik terhadap pengelolaan sektor energi Indonesia dapat dipulihkan.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Potret ‘Hutan Ekonomi’ Indonesia

Prof. Djohermansyah Djohan: Biaya Politik Mahal Jadi Akar Korupsi Kepala Daerah

Muhammad Taufiq Buka Siapa Boyamin Sebenarnya: Kalau Siang Dia LSM, Kalau Malam Advokad Profesional

Purbaya Dimakan “Buaya”

Pengakuan Kesalahan Oleh Amien Rais Dalam Amandemen Undang‑Undang Dasar 1945

Menemukan Kembali Arah Negara: Dari Janji Besar ke Bukti Nyata

Informaliti

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia






No Responses