Oleh : Dr. Anton Permana
(Alumni Lemhannas, Pengamat Geopolitik Pertahanan dari TDM Institute)
Banyak yang tidak sadar bahwa telah terjadi sebuah upaya sistematis dan destruktif pada demo besar akhir Agustus lalu. Dan parahnya lagi, banyak yang justru terlena dengan opini dan narasi pembahasan siapa dalang dari demo tersebut, tanpa membahas rinci dan detail apa muatan, arah, sasaran dan susbtansi dari demo tersebut terhadap konstalasi politik elit negara saat ini ?
Demo akhir Agustus yg lalu bukan demo biasa, tetapi adalah sebuah palagan pertempuran kelompok elit melalui proxy nya masing-masing di lapangan. Ada yg menggunakan jaringan mahasiswa, siswa SMK, driver ojol, geng motor, hingga begal, melalui narasi-narasi provokatif agar gerakan demo terlihat natural dan tanpa disadari, bahkan oleh para pendemo itu sendiri!
Dimana tujuan utama dari demo tersebut juga beragam. Pertama, sengaja untuk mendelegitimasi pemerintahan Prabowo seolah buruk, tidak mampu mengelola keamanan negara. Kedua, bagaimana pemerintahan Prabowo segera melepaskan diri dari pengaruh status quo (genk solo) yang di anggap sebagai perusak utama kondisi bangsa kita hari ini dari segala lini. Ketiga, bagaimana berebut pengaruh dalam tubuh internal pemerintahan untuk saling menjatuhkan satu sama lain, sehingga akumulasinya tentu bisa pada kejatuhan Prabowo itu sendiri.
Dari tiga sasaran utama itu. Setidaknya juga ada tiga kelompok besar yang bertarung di sini. Yaitu, kelompok status quo bergabung dengan para mafia dan oligarkhi, termasuk genk solo. Selanjutnya, kelompok civil society yang murni sudah marah dan muak dengan perilaku serta kebijakan pemerintahan hari ini. Dan terakhir, jaringan elit internal pemerintahan baru yang pecah dan saling berebut pengaruh Presiden untuk mengamankan kepentingan pribadi dan kelompoknya masing-masing.
Singkat kata, apapun bentuk pertarungan itu, tentu yang paling mendapatkan dampak negatif dari itu semua adalah Sang Presiden. Dimana Presiden sendiripun saat ini sedang terkepung oleh akibat trik intrik permainan politik orang sekitarnya.
Akhirnya yang terjadi adalah : di satu sisi Presiden mendapatkan perlawanan keras dari para mafia, oligarkhi, elit politik status quo yang tidak senang dan terganggu kepentingannya. Disisi lain, dengan adanya tuntutan mahasiswa bersama kelompok civil society yang tidak puas atas kebijakan pemerintah. Ditambah paralel dengan upaya sabotase struktural yang juga massive terjadi di internal pemerintahannya sendiri.
Tinggal sekarang, benteng terakhir dari Presiden Prabowo adalah TNI. Karena bagaimanapun, siapapun pasti akan berpikir dua kali apabila berhadapan head to head dengan militer dimana Presiden sebagai pemegang kekuasan tertingginya.
Maka, para kelompok yang tidak happy dengan pemerintahan hari ini menjadikan demo kemaren sebagai ajang “killing ground” terhadap TNI atas nama cover masyarakat dan mahasiswa. Untuk mendepak jauh TNI dari kekuasaan. Karena TNI akan selalu dianggap sebagai penghalang dan ancaman bagi kepentingan mereka.
Padahal kalau kita lihat fakta yang terjadi di lapangan, justru kehadiran TNI sebagai penenang dan meredam kerusuhan. Khususnya di Mako Brimob Kwitang. Tidak ada satu katapun yang muncul ketika itu yang mendiskreditkan TNI.
Namun setelah para pasukan gelap perusuh masuk dan melakukan pembakaran, barulah narasi provokatif terhadap TNI muncul, hingga secara ajaib langsung masuk dalam tuntutan mahasiswa 17+8. Aneh bukan?
Disaat inilah kita seharusnya sadar, bahwa demo yang sebelumnya murni kini sudah diputar balikkan oleh sebuah “invisible hand” untuk menyudutkan TNI.
Tujuannya apa? Tidak lain dan tidak bukan agar TNI diframming negatif, dibenci masyarakat, dan mau di paksa kembali ke barak agar mereka kembali leluasa menjarah bangsa ini.
Kalau TNI sudah lumpuh, kembali ke barak, maka penopang utama pemerintahan Prabowo saat ini juga bisa runtuh. Kalau TNI lumpuh, maka selangkah lagi Prabowo pun bisa jatuh. Siapa yang tahu.
Karena hanya institusi TNI yang sudah teruji integritas dan loyalitasnya membela kedaulatan bangsa dan negara ini. Terutama Presiden sebagai pemerintahan yg sah dan resmi hari ini. TNI juga yang punya kemampuan utk melakukan cegah dini, tangkal dini, serta pemulihan apabila terjadi upaya kudeta ataupun kerusuhan sosial bahkan revolusi.
Artinya, demo akhir Agustus kemaren bukanlah demo biasa, tapi minimal sebagai bentuk “cek ombak” atas kendali dan kemampuan konsolidasi internal pemerintahan Prabowo, khususnya TNI.
Kalau hal ini terus dibiarkan, TNI lengah dan dilumpuhkan, maka tak ada yang bisa menjamin, skenario Gibran segera naik menggantikan Prabowo akan terwujud dengan mulus. Sebagaimana sejarah pada saat reformasi 1998, ketika Pak Harto mundur lalu Pak Habibie yang naik menggantikannya. Jasmerah, jangan pernah lupakan sejarah. Wallahu’alam. Salam Indonesia Jaya !
Cipanas, 07 september 2025
EDITOR: REYNA
Related Posts

Viral, Lagi-Lagi Kepala Sekolah MAN 3 Kandangan, Komite dan Humas Diduga Lakukan Pungli, Terancam Dilaporkan ke Polres Kediri

FTA meminta penghentian seluruh proses kriminalisasi dan intimidasi terhadap 8 aktivis dan peneliti

Republik Sandiwara dan Pemimpin Pura-pura Gila

Jokowi Dan Polisi Potret Gagalnya Reformasi

Artikel Investigatif: SMA Negeri 72 Jakarta — Ledakan, Rasa Sakit, dan Isu Kompleks di Balik Tragedi

RRT Nyatakan Siap Hadapi Pemeriksaan Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Rasional dan Proporsional Dalam Menyikapi Zohran Mamdani

Tragedi di Lapangan Kandis Riau, Nyawa Melayang Aparat Diam, Yusri: PHR Jangan Lepas Tangan

Pertahanan Yang Rapuh di Negeri Seribu Pulau: Membaca Geopolitik Indonesia Lewat Kacamata Anton Permana

Yusri Usman Dan Luka Lama Migas Indonesia: Dari TKDN, Proyek Rokan, hingga Pertamina Yang Tak Pernah Berbenah



No Responses