Oleh: Muhammad Chirzin
Dalam shalat lima waktu kaum muslimin membaca doa iftitah (pembukaan) sebelum membaca surat al-Fatihah (pembukaan Al-Quran). Di antara bacaan doa iftitah yang dituntunkan Nabi Muhammad saw dimulai dan/atau dibuka dengal lafal: wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati wal ardha dst., dan lainnya: allahumma ba’id baini wa baina khathayaya dst.
Luar biasa tuntunan doa Rasulullah saw.
Doa Iftitah pertama:
“Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati wal ardha hanifan musliman wa ma ana minal musyrikin. Inna shalati wa nusukiya wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin. Laa syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin.”
Artinya: “Aku hadapkan wajahku kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dengan lurus dan berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Doa Iftitah kedua:
“Allahumma ba’id baini wa baina khathayaya kama ba’adta baina al-masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqini min khathayaya kama yunaqqu ath-tsaubul abyadhu min ad-danas. Allahumma ghisli min khathayaya bil ma’i wats-syalji wal barad.”
Artinya: “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahan sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan kain putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahan dengan air, salju, dan embun.”
Kedua doa iftitah ini merupakan permohonan ampunan dan pembersihan dari kesalahan-kesalahan.
Menurut salah satu sumber, doa iftitah pertama lebih umum digunakan oleh komunitas Muslim yang mengikuti madzhab Syafi’i, sedangkan doa iftitah kedua lebih umum digunakan oleh komunitas Muslim yang mengikuti madzhab Hanafi.
Ada ulama yang berpendapat bahwa setiap muslim niscaya mengikuti madzhab tertentu dalam menjalankan agama, termasuk dalam bacaan shalat, dan sebagian ulama berpendapat yang sebaliknya. Bahkan, di antara mereka ada yang menyarankan untuk mengamalkan dua versi doa iftitah tersebut dalam shalatnya.
Beberapa ulama berpendapat bahwa mengikuti madzhab tertentu dapat membantu dalam memahami dan menjalankan agama dengan lebih baik, karena madzhab-madzhab tersebut telah memiliki metodologi dan penafsiran yang sistematis.
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa tidak harus mengikuti madzhab tertentu, karena setiap muslim dapat memahami dan menjalankan agama berdasarkan Al-Quran dan Hadits secara langsung.
Rasulullah saw mengajarkan kita untuk beribadah dengan penuh keikhlasan dan kekhusyukan, serta selalu berusaha memahami dan menjalankan agama dengan baik. Setiap muslim dapat memilih pendekatan yang paling sesuai dengan pemahaman dan kebutuhannya.
Ada pihak yang memojokkan pihak yang bacaan iftitahnya berbeda dengan golongannya. Perilaku disebabkan oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal.
Faktor iInternal, karena kurangnya pemahaman tentang keragaman dalam praktik keagamaan; fanatisme terhadap madzhab atau kelompok tertentu; kesalahpahaman tentang pentingnya keseragaman dalam praktik keagamaan.
Faktor eksternal, upaya untuk menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam; manipulasi informasi untuk menciptakan konflik dan ketidakpercayaan; pengaruh dari pihak-pihak yang tidak menginginkan keutuhan umat Islam.
Toleransi dalam beragama berarti menghormati dan menerima perbedaan dalam praktik dan keyakinan agama orang lain, tanpa harus mengubah atau mengkompromikan ajaran agama sendiri. Toleransi memungkinkan umat beragama untuk hidup berdampingan secara damai dan harmonis, meskipun memiliki perbedaan dalam keyakinan dan praktik.
Toleransi beragama dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan damai, di mana setiap orang dapat menjalankan agamanya dengan bebas dan tanpa takut.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, cendekiawan muslim Nurcholish Madjid berpandangan bahwa Pancasila yang notabene sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah ideologi terbuka. Siapa saja berhak mengisi dan mengamalkan Pancasila sesuai dengan pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya.
Pandangan Nurcholish Madjid tersebut sangat relevan dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dengan memahami Pancasila sebagai ideologi terbuka, setiap warga negara memiliki kesempatan untuk mengisi dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sesuai dengan pemahaman, penghayatan, dan keyakinan masing-masing.
Pancasila dapat menjadi perekat dan pemersatu bangsa, serta landasan bagi pembangunan dan kemajuan negara. Pandangan ini juga memungkinkan adanya dialog dan kerja sama antara berbagai kelompok masyarakat dengan latar belakang agama, budaya, dan ideologi yang berbeda-beda. Pancasila dapat menjadi simbol kesatuan dan persatuan bangsa, serta menjadi landasan bagi pembangunan dan kemajuan negara yang lebih baik.
Ngomong-ngomong, Pak Jokowi, sebagai seorang Muslim, beberapa kali memimpin shalat berjamaah di masjid, termasuk di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta. Namun, penulis tidak memiliki informasi tentang bacaan doa iftitah yang digunakannya saat shalat. Wallahu a’lam.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Air minum di Teheran bisa kering dalam dua minggu, kata pejabat Iran

Perintah Menyerang Atas Dasar Agama

Forum Bhayangkara Indonesia DPC Ngawi Layangkan Somasi ke Camat Kwadungan Soal Pengisian Calon Sekdes Desa Tirak

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Study Tour ke Jogja Diduga Buat Ajang Bisnis, Kepala SMAN 1 Patianrowo Nganjuk Diduga Langgar Hukum

Dari Api Surabaya ke Api Perubahan: Anies Baswedan dan Gerakan Mencerdaskan Bangsa

Sudah Bayar 200 Juta, Tidak Lulus Seleksi Calon Perangkat Desa Tirak, Uang Ditagih

Dari Api Surabaya ke Api Perubahan: Anies Baswedan dan Gerakan Mencerdaskan Bangsa

Warna-Warni Quote



No Responses