Analisis PILPRES 2014 dan 2019: Kelemahan dan Keburukan Sistem Pilpres Langsung Dan Saran-Saran Perbaikan

Analisis PILPRES 2014 dan 2019: Kelemahan dan Keburukan Sistem Pilpres Langsung Dan Saran-Saran Perbaikan
M Hatta Taliwang

Oleh : M.Hatta Taliwang, Mahasiswa S3 ILMU POLITIK, mantan anggota DPR/ MPR RI.

1.Peran Partai/ DPR terlalu dominan membuat aturan main Pemilu/ Pilpres. Meskipun ada DPD RI sebagai repsentasi Daerah tapi tak punya peran dlm menyusun aturan main Pemilu/Pilpres. Organisasi seperti Muhammadiyah/ NU belum tentu anggotanya menyalurkan aspirasinya ke partai dan Kelompok Profesi/ Intelektual serta Raja/Sultan  yg punya andil besar dlm kelahiran Indonesia  seharusnya mereka mendapat tempat sebagai UTUSAN GOLONGAN, apalagi kalau dikaitkan dg spirit dan teks UUD45 18 AGUSTUS 1945 serta SILA KE 4 PANCASILA seharusnya diatur dlm UU Pemilu/ Pilpres.

2. Karena peran partai dominan, tanpa penyeimbang  maka partai sesuka mereka berkompromi dan mengatur  Capres tanpa pertimbangan matang dalam pengajuan capres dan mereka bisa dikendalikan dg kekuatan uang dari oligarki kapital sehingga  mengabaikan kualitas calon Presiden.  Yang terpenting siapa yg didukung oligarki kapital itulah yg  disetujui jadi capres/ cawapres. Kata Bambang Soesatyo utk kuasai sebuah Partai cukup bayar 1 triliun.

3. Dengan Sistem Pilpres Langsung meskipun kita punya calon bagus, kalau  oligarki kapital tidak sreg  bisa saja di kerjain di proses pencalonan atau diberbagai titik proses pemilihan. Bisa dibully, dijegal di saat sebelum  Pilpres atau saat Pilpres  berlangsung. Bisa di jegal disaat penghitungan suara di KPU. 

4.Dengan sistem one man one vote dlm Pilpres langsung, menyamakan suara 1 orang gila dengan suara 1 Guru Besar, waras tidak ?

5. Biaya Pilpres langsung sampai puluhan/ratusan trilyun utk KPU dan  triliunan dari kantong capres atau kantong cukong menghasilkan orang yg belum tentu sesuai harapan rakyat.
Belum tentu juga sesuai harapan cukong. 
Biaya tersebut belum termasuk keamanan, birokrasi dll.

6. Biaya sosial, psikologis juga mahal. Suasana kampanye merusak hubungan sosial psikologis masyarakat karena banyak hoaks hingga fitnah, hubungan antar warga kurang harmonis dan saling prasangka dll. Rakyat terbelah berkepanjangan merusak kerukunan nasional dan sosial
Menghancurkan Sila ketiga Pacasila.

7. Isu isu sensitif soal suku, ras,antar golongan, agama sampai tetek bengek soal cara beribadah diumbar sbg instrumen kampanye hingga mengancam persatuan.

8. DAFTAR PEMILIH  lama dimana sdh banyak pemilih yg lalu(2014)yg telah meninggal, masih dihitung dan digunakan untuk Pemilu/ Pilres 2019,  sementara pemilih pemula yg berusia 17 tahun pd 2018 tidak dianggap, maka  apapun argumennya tetap cacat hukum, cacat akal sehat dan cacat moral. Bahkan angka tsb masih dipakai lagi sebagai basis menentukan President Treshold. Ini sdh dapat kecaman luas dari publik.

9.Memasukkan orang gila atau cacat mental berat sebagai pemilih adalah indikasi bahwa dengan cara apapun KPU berupaya menghimpun suara demi kepentingan tersembunyi, termasuk masalah data pemilih  misterius itu. Ini sesuatu yg sangat tidak logis.

10.Sistem pilpres langsung ini sangat mudah diintervensi dg berbagai instrumen yg potensial dikendalikan penguasa apalagi jika berkonspirasi dg oligarki kapital utk menggolkan oknum yg mereka inginkan. Instrumen seperti : lembaga survei, akademisi (mata duitan), intelijen resmi atau partikelir, aparat keamanan, birokrat, parpol, aparat hukum, LSM, Ormas, media massa mainstream, KPU , buzzer dll dengan uang , janji jabatan, permainan pajak, permainan hukum dll bisa 
dilibatkan dalam konspirasi.

Aparat keamanan, hukum dan birokrat yang mestinya netral tanpa sadar atau dg sadar sering terbawa arus oleh godaan godaan diatas.

11.Belum terhitung bagaimana teknologi IT yg canggih yg bisa dipermainkan ditambah produksi KTP misterius, formulir misterius dan lain lain sangat tidak kondusif untuk membangun rasa saling percaya dalam sistem pilpres langsung ini.

12. Dengan sikap KPU yg penuh keanehan ( misalnya mendadak mengubah cara debat (pada Pilpres 2019) dan berbagai indikasi lainnya yang menunjukkan dugaan mengakomodir kepentingan salah satu peserta pilpres, maka bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa KPU bisa netral dan sungguh sungguh akan menghasilkan Pilpres yg bisa dipercaya?  Pada pilpres 2019 diduga ada 17,5 juta suara pemilih misterius( Ahli IT Agus Maksum).Situasi ini sungguh akan menimbulkan bencana politik dikemudian hari.

13. Negara sebesar ini dg kaum menengahnya sdh kaya raya, apa maksudnya membuat KOTAK PEMILU/ PILPRES DARI KARDUS. LALU KARDUS DIGEMBOK? Ada apa dibalik akal ini ? ha ha

14. Argumennya bahwa Pilpres langsung menghasilkan demokrasi yg bagus bisa dipertanyakan. 
Kalau kita percaya angka ini. Hasil Pilpres :

Pilpres 2019

Daftar Pemilih Tetap Pemilu/Pilpres 2019 adalah 192,83 juta jiwa. 

Jumlah pemilih Jokowi Ma’ruf  85.607.362 suara, suara Prabowo-Sandi  68.650.239.

Jumlah suara pemilih Jokowi/ Ma’ruf Amin dan Prabowo Sandi = 85.607.362 +68.650.239 = 154.257.601

Berdasarkan DPT diatas maka ada selisih DPT dg yang menggunakan hak pilihnya sebesar 

192.830.000 – 154.257.601 = 38.572.399.

Angka 38.572.399 ini bisa digolongkan kedalam kelompok yg golput, suara rusak dll.

Kesimpulan ;

1. Jumlah pemilih Jokowi Ma’ ruf Amin 85.607.362 : 192.830.000 = 44,40%

2. Jumlah Pemilih Prabowo Sandi 68.650.239 ; 192.830.000 = 35,60%

3. Jumlah suara golput, suara rusak dll = 38.572.399 : 192.830.000=20%.

Dengan menggunakan cara menghitung 2019 diata maka 

Pilpres 2014 :
Jokowi JK 37,30%.
Prabowo Hatta 32,88%
Golput dll 29,81%

Kan klo pakai rumus menang secara demokratis harusnya  50+1. 
Nyatanya Jokowi menang 2 x masing2 37, 30% dan 44, 20%. Dua kali menang suaranya dibawa 50 % Pemilih.

Artinya mengacu ke rumus menang secara demokratis tidak tercapai sehingga kami menyebutnya ini hasil legal tapi tidak legitimatif

Apa bedanya dengan Pilpres sistem Perwakilan dan Musyawarah di MPR RI yg dianggap kurang demokratis namun hasilnya bisa terpilih Presiden yg lbh berkualitas karena ada faktor UTUSAN GOLONGAN dan UTUSAN DAERAH yg bisa jadi “penyaring capres”? 

15. Setelah Presiden terpilih berdasarkan pengalaman :

15.1 Tahun pertama sibuk konsolidasi kekuasaan. Partai partai yg dianggap bukan pendukung rezim, diobrak abrik atau dijinakkan dengan segala cara. Mulai terjadi persekongkolan atau bangun oligarki. Ujungnya kepentingan rakyat diselewengkan.

15.2. Tahun kedua, mulai raba raba program apa yg mau dikerjakan yg bisa membuat rakyat segera melihat hasil nyata. Program abstrak misalnya revolusi mental, nation and character building dll disingkirkan meskipun dipidatokan dlm kampanye. Seakan sinetron kejar tayang yg bisa membuat rakyat kagum. Dipilih program praktis misal nya kartu sehat dan yg paling mudah itu infrastruktur,sekalipun dg seruduk gunakan pinjaman dg bunga besar atau gunakan dana yg tidak semestinya utk infrastruktur seperti dana haji, dana pensiun dll. Itu sekedar contoh bagaimana bekerjanya sebuah sistem tanpa tuntunan GBHN.

15.3. Tahun ketiga, mulai bangun pencitraan, banyak selfie dan berbagai acara yg sifatnya konsolidasi untuk terpilih  periode kedua

15.4.Tahun keempat, mulai sibuk bertempur, karena lawan tanding sudah mulai muncul. Praktis setahun petahana sibuk kampanye tersembunyi atau terang terangan.

Beberapa program seperti raskin,bansos dll diolah menjadi modal politik petahana.

Dengan kata lain sistem pilpres langsung ini menghasilkan Presiden yg praktis hanya bekerja untuk bisa dipilih kembali utk periode berikutnya,tak mampu bekerja untuk program jangka jauh yg sifatnya membangun fondasi kuat agar negara bisa kokoh. Membangun dg gali lobang tutup lobang menjadikan banyak negara baru merdeka saja  mampu melewati  Indonesia yg terseok seok oleh tumpukan utang. Membangun yg mudah dan tampak oleh rakyat seperti infrastruktur misalnya, dengan utang besar, hanya mewariskan beban yg berat utk pemerintah berikutnya. Inilah proses menuju kebangkrutan kalau sistem ini dilanjutkan.

16. Penilaian atas prestasi Presiden lima tahun pertama, tdk lagi di depan MPR RI, artinya diserahkan langsung ke rakyat pemilih. Sementara rakyat pemilih banyak yg awam dan seringkali terbawa arus tipuan timses dan lembaga survei dll sehingga intinya evaluasi itu tak ada. Rakyat tak merasa menilai prestasi Presiden 5 tahun lalu. 

Tiba tiba ybs bisa jadi Capres lagi tanpa evaluasi kritis rakyat.

Sistem begini tidak atau kurang bertanggung jawab.

17. Sengketa pilpres dengan membawa bertruk truk bukti penyimpangan, belum tentu diperiksa cermat oleh hakim MK, apalagi kalau hakimnya diketahui aparat hukum lainnya punya “catatan gelap” dalam karirnya dan dijanjikan jabatan  tinggi atau setara setelah pensiun oleh salah satu capres yang menang atau dimenangkan.

18. Negara sebesar ini penduduknya, dan seluas ini, dg berbagai latar belakang suku, agama dll melakukan pilpres langsung merupakan experimen demokrasi luar biasa. Sistem ini mudah terjadi kecurangan dan hampir pasti hanya suku yg besar jumlahnya yang bisa jadi Presiden.

19. Betapapun tuduhan terhadap demokrasi ala UUD45 Asli dianggap tidak demokratis, namun faktanya hampir semua parpol, semua ormas dll melakukan pemilihan dg demokrasi perwakilan, musyawarah mufakat( voting hanya utk keperluan teknis setelah calon hasil musyawarah disepakati), dg dijiwai hikmah kebijaksanaan. Tak ada parpol atau ormas yg mengundang semua pemegang kartu anggota parpol/ ormasnya datang ke bilik suara untuk memilih Ketua Umumnya. Lho kultur yg hidup dalam masyarakat kita perwakilan, musyawarah mufakat, dlm hikmah kebijaksanaan kok ujug ujug pilpres nya sistem one man one vote dimana suara 1 orang gila sama dengan suara 1 guru besar. Akal sehat itu dimana ?

20. Sistem pilpres langsung ini karena mahal maka praktis ke depannya hanya akan bisa diikuti orang orang kaya. Dan orang orang kaya atau yang dibacking orang kaya ke depan itu siapa ? Bukankah hanya kelompok tertentu yg sangat kaya?Silahkan pikirkan untuk jangka panjang ke depan ini siapa siapa yang akan bisa jadi capres. Salah satu orang  yg sdh berani muncul adalah konglomerat Hary Tanoesoedibjo dan menyusul ERICK TOHIR yg peluangnya sangat besar akan didukung oligarki kapital. Dan saya kira akan segera bermunculan yang lain. Lalu orang orang hebat dari parpol lain, kecuali keluarga SBY yg kabarnya masih kaya, selebihnya mungkin akan lapuk pada saatnya.

20. Kalau mau jujur sistem pilpres langsung yg diduga masuk intervensi pemodal alias oligarki kapital atau bandar, hanya dinikmati hasilnya oleh segelintir aktor yg terlibat dlm skenario. Para bandar sendiri mungkin merasa belum kembali modal hanya dengan 5 tahun. Inilah yg bisa menjelaskan mengapa petahana sering terpaksa ngotot ingin jabatan kedua kali bahkan sekarang belum apa apa sdh pengen ketiga kali. Dan ini sangat mempengaruhi tensi pilpres. Suhu tinggi dan rawan keributan.

SARAN :
Kalau masih mau dipilih langsung oleh rakyat seperti yg berlangsung sekarang ini dan tidak mau menggunakan Pilpres Sistem UUD45 Asli (Sila Ke 4 Pancasila, Perwakilan Musyawarah) maka  sebaiknya 

1. KPUnya harus ditambah dg unsur Parpol yg ikut Pemilu. KPU yg ada sekarang digaji negara.Anggota KPU dari Parpol diberi honor oleh Partainya. Susunan keanggotaannya seperti usulan Sdr Chris Komari.

2. Intelijen Negara tidak boleh beroperasi utk memenangkan calon tertentu.

3. Lembaga Survei harus netral dan ada Lembaga Lain dibentuk utk menilai obyektivitas Lembaga Survei.

Semacam LEMBAGA PENGAWAS SURVEI POLITIK.

4. Media massa khususnya Televisi yg dimiliki atau pro kepada salah satu Capres tidak boleh menggunakan ruang udara publik demi partainya/ capresnya secara berlebihan. 

5.Opini intelektual/ Akademisi harus obyektif kecuali intelektual/ akademisi yang  secara formal tercatat sbg Tim Sukses/ Tim Kampanye.

6.Diharamkan menggunakan jasa buzzer dan mesin mesin/ robot yg merusak kejernihan suara rakyat. Mesti ada tim pengawas khusus dari KPU atau aparat hukum terhadap prilaku buzzer atau penggunaan mesin robot.

7. Tidak diperbolehkan ada GABUNGAN PARTAI PENDUKUNG. Capres cukup diusung satu Partai. President Threshold 0 persen.

8.KPU hrs benar2 netral tidak boleh ada tangan2 gelap ikut mengarahkan. Soal DPT jangan ngarang ngarang dg menghitung orang gila, KTP haram dari pendatang luar negeri atau KTP Fiktif, Desa Fiktif, TPS Fiktif, laporan fiktif  dll. Ini juga aparat hukum dan keamanan harus serius mengontrol.

9.Bawaslu dan DKPP bekerjalah serius jangan mau ditekan oleh institusi lain yg punya kepentingan memenangkan calon tertentu. Bawaslu harus diperkuat.

10. Semoga KPK jangan seperti Lembaga Politik. Pilih pilih tersangka jelang Pilpres/ Pemilu.

11. Kita mengenal frasa Kepolisian Negara. Bukan Kepolisian Pemerintah/ Rezim. Jadi tentu kita berharap Kepolisian netral dlm Pilpres/ Pemilu. Demi kebaikan bersama, konsentrasi pada keamanan Pilpres/ Pemilu.

12. TNI terkenal dg kemanunggalan dg rakyat. Maka dlm Pilpres/ Pemilu sungguh sungguh bersama rakyat. Bukan kemanunggalan dg Pemerintah/ Rezim dan rakyat dikorbankan.

13. Kejaksaan dan ASN sbg bagian dari Pemerintah hendaknya jangan jadi alat ikut memenangkan partai atau capres tertentu. Klo memang jadi aparat yg baik rezim apa pun yg berkuasa tuan tetap bisa mendapat jabatan dan peran.

14. Mahkamah Konstitusi.

Katanya mereka Negarawan. Negarawan itu berpikir jauh ke depan. Berpikir ke depan utk kemajuan dan kebaikan rakyat bangsa dan negara. Bukan semata untuk kemajuan Keluarga. Jadi dlm mengambil keputusan dan proses pengadilan sungguh sungguhlah jujur dan adil demi hari depan bangsa dan negara.

15. Hasil penghitungan suara di TPS yg ditandatangani anggota KPPS yang juga ada anggota partai PESERTA Pemilu yg duduk sbg anggota KPPS juga harus dianggap final di TPS  maksimal diselesaikan di tingkat kecamatan. DARI KECAMATAN LANGSUNG DIKIRIM KE KPU PUSAT. Tembusan dikirim ke DPP Partai masing masing, juga ke KPUD Kabupaten/ Propinsi.Dengan teknologi sekarang semua bisa dibuat cepat dan transpsran.

Demikian sebagai harapan kami untuk keselamatan rakyat, bangsa dan negara. Demi kebaikan dan kemajuan Indonesia.

Karena tidak bisa menjawab tanggapan, kritik dan saran langsung di grup, maka kirim ke japri MHT 0818714823.

Jakarta 6 Juni 2022.

Lampiran.

https://www.zonasatunews.com/tokoh-opini/agar-hasil-kerja-kpu-demokratis-kredible-dan-bisa-dipercaya-maka-anggota-kpu-harus-ditambah-wakil-partai-politik-yang-lolos-pemilu-2024/

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K