JAKARTA — Pemikir kebijakan dan analis strategis Dr. Anton Permana kembali menegaskan perlunya Indonesia membangun struktur pertahanan terpadu di tengah meningkatnya ketegangan global. Dalam beberapa kesempatan, Anton menyoroti fenomena geopolitik dunia yang kian berbahaya dan berpotensi langsung memengaruhi keamanan nasional Indonesia.
“Setidaknya ada lima titik sentuhan yang harus kita waspadai: Ukraina, Timur Tengah, Taiwan, Laut China Selatan, dan konflik India–Pakistan,” ujar Anton dalam satu forum diskusi nasional, menggambarkan kondisi dunia yang disebutnya sebagai peta panas global.
Menurut Anton, setiap titik konflik tersebut memiliki efek domino terhadap jalur energi, rantai pasok global, serta posisi strategis Indonesia di antara kekuatan besar dunia. “Konflik hari ini tidak lagi bersifat lokal. Dampaknya lintas benua — dari harga minyak, pangan, hingga keamanan digital,” ujarnya.
Australia dan Kerentanan Selatan
Dalam pernyataan yang menarik perhatian, Anton juga mengungkapkan bahwa Australia memiliki 23 pangkalan rudal yang sebagian diarahkan ke utara, termasuk mengarah ke kawasan Indonesia. Ia menyebut data ini bukan untuk menebar ketakutan, melainkan agar pemerintah dan publik memahami posisi geografis Indonesia yang rentan.
“Pertahanan udara kita masih mengandalkan pesawat generasi keempat. Sementara tetangga kita sudah bersiap dengan sistem pertahanan jarak jauh dan rudal presisi tinggi,” ungkapnya.
Anton menilai kesadaran geopolitik bangsa Indonesia masih lemah, dan hal itu bisa berakibat fatal jika tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan deteksi dini dan koordinasi keamanan antar lembaga.
“Kalau kita menginginkan perdamaian, maka kita harus kuat. Dan kekuatan tersebut tidak cukup hanya lewat niat, tapi juga lewat struktur,” tegasnya.
Dewan Keamanan Nasional
Dari gagasan-gagasan ini, Anton terus konsisten mendorong pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) — lembaga strategis yang mampu mengintegrasikan informasi dan pengambilan keputusan lintas sektor: militer, diplomasi, intelijen, dan ekonomi.
Menurutnya, DKN menjadi kebutuhan mendesak karena tantangan abad ke-21 tidak lagi bisa dihadapi oleh struktur birokrasi konvensional yang terpisah-pisah. “Kita perlu wadah komando kebijakan yang solid, tidak hanya untuk perang konvensional, tapi juga menghadapi ancaman siber, energi, dan kedaulatan pangan,” ujarnya dalam salah satu tulisannya di media daring.
Kembali pada Strategi Besar Bangsa
Anton Permana menutup pernyataannya dengan mengingatkan pentingnya kesadaran strategis bangsa. Ia menekankan bahwa kekuatan sejati tidak lahir dari ambisi militer semata, tetapi dari kesatuan visi antara rakyat dan negara.
“Pertahanan bukan hanya soal senjata, tetapi tentang kesadaran kolektif menjaga rumah kita bersama. Jika bangsa ini kuat secara struktur dan mental, tidak ada kekuatan asing yang bisa menggoyahkan,” pungkasnya.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Rezim Masih Dikotori Praktek Transaksional
INVESTIGASI | Gelombang Baru “Jokowi Palsu”: Jejak Digital, Jaringan Penyebar, dan Pertarungan Narasi di Dunia Maya
Analisis PILPRES 2014 dan 2019: Kelemahan dan Keburukan Sistem Pilpres Langsung Dan Saran-Saran Perbaikan
Serasa Tidak Punya Presiden
Peran Ulama Dalam Dinamika Politik Umat
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Syahganda Nainggolan: Dari Aktivisme Kampus ke Wacana Kebangsaan
Ibrah – Lebih Baik Jadi Ketua RT/RW Dari Pada Jadi Presiden Mbladus Dan Mbelgedes
Yahya Zaini Pimpin Komisi IX DPR RI Kunker ke Kalteng: Perkuat Sinergi Kesehatan dan Ketenagakerjaan untuk Kesejahteraan Rakyat
Prabowo Temukan Tumpukan ‘Harta Karun’ Logam Tanah Jarang di Smelter Timah, Nilainya Bisa Capai Ratusan Triliun!
No Responses