Drama di Koridor Hukum: Nadiem Makarim, Penetapan Tersangka, dan Reaksi Publik

Drama di Koridor Hukum: Nadiem Makarim, Penetapan Tersangka, dan Reaksi Publik
Nadiem Makarim, mantan Mendikbud, pendiri perusahaan transportasi daring dan pembayaran daring Gojek, melambaikan tangan kepada wartawan saat tiba di Istana Kepresidenan di Jakarta, Indonesia, 21 Oktober 2019. REUTERS/Willy Kurniawan/Foto Arsip

Awal Pagi Yang Tegang di Kejaksaan Agung

JAKARTA – Pagi itu, Kamis, 4 September 2025, langit Jakarta lembap menyambut langkah mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi—Nadiem Makarim. Tepat pukul delapan, ia tiba di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, mengenakan kemeja resmi dan didampingi oleh kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, bersama tim hukum lainnya

Kilatan lampu, deret wartawan, dan bisik-bisik cemberut menyelubungi suasana ketika Nadiem berjalan mantap masuk. Ia hanya melambaikan tangan dan menyampaikan satu kalimat singkat: “Saya dipanggil sebagai saksi,” sebelum menunduk masuk ke ruangan penyidikan

Penetapan Tersangka dan Penahanan 20 Hari

Beberapa jam kemudian, gedung itu berubah menjadi pusat perhatian nasional. Jaksa menegaskan bahwa mereka telah menetapkan Nadiem sebagai tersangka atas dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook. Pengadaan ini diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,98 triliun (sekitar US$ 121 juta), dari total anggaran sekitar Rp 9,3–9,9 triliun

Jaksa Agung juga mengumumkan bahwa Nadiem ditahan selama 20 hari guna memperlancar penyidikan

Pusat penyelidikan mencatat bahwa Nadiem, saat masih menjabat menteri (2019–2024), diduga menerbitkan spesifikasi teknis yang secara eksklusif menguntungkan Chromebook setelah beberapa pertemuan dengan Google Indonesia pada 2021

Tuduhan Awal: Pilihan Chromebook yang Dipertanyakan

Proyek pengadaan laptop dilakukan sebagai bagian dari program “digitalisasi pendidikan” selama pandemi, menargetkan lebih dari 1 juta unit untuk 77.000 sekolah. Meski proyek ini disebut sukses—“97 % dari lebih dari 1 juta laptop telah dikirim” oleh Nadiem—dari catatan Kejagung, tim teknis sempat memperingatkan masalah konektivitas di daerah terpencil dan merekomendasikan sistem operasi lain selain Chrome OS
.
Audit internal BPKP yang diserahkan kepada penyidik sejak 2023 – 2024 menyoroti sejumlah kejanggalan, seperti kesalahan sasaran penerima, spesifikasi teknis yang dikunci (lock-in), penjadwalan yang terburu-buru, serta volume dan harga yang tidak sesuai
.
Hotman Paris Bersuara Keras

Setelah penahanan, Hotman Paris tidak menunggu waktu lama untuk berbicara. Di hadapan wartawan, ia menegaskan:

“Klien saya tidak menerima satu rupiah pun dari proyek ini… Sama seperti Tom Lembong.”

Hotman menyandingkan kasus ini dengan mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong, yang pernah ditetapkan tersangka dalam kasus lain meski tidak terbukti menerima aliran dana—dan kemudian menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto
.
Lebih lanjut, Hotman menyangkal bahwa kliennya pernah menyepakati penggunaan Chromebook dengan Google:

“Tidak pernah menyepakati… yang jual itu vendor, bukan Google. Google hanya sistemnya saja.”
kumparan

Menurutnya, Chromebook justru dipilih karena lebih murah daripada laptop Windows, pelatihan yang diberikan Google hanya kepada vendor, bukan ke Nadiem

Siapa Saja yang Terlibat?

Sebelumnya, pada pertengahan 2025, Kejaksaan telah menetapkan empat staf dan konsultan di Kemendikbudristek sebagai tersangka—termasuk Direktur PAUD, Direktur SMP, staf khusus, dan konsultan perorangan. Dua staf khusus tersebut pernah memenuhi panggilan sebagai saksi di Kejagung, dan beberapa telah diringkus dalam penggeledahan di apartemen mereka .

Di lini penyidikan, lebih dari 40 saksi sudah diperiksa, termasuk eks pejabat GoTo (Gojek-Tokopedia), dengan penggeledahan di kantor pusat mereka serta pemeriksaan pejabat eksekutif lainnya

Analisis dari Pengamat Hukum dan Antikorupsi

Beberapa tokoh dan lembaga menyuarakan kekhawatiran terhadap proses ini:

Wakil Mendikbud, Fajar Riza Ul Haq, menyatakan akan menghormati proses hukum yang berjalan, dan bahwa proyek tersebut telah dihentikan selama masa jabatan Nadiem

Pengamat politik Hendri Satrio menulis di Twitter/X: “even devils are angry,” menyiratkan kemarahan atas dugaan penyimpangan dana publik
Wikipedia
.
ICW mengungkap sejumlah pelanggaran: proyek tidak tercantum dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP), pelanggaran terhadap Perpres No. 123/2020, serta kejanggalan urgensi projekt yang dilakukan selama pandemi
Wikipedia
.
Kesimpulan dan Jalan ke Depan

Kini, Nadiem berada di Rutan Salemba dengan status tersangka korupsi besar. Tim hukumnya bersiap menempuh jalur praperadilan dan mengangkat strategi moral—bahwa kliennya tidak berbuat salah, tidak menerima keuntungan pribadi, dan semata-mata menjalankan kebijakan saat situasi darurat pandemi.

Publik terbagi: sebagian memandang Nadiem sebagai korban politisasi kebijakan sektor pendidikan, sementara yang lain melihat kasus ini sebagai alarm mengenai integritas pengadaan publik di masa darurat. Sidang, pembuktian aliran dana, serta analisis audit akan menjadi penentu akhir—apakah ini akan menjadi babak rehabilitasi reputasi atau penegakan hukum yang membalikkan narasi publik.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K