Oleh: Sutoyo Abadi
Sepenggal cerita Kapten Ibrahim Traore sudah masuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Seoang anak muda di Afrika Barat, dijuluki sebagai pemimpin yang disegani dunia, kini menjabat presiden Burkina Faso.
Sebuah nama dan negara yang sebelumnya tidak dikenal rakyat Indonesia. Cerita ini menyeruak justru sedang di bandingkan dengan seorang Jenderal Presiden Prabowo Subianto
“Ibrahim Traore berpangkat *Kapten, Presiden termuda yang disegani dunia, khususnya Barat. Dia menjadi populer karena sikap dan kebijakan nasionalismenya yang heroik, membangunkan semangat nasionalisme-Pan-Afrika”
Memiliki jiwa kepemimpinan yang visioner, tegas, berani dan gesit dalam menjalankan pemerintahan. Pandangan nasionalisme atau ultra-nasionalisme populis yang menggelegar dari eksekusi setiap kebijakannya.
Ibrahim yang lahir tahun 1988 dalam usia 37 tahun mengambil alih kekuasaan di tengah krisis kemanusiaan, kelaparan, kekeringan dan kemiskinan yang cukup serius yang menimpa negaranya.
Kondisi ekonomi negara porak poranda, korupsi merajalela serta konflik sosial dan pemberontakan terjadi secara meluas.
Negara dalam situasi krisis dan konflik yang dahsyat itu, pada Tahun 2022, Kapten Ibrahim Traore mengambil alih kekuasaan dengan jalan kudeta militer, menggulingkan Presiden Paul-Henri Sandaogo Damiba.
Setelah beberapa bulan menggulingkan pemerintahan lama, Ibrahim langsung membuat gebrakan yang cukup mengejutkan, membuat orang tercengang oleh kebijakan dramatisnya, yang sedang dilanda kemiskinan ekstrem saat itu.
Ibrahim tidak banyak berpidato, mengumbar janji apalagi perilaku pencitraan. Tetapi dia dengan berani mulai mengusir beberapa perusahaan multinasional dan mulai mengambil alih sumber daya alam negaranya.
Kebijakan nasionalis Ibrahim yang tegas tanpa ampun untuk menyelamatkan negaranya, tidak berjalan mulus, banyak musuh baik dari dalam dan kekuatan asing.
Keberanian Traore yang tidak takut pada negara-negara kuat bahkan
mengusir Prancis dan mengakhiri kerja sama militer merupakan kebijakan anti-kolonialisme Barat.
Akibat dari kebijakannya, Traore menghadapi 19 kali upaya pembunuhan dan selamat bahkan upaya kudeta oleh Jenderal Michael Langley, kepala militer AS di Afrika, dilibas dengan cepat karena dukungan rakyat tegak lurus membersamai perjuangan dan kebijakannya.
Ketika ada gangguan pada Ibrahim rakyat serentak bergerak melakukan demonstrasi besar-besaran di ibu kota Burkina Faso karena kekhawatiran bahwa “kaum imperialis” dan “antek-anteknya” berusaha menggulingkan Ibrahim.
Ibrahim di mata rakyatnya, dianggap sebagai pahlawan, karena pandangannya pemikirannya yang antikolonialisme.
Gaya kepemimpinan dinilai karismatik karena sangat fokus pada kedaulatan nasionalnya. Yang mencengangkan semua orang termasuk media-media internasional adalah pembangunan infrastruktur dasar besar-besaran, sebagai gerbang menuju kebangkitan ekonomi.
Ibrahim tidak suka berpidato, tapi tindakannya lebih memperlihatkan keteguhan hatinya, bahkan lebih keras dari kata-katanya
Lalu bagaimana dengan di Indonesia negara yang di pimpin seorang mantan Jenderal Tentara yang sekarang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Ibrahim berumur 37 tahun berpangkat Kapten, Prabowo berumur 73 tahun berpangkat Jenderal, keduanya tidak setara dalam kepangkatan.
Traore yang lahir dari hasil kudeta itu, lebih menjanjikan dari pemerintahan yang lahir dari proses demokrasi amatiran.
Pemerintahan hasil kudeta secara politik dan keamanan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan keadaan. Sementara pemerintahan Prabowo Subianto yang lahir dari demokrasi terus dilanda kekacauan. Bahkan negara dalam bahaya disintegrasi.
Ibrahim tidak menulis visi dan misi untuk menggratiskan biaya pendidikan, tidak berjanji memberi makan rakyat, tetapi dia membuktikan menggratiskan pendidikan bagi rakyatnya. Cara memberi makan rakyat adalah dengan meningkatkan ekonomi mereka.
Kapten Ibrahim Traori membangun negara dalam waktu yang cukup singkat, mencengangkan dunia, karena tindakannya lebih memperlihatkan keteguhan hatinya, bahkan lebih keras dari kata-katanya.
Indonesia dibawah kepemimpinan seorag Jenderal Prabowo di Indonesia, telalu banyak berpidato, sementara semua masalah makin merebak nyaris tanpa kendali.
Berbeda dengan Kapten Ibrahim Traore, Jenderal Prabowo menjadi Presiden lewat kontestasi politik pada pemilu 2024. Prabowo terpilih menjadi presiden dari hasil kompromi politik.
Memulai kekuasaan dengan mendekap Presiden Jokowi pada tahun 2019. Keduanya menjadi sahabat karib setelah menjadi lawan politik yang paling sengit pada pemilu tahun 2014 dan 2019.
Program dan visi misi Prabowo Subianto bukanlah sesuatu yang revolusioner, untuk mengubah keadaan sosial dan ekonomi masyarakat, melainkan program tanpa arah. Apalagi hanya meniru gaya program politik Jokowi selama 10 tahun, yang amburadul.
Lewat pidato-pidatonya, kita dapat menangkap suara Presiden Prabowo, pada tataran kebijakan menguap di udara.
Ibrahim bertekad dengan ekonomi mandiri dalam kebijakan pembangunannya sementara Jenderal Prabowo masih bermental meminta minta utang ke negara asing.
Masalah Ijazah palsu yang telah membuat gaduh, Presiden tidak mampu mangatasi, apalagi akan memberantas korupsi atau membersihkan kabinetnya dari para penghianat negara.
Kalau keadaan negara terus berlangsung begini tanpa kepastian ancaman kelangsungan rezim Merah Putih akan datang dari Prabowo Subianto sendiri.
Presiden terkesan tidak mau ambil resiko atas kebijakan nasionalismenya untuk melindungi apalagi mensejahterakan rakyatnya. Kebijakan Jenderal Prabowo Subianto, masih pada posisi bingung, bimbang dan ragu.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Informaliti

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan

Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang




No Responses